Khazanah
Beranda » Berita » Menelisik Fenomena Nifaq dari Sudut Pandang Psikologi

Menelisik Fenomena Nifaq dari Sudut Pandang Psikologi

Ilustrasi simbol kemunafikan.
Ilustrasi simbol kemunafikan.

SURAU.CO– Nifaq merupakan tingkah laku seseorang yang bermuka dua. Contohnya, orang yang pura-pura memeluk agama Islam padahal dalam hatinya ia telah kafir. Contoh lainnya adalah orang yang menyimpan sikap permusuhan dengan berlagak bersahabat. Dalam sebuah hadis Bukhari dan Muslim:

“Seburuk-buruk manusia adalah orang yang mempunyai dua muka, ia mendatangi kelompok ini dengan wajah yang satu dan mendatangi kelompok lain dengan wajahnya yang lain.”

Nifaq jenis i’tiqadi

Nifaq i’tiqadi adalah kemunafikan yang telah Al-Qur’an sebutkan dalam banyak ayat. Ini adalah jenis nifaq besar. Pelakunya menampakkan ke-Islaman, tetapi dalam hatinya tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap Islam. Jenis nifaq ini menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari agama, dan di akhirat kelak ia akan berada dalam kerak Neraka. Allah memasukkan orang yang mempunyai sifat ini kekal  dalam neraka yang paling bawah. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik berada dalam kerak Neraka.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 145).

Ada pun nifaq i’tiqadi ini ada empat kategori, yakni: mendustakan Rasulullah atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa, membenci Rasulullah, merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah, dan tidak senang dengan kemenangan agama yang Rasulullah bawa.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Nifaq Amali

Nifaq perbuatan adalah melakukan amalan orang-orang munafik, tetapi iman masih tetap ada dalam hati. Kemunafikan jenis ini adalah kemunafikan yang ciri-cirinya tersebutkan  dalam sabda Nabi Saw.

Pelaku nifaq amali berada dalam keadaan iman dan nifaq. Jika perbuatan nifaqnya lebih banyak, hal itu bisa menjadi sebab dia terjerumus ke dalam nifaq sesungguhnya. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi Saw.yakni ada empat hal yang jika berada pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafik sesungguhnya. Juga, jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu darinya, maka berarti ia memiliki satu kebiasaan  nifaq sampai ia meninggalkannya: bila dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika bertengkar ia berucap kotor.

Nifaq: lahan subur bagi penyakit jiwa lain

Penyakit nifaq mempersiapkan lahan yang subur bagi penyakit-penyakit jiwa lain, seperti kikir, dengki, dan tamak. Dan bagaikan akar-akar penyakit kanker, ia akan semakin menghujam dalam  hati dan jiwa si munafik. Al-Quran menyebutkan sumber utama yang menumbuhkan penyakit nifaq ini adalah watak suka berbohong dan akan berkembang terus bersamanya.

Tentu saja, bohong tidak terbatas hanya pada lidah. Suatu perbuatan pun, yang dilakukan tidak sesuai dengan akidah seseorang (dengan tujuan dan niat jahat kepada pihak lain) juga merupakan kebohongan perbuatan.

Perspektif Freud

Sigmund Freud, dalam teori Psikoanalisisnya, mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari id, ego, dan super-ego. Dalam teorinya, Freud menjelaskan bahwa Id, yang terletak dalam ketidaksadaran, adalah penampung atau wadah yang berisi dorongan-dorongan primitif atau impuls, atau insting, atau energi psikis yang selalu menginginkan kepuasannya terpenuhi dengan segera karena id berpegang pada prinsip kesenangan (Pleasure Principle).

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Sementara itu, Ego adalah yang mengatur atau menyimpan dorongan (impuls) dan menjabarkan apa yang ada di dalam id ketika berkontak dengan dunia luar untuk mencari pemuasnya.

Demikian pula halnya dengan nifaq (kemunafikan). Nifaq adalah “penyakit hati” yang selalu ingin menang di mana pun ia berada, tanpa ingin ia ketahui kecacatannya.

Pendapat Maslow

Menurut Abraham H. Maslow dalam Psikologi Humanistik, kepribadian tergerakkan oleh pemenuhan kebutuhan, mulai dari kebutuhan dasar sampai pada metakebutuhan. Seperti yang kita ketahui, salah satu ciri orang munafik adalah “menentang suatu kebijakan umum sekiranya tidak membawa keuntungan bagi mereka.” Bagi orang-orang munafik, mereka hanya memikirkan kebutuhan diri saja yang harus terpenuhi.

Hal tersebut merupakan bagian dari penyimpangan yang Maslow sebutkan, bahwa orang yang mengaktualisasikan diri dengan cara tidak baik dan merugikan orang lain adalah orang-orang yang perkembangan mentalnya terhambat. Mereka frustrasi oleh gangguan-gangguan dari luar sehingga tidak menampakkan potensi-potensi yang ada dalam pribadinya.

Perspektif psikososial

Selanjutnya, menurut pendapat Erikson dalam Psikososial, keinginan berasal dari minat-minat dan dorongan-dorongan sosial, yaitu keinginan untuk dapat penerimaan masyarakat. Hal ini menyebabkan seseorang tidak menjadi berterus terang, baik dari sikapnya menunjukkan sifat keburukan diri sendiri maupun caranya menunjukkan ketidaksukaan kepada orang lain. Semua itu selalu ia tutupi, dan yang ia tunjukkan hanyalah sikap yang selalu manis.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Teori ini mendapat dukungan dari Alfred Adler, salah seorang pakar psikososial juga, yang menyatakan bahwa setiap manusia tidaklah sama dan akan memiliki kekhasan masing-masing. Teori ini terkenal dengan sebutan Teori Individual. Di dalamnya juga terdapat pernyataan bahwa manusia pada dasarnya memiliki hasrat atau dorongan untuk diakui atau dianggap penting oleh masyarakat. Dorongan ini atau istilah lainnya “geltungstrieb,” yang mendapat hambatan berat dari perasaan rendah diri akibat adanya “organ inferiority.” Hasrat ini terpaksa harus diatasi dengan kompensasi untuk dapat memenuhi “geltungstrieb” itu. Akibatnya, hal ini membuat seseorang berusaha melakukan apa saja, termasuk yang bersifat menyimpang.

Sejak awal penyelidikan ilmiah tentang perilaku abnormal dimulai, terdapat dua sudut pandang utama yang berkembang: (1) Somatogenik, yang berasumsi bahwa setiap keterbelakangan mental sebagai akibat dari suatu ketidakberfungsian fisik; dan (2) Psikogenik, yang berasumsi bahwa penderita sakit yang tidak bermasalah atau sukar terpahami secara fisik harus dijelaskan dalam terma-terma psikologis.

Kaitan psikopatologi dengan nifaq

Kasus nifaq juga memiliki kesamaan. Seseorang bisa melakukan nifaq karena dia memiliki gangguan mental. Bukan karena ia abnormal, hanya saja dia berusaha menutupi kekurangannya, merasa tidak puas akan pribadinya. Hal inilah yang menimbulkan rasa tidak percaya diri dan akhirnya selalu berusaha menampilkan diri yang lain pada orang lain. Inilah yang para ahli anggap sebagai bagian dari sifat munafik.

Psikologi abnormal kontemporer mengenal setidaknya lima paradigma psikopatologi atau model utama, yaitu: (1) fisiologis; (2) psikoanalitis; (3) pembelajaran; (4) kognitif; dan (5) humanistik. Semua model ini memiliki hubungan dengan fenomena nifaq.

Oleh karena itu nifaq dapat terkategorikan sebagai psikopatologi atau penyakit hati yang sangat berbahaya, baik dunia maupun akhirat. Sehingga kita sebagai muslim wajib untuk menghindarkan dari sifat ini.(St.Diyar)

Referensi : Muhammad Harfin Zuhdi, Hadis-Hadis Psikologi, 2019.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement