Khazanah
Beranda » Berita » Ngaji Mata dan Telinga: Indera Itu Juga Titipan Allah

Ngaji Mata dan Telinga: Indera Itu Juga Titipan Allah

Ilustrasi al-Kindī merenungkan mata dan telinga sebagai titipan Allah.
Ilustrasi filosofis tentang mata dan telinga sebagai sarana ruh untuk memahami dunia menurut al-Kindī.

Indera sebagai Titipan yang Harus Dijaga

Ngaji mata dan telinga mengingatkan kita bahwa indera adalah titipan Allah yang harus dijaga. Sejak awal risalah Risāla fī al-Nafs, al-Kindī menegaskan bahwa indera bukan sekadar alat fisik, tetapi jendela jiwa yang menghubungkan kita dengan dunia dan ruh. Frasa kunci “indera itu juga titipan Allah” muncul berulang kali dalam risalahnya, menekankan pentingnya kesadaran dalam menggunakan mata dan telinga untuk kebaikan.

Fenomena sehari-hari menunjukkan hal ini: kita tersenyum ketika melihat anak bermain, tersentuh oleh lagu yang indah, atau merasa damai saat mendengar kabar baik. Semua itu bukan kebetulan; indera menyalurkan pengalaman dunia ke dalam jiwa, membentuk perasaan, dan mengarahkan tindakan.

Mata: Cermin Jiwa yang Bisa Membawa Cahaya atau Gelap

Al-Kindī menulis:

«العين مرآة للنفس، تعكس ما يراه القلب»
“Mata adalah cermin jiwa, mencerminkan apa yang dilihat hati.”

Mata bukan hanya menangkap gambar, tetapi juga menyalurkan cahaya batin. Ketika hati jernih, mata menatap dunia dengan penuh ketenangan dan empati. Namun jika hati penuh iri atau marah, mata cenderung melihat dunia dengan prasangka atau gelapnya hati sendiri.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Al-Qur’an mengingatkan:

﴿قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَعْطَاكُمُ اللَّهُ الْبَصَرَ وَالْسَمْعَ وَالْفُؤَادَ فَمِنْهُ تُسْئَلُونَ﴾ (QS. Al-Mulk: 23)

 

“Katakanlah: ‘Bagaimana pendapatmu jika Allah memberikan kepadamu penglihatan, pendengaran, dan hati, lalu kamu dimintai pertanggungjawaban?’”

Ayat ini menegaskan bahwa kita harus menggunakan indera sebagai titipan dengan bijak. Dalam keseharian, saat kita memusatkan perhatian pada hal-hal positif melalui mata, kita membantu menumbuhkan rasa syukur dan empati.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Telinga: Saluran Hati dan Ruh

Selain mata, telinga adalah sarana penting bagi jiwa untuk mengenal dunia. Al-Kindī menulis:

«الأذن قناة تصل الروح بما يسمع»

“Telinga adalah saluran yang menghubungkan ruh dengan apa yang didengar.”

Contoh sehari-hari: mendengar tawa anak-anak menimbulkan kebahagiaan dalam hati, mendengar nasihat atau ceramah menambah pemahaman, sedangkan mendengar perkataan buruk bisa menimbulkan kebencian atau gelisah. Telinga menyalurkan informasi langsung ke jiwa; oleh karena itu, menjaga telinga dari hal-hal negatif adalah bagian dari perawatan ruh.

Hadits Nabi Muhammad SAW mengingatkan:

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَنْ سَمِعَ الْحَقَّ فَعَمِلَ بِهِ، كَانَ لَهُ نُورًا فِي قَلْبِهِ»

“Barang siapa mendengar kebenaran dan mengamalkannya, hatinya akan dipenuhi cahaya.”

Dengan kata lain, telinga yang menerima kebaikan akan menyalakan cahaya dalam jiwa, sedangkan telinga yang terus menyerap hal buruk bisa menimbulkan kegelapan batin.

Menyelaraskan Mata dan Telinga dengan Akal dan Nafsu

Al-Kindī menulis:

«التناغم بين الحواس والعقل والنفس يثمر حياة متوازنة»
“Harmonisasi antara indera, akal, dan nafsu menghasilkan kehidupan yang seimbang.”

Fenomena sehari-hari: saat kita melihat orang kesusahan, mata menatapnya dengan empati, telinga mendengar ceritanya, akal menimbang cara menolong, dan kita mengarahkan nafsu untuk tindakan positif. Semua itu menunjukkan bahwa indera bekerja selaras dengan akal dan nafsu, membentuk tindakan yang bermakna.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

﴿إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ﴾ (QS. Az-Zumar: 18)

 

“Sesungguhnya orang-orang yang mendengar perkataan lalu mengikuti yang terbaik di antaranya, mereka itulah yang diberi petunjuk oleh Allah.”

Ini menunjukkan bahwa indera yang kita arahkan pada hal positif menjadi alat bagi ruh untuk tumbuh, dan akal membantu kita menilai mana yang baik untuk kita ikuti.

Praktik Sehari-hari Menjaga Indera

Al-Kindī menekankan pentingnya menjaga indera dari hal yang merusak. Ia menulis:

«احرص على ما تدخله عيناك وأذناك، فإنهما وسيلتا النفس»

“Jagalah apa yang masuk ke mata dan telinga, karena keduanya adalah sarana bagi jiwa.”

Fenomena sederhana: memilih tontonan yang bermanfaat, mendengar nasihat yang baik, dan menghindari gosip atau kata-kata negatif. Setiap pilihan kecil memengaruhi keseimbangan kebun dalam diri kita, menumbuhkan bunga kesabaran, empati, dan kebijaksanaan, serta memangkas benih kebencian atau iri.

Menjaga indera tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga memengaruhi lingkungan. Jiwa yang damai akan memancarkan energi positif ke sekitar, menguatkan hubungan sosial, dan menumbuhkan rasa saling menghargai.

Penutup: Indera sebagai Amanah yang Terus Bersinar

Mata dan telinga bukan sekadar organ; mereka adalah titipan Allah yang menghubungkan dunia luar dengan kebun dalam diri. Al-Kindī mengingatkan kita agar menyadari peran indera dan menjaga harmoninya dengan akal dan nafsu. Dengan demikian, hidup terasa lebih tenang, tindakan lebih bijak, dan hati lebih terang.

Seperti halnya seorang tukang kebun merawat tanaman, kita harus merawat indera dengan penuh perhatian, membiarkan cahaya ruh bersinar, dan menyeimbangkan setiap gerak dan perasaan. Dengan kesadaran ini, indera yang kita jaga menjadi sarana bagi kehidupan yang damai dan bermakna, sesuai dengan titipan Allah yang penuh hikmah.

 

*Sugianto Al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement