Kalam
Beranda » Berita » Ketika Ilmu Tersesat Tanpa Akhlak

Ketika Ilmu Tersesat Tanpa Akhlak

SURAU.CO. Di zaman ini, kita hidup di tengah derasnya arus pengetahuan. Semua hal bisa dipelajari dengan cepat dari cara membangun bisnis hingga merakit mimpi. Dunia digital membuka ribuan pintu ilmu, tapi di saat yang sama, menutup satu jendela penting yakni akhlak. Banyak orang pintar yang tak lagi santun, banyak yang hafal teori moral, tapi gagal mempraktikkannya. bahkan Kita sering berdebat tentang kebenaran, tetapi jarang berbicara dengan kelembutan. begitu juga dengan ilmu yang menjulang tinggi, namun akhlak perlahan memudar.

Buku yang berjudul Puncak Ilmu adalah Akhlak. Merupakan sebuah karya Penulis muda Mhd. Rois Almaududy, umur 25 tahun asal dari kota semarang ini mengangkat tema tentang pengembangan diri. Membenarkan Islam dalam berakhlak, iman dengan hati, berikrar dengan lisan, dan beramal dengan anggota badan. Mhd. Rois menggunakan dalil-dalil agama sebagai dasar argumen, yang dapat memperkuat pemahaman dan praktik keagamaan pembaca. Oleh karena itu, buku ini menjadi sumber inspirasi untuk hidup yang lebih selaras dengan ajaran agama

Identitas Buku

Judul Buku: Puncak Ilmu adalah Akhlak
Penulis: Mhd. Rois al-Maududy
Penerbit: Syalmahat Publishing Semarang
Halaman : Vi + 140 Halaman
Ukuran: 20 x 15 x 2 cm
ISBN : 978-623-92995-4-5

Ilmu Tanpa Akhlak: Cermin Jiwa yang Retak

Mhd. Rois Almaududy, dalam bukunya mengingatkan kita bahwa ilmu sejati bukan sekadar kumpulan data atau teori, melainkan cermin yang memantulkan keadaan jiwa. Ilmu sejati bukan tentang seberapa banyak yang diketahui, tetapi seberapa dalam ia membentuk diri. Sebab ilmu baru bernilai ketika menumbuhkan perilaku baik ucapan yang lembut, sikap yang santun, dan hati yang rendah. Tanpa akhlak, ilmu justru kehilangan maknanya; ia menjelma alat pembenaran diri, bukan alat perbaikan diri.

Rois Almaududy menulis, “Ilmu tanpa akhlak hanyalah tubuh tanpa ruh.” Kalimat ini sangat relevan. Kita melihat murid memaki guru, siswa memviralkan guru, bahkan melapor ke polisi. Ini bukan hanya krisis etika, tetapi krisis spiritual.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Pernahkah kita menjumpai orang berilmu namun lisannya kasar, atau mereka yang menguasai ilmu agama namun mudah tersulut amarah? Di situlah tampak bahwa ilmu belum menyentuh hati. Ia baru sebatas hafalan, belum menjadi kesadaran. Padahal, hakikat ilmu bukan untuk meninggikan diri, melainkan untuk menundukkan ego.

Adab: Fondasi Utama dalam Mencari Ilmu

Ulama klasik menegaskan, “Adab qabla al-‘ilm” — adab sebelum ilmu. Dulu, santri belajar bukan hanya membaca kitab, tapi juga menata hati. Mereka yakin, ilmu tak akan masuk ke hati yang sombong. Kini, banyak orang menuntut ilmu untuk menang debat, bukan menaklukkan ego. Padahal, ilmu sejati melahirkan kebijaksanaan, bukan kesombongan.

Rois Almaududy mencontohkan Rasulullah Saw yang mengajar dengan kasih dan menegur tanpa merendahkan. Dalam diri beliau, ilmu dan akhlak menyatu—menerangi tanpa membakar. Dari situ kita belajar, ilmu tertinggi bukan yang membuat pandai berbicara, tapi yang menuntun hati menuju kebaikan.

Krisis Moral: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Keringnya adab hari ini bukan semata kesalahan generasi muda; kita semua ikut menanam benihnya. Sekolah sibuk mengejar angka, bukan makna. demikian juga orang tua menuntut prestasi, tapi lupa menumbuhkan empati dan hari ini pula kita hidup di zaman ketika ijazah dihormati, namun kejujuran sering diabaikan. Pada intinya ilmu tanpa akhlak menjadikan manusia sombong dan kehilangan arah. Sebaliknya, akhlak tanpa ilmu mudah terjebak pada fanatisme buta. Keduanya harus menyatu agar melahirkan kebijaksanaan sejati.

Buku “Puncak Ilmu Adalah Akhlak” hadir sebagai cermin bagi zaman yang tergesa ini. Ia tidak sekadar mengajarkan teori moral, tetapi mengajak kita berhenti sejenak—merenungi arah belajar dan hidup kita. Bahwa puncak dari segala ilmu bukan pada banyaknya pengetahuan, melainkan pada lahirnya keinsafan dan keteduhan hati.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Ilmu Tanpa Adab, Bagaimana Jadinya

Dunia hari ini bukan kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang berakhlak. Akhlak tumbuh sebenarnya dari hal-hal yang sederhana: berbicara sopan, menghargai pendapat, dan bersyukur atas nasihat. Dari sana, cahaya ilmu perlahan memancar—bukan untuk menyilaukan, tapi meneduhkan. Orang berilmu sejati bukan yang paling banyak bicara, tapi yang paling dalam memahami.

Rois Almaududy mengingatkan, “Belum terlambat untuk berbenah. Hiasilah diri dengan adab dan akhlak, karena orang yang bisa memuliakan orang lain ialah orang yang benar-benar berilmu.” Puncak ilmu bukan gelar, bukan pengakuan, melainkan akhlak yang menenangkan jiwa dan menerangi sesama.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement