Fiqih
Beranda » Berita » Bukan Sekadar Bingkisan: Makna Hadiah dalam Pandangan Rasulullah

Bukan Sekadar Bingkisan: Makna Hadiah dalam Pandangan Rasulullah

Memberi Hadiah
Memberi Hadiah

SURAU.CO-Bukan Sekadar Bingkisan: Makna Hadiah dalam Pandangan Rasulullah mengajarkan bahwa hadiah bukan hanya soal barang, tetapi tentang hati yang terhubung dengan kasih dan keikhlasan. Frasa ini mengingatkan bahwa hadiah mampu menghadirkan cinta, bukan sekadar memenuhi kebiasaan sosial. Rasulullah ﷺ menegaskan maknanya dengan sabdanya, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” Hadiah menjadi bahasa cinta yang bekerja tanpa suara, namun menguatkan hubungan antara sesama manusia.

Kita sering menggambarkan hadiah sebagai kado dalam kotak rapi, namun Rasulullah melihatnya lebih dalam. Beliau menerima hadiah dari siapa pun—baik sahabat dekat, tetangga, bahkan dari mereka yang baru mengenal Islam. Beliau tidak menilai dari harganya, tetapi dari cinta yang menyertai. Karena itu, hadiah kecil seperti sepotong kurma tetap beliau hargai dengan senyuman dan doa.

Selain itu, hadiah menghadirkan pengalaman spiritual yang tidak selalu terlihat oleh mata. Memberi diam-diam kepada seseorang yang membutuhkan, tanpa nama dan tanpa pengakuan, terasa seperti dialog langsung dengan Allah. Hati menjadi lapang, dan beban hidup terasa ringan. Hadiah menjelma sebagai jembatan antara rasa syukur dan empati, antara manusia dan Pencipta-Nya.

Tidak sedikit orang yang mengalami keajaiban setelah memberi hadiah dengan niat tulus. Mereka merasa Allah membalasnya dalam bentuk yang berbeda—ketenangan, rezeki baru, atau hubungan yang membaik. Dari sini terlihat, hadiah bukan hanya benda yang berpindah tangan, tetapi kebaikan yang kembali ke hati.

Makna Hadiah dalam Sunnah dan Kehidupan (hadiah, cinta, keikhlasan)

Rasulullah ﷺ menghidupkan sunnah hadiah dengan cara sederhana namun berkesan. Beliau tidak sekadar berkata, tetapi memberi contoh. Suatu hari, beliau memberikan hadiah kepada seorang sahabat hanya untuk menguatkan hatinya. Sejak saat itu, sahabat tersebut merasakan kedekatan emosional yang tidak pernah ia lupakan. Hadiah itu bukan mahal, tetapi bernilai karena datang dari hati.

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

Dalam kehidupan modern, kita bisa meniru sikap ini dengan mudah. Misalnya, seorang guru memberi buku kepada muridnya tanpa meminta imbalan. Hadiah itu menumbuhkan semangat belajar, mungkin bahkan menentukan masa depan murid tersebut. Hadiah berupa perhatian, waktu mendengarkan curhat, atau doa di sepertiga malam juga termasuk hadiah yang bernilai abadi.

Lebih jauh lagi, hadiah berperan membuka pintu maaf ketika hubungan mulai retak. Banyak suami-istri, sahabat, atau saudara yang kembali akrab hanya karena satu bingkisan kecil yang dikirim dengan hati rendah hati. Hadiah membuat kita menundukkan ego dan mengangkat rasa sayang. Karena itu, Islam menempatkan hadiah sebagai perekat ukhuwah, bukan hanya tradisi.

Dengan memberi hadiah, seseorang belajar melepaskan kepunyaannya demi kebahagiaan orang lain. Ia tidak kehilangan apa pun, bahkan memperoleh hal baru: ridha Allah, cinta manusia, dan hati yang lebih peka terhadap kebaikan.

Hadiah sebagai Cermin Jiwa dan Jalan Keabadian (makna hadiah, bingkisan cinta)

Hadiah mencerminkan keadaan jiwa pemberinya. Bila seseorang memberi dengan ikhlas, jiwanya ikut terangkat. Harta mungkin berkurang, tetapi keberkahan semakin bertambah. Rasulullah ﷺ mengingatkan, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” Prinsip ini berlaku juga pada hadiah: setiap pemberian yang lahir dari hati akan kembali sebagai kebaikan di dunia dan akhirat.

Di era modern, banyak orang lebih suka memberi emoji, tapi lupa memberi perhatian nyata. Karena itu, makna hadiah dari Rasulullah harus kita hidupkan kembali. Hadiah tidak butuh pesta, tidak perlu panggung. Ia hanya butuh niat yang tulus dan waktu yang tepat.

Bencana Alam Dari Perspektif Islam: Ujian atau Peringatan Allah?

Hadiah yang bersumber dari cinta menjelma menjadi doa, bahkan ketika benda itu sudah hilang. Ia tidak membusuk, tetapi hidup dalam ingatan penerima. Itulah hadiah yang tidak terbeli di toko mana pun—hadiah yang menyambung rasa, menenangkan jiwa, dan menuntun menuju keabadian. (Hendri Hasyim)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement