Khazanah
Beranda » Berita » Belajar Itu Ziarah Panjang — Dari Diri Sendiri Menuju Tuhan

Belajar Itu Ziarah Panjang — Dari Diri Sendiri Menuju Tuhan

Peziarah membawa kitab menuju cahaya, simbol perjalanan ilmu dari diri sendiri menuju Tuhan.
Ilustrasi filosofis tentang proses belajar sebagai perjalanan spiritual manusia menuju Allah.

Surau.co. Belajar itu ziarah panjang — perjalanan dari diri sendiri menuju Tuhan. Kalimat ini bukan sekadar perumpamaan, melainkan hakikat perjalanan ruhani yang sering diabaikan. Sejak kecil, kita diajari bahwa belajar berarti membaca buku, duduk di bangku sekolah, atau menghafal pelajaran. Namun, Burhān al-Dīn al-Zarnūjī, dalam Ta‘lim al-Muta‘allim, menegaskan bahwa belajar sejatinya adalah perjalanan spiritual.

Ia menulis:

“طلب العلم طريق إلى الله تعالى.”
“Menuntut ilmu adalah jalan menuju Allah Ta‘ala.”

Setiap kali kita belajar — membaca ayat, meneliti, menulis, atau berdiskusi — sejatinya kita sedang melangkah menuju Tuhan. Sayangnya, banyak orang berhenti di pintu pertama: mereka menjadikan ilmu sebagai kebanggaan, bukan jalan pulang.

Fenomena Zaman: Banyak yang Belajar, Tapi Tak Mengenal Diri

Zaman ini melimpah dengan orang pintar, tetapi miskin pengenal diri. Gelar akademik bertumpuk, namun hati tetap kering. Kita sibuk mempelajari dunia luar, sementara dunia batin terlupakan. Padahal, Zarnūjī sudah mengingatkan:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“العلم بلا معرفة النفس لا ينفع.”
“Ilmu tanpa mengenal diri tidak akan bermanfaat.”

Ilmu seharusnya menjadi cermin, bukan kostum. Ia membantu kita memahami siapa diri kita, bukan sekadar membuat kita tampak lebih hebat. Karena itu, jika ilmu tidak menuntun pada kesadaran diri, maka perjalanan belajar hanya berputar di luar — tanpa pernah benar-benar pulang.

Ilmu Sejati Membuka Jalan Menuju Allah

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)

Zarnūjī menafsirkan hadis ini secara lebih dalam. Menurutnya, menuntut ilmu bukan sekadar aktivitas akademik, melainkan perjalanan batin seorang murid yang tulus mencari kebenaran. Ia menulis:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

“العلم عبادة بالقلب واللسان والعمل.”
“Ilmu adalah ibadah dengan hati, lisan, dan perbuatan.”

Dengan demikian, belajar bukan hanya proses berpikir, tetapi juga ibadah yang melibatkan seluruh diri. Ketika seseorang menuntut ilmu dengan niat yang jujur, ia sedang menziarahi Tuhannya melalui pengetahuan, menyentuh-Nya lewat tafakur, dan mengenali-Nya melalui refleksi atas ciptaan-Nya.

Fenomena: Belajar yang Terpisah dari Rasa

Kini kita sering menjumpai orang yang pandai berbicara tentang Tuhan, namun gagal meneladani-Nya dalam perilaku. Ilmu berubah menjadi bahan debat, bukan sumber kedamaian. Jauh sebelum itu, Zarnūjī sudah mengingatkan:

“العلم بلا عمل جنون، والعمل بلا علم لا يكون.”
“Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu tidak akan sempurna.”

Belajar tanpa amal bagaikan berjalan tanpa arah, sedangkan amal tanpa ilmu seperti berlari dalam gelap. Karena itu, ziarah ilmu harus menumbuhkan keseimbangan — antara berpikir dan berbuat, antara mengetahui dan mengalami.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Kita belajar bukan untuk memonopoli kebenaran, melainkan agar semakin sadar bahwa kebenaran sejati hanyalah milik Allah semata.

Belajar dari Alam dan Diri Sendiri

Zarnūjī memandang bahwa proses belajar tidak terbatas pada madrasah. Ia menulis:

“من لم يتفكر في نفسه وفي خلق الله، لم يعرف ربه.”
“Barang siapa tidak merenungi dirinya dan ciptaan Allah, maka ia tidak akan mengenal Tuhannya.”

Setiap pengalaman hidup, baik manis maupun pahit, selalu mengandung pelajaran. Kegagalan menguji keikhlasan, keberhasilan menguji kesyukuran, dan kesedihan mengajarkan kesabaran serta tawakal.

Maka, belajar bukan sekadar menambah pengetahuan, tetapi memperdalam kebijaksanaan. Dalam pandangan Zarnūjī, belajar adalah perjalanan tanpa ujung — perjalanan yang melampaui ujian tertulis dan berlanjut di ujian kehidupan.

Fenomena Kehidupan: Ketika Belajar Hanya Mengejar Dunia

Kini, banyak orang belajar demi pekerjaan, bukan demi pencerahan. Sekolah berubah menjadi pabrik ijazah, bukan taman kebijaksanaan. Tentang hal ini, Zarnūjī memberi peringatan keras:

“من طلب العلم للدنيا، حرم بركته.”
“Barang siapa menuntut ilmu demi dunia, maka ia terhalang dari keberkahannya.”

Ilmu sejati tidak bisa dibeli, hanya bisa diterima oleh hati yang ikhlas. Ketika seseorang belajar hanya demi gengsi, rezeki, atau kekuasaan, maka yang tumbuh bukan kebijaksanaan, tetapi kesombongan.

Padahal, ilmu sejati justru lahir dari keheningan — dari pertemuan rahasia antara murid dan Tuhan.

Refleksi: Kembalilah, Karena Belajar Itu Jalan Pulang

Belajar bukan perlombaan, melainkan perjalanan panjang. Bukan tentang seberapa cepat kita menguasai sesuatu, tetapi seberapa dalam ilmu itu mengubah diri kita.

Zarnūjī seakan berbisik lembut: “Jangan berhenti belajar hanya karena kau merasa tahu banyak. Ilmu sejati justru dimulai ketika kau sadar bahwa kau tidak tahu apa-apa.”

Setiap kali kita belajar dengan niat yang jujur, kita sedang melangkah di jalan pulang — dari kebodohan menuju cahaya, dari diri sendiri menuju Tuhan.

Allah ﷻ berfirman:

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah: Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.”
(QS. Ṭāhā: 114)

Doa ini adalah bentuk ziarah paling tulus. Setiap kali kita mengucapkannya, kita berjalan satu langkah lebih dekat kepada Dia yang Maha Mengetahui.

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement