SURAU.CO. Mengelola atau menjaga lingkungan merupakan bagian dari keimanan. Setiap manusia menjadi khalifah yang bertanggung atas pelestarian lingkungan dan tidak boleh berbuat kerusakan. Menurut KH Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur’an sejak lama telah mengingatkan dalam surat Al A’raf ayat 46. Dalam pandangannya menjaga harmoni sosial dan lingkungan adalah bentuk ibadah yang mencerminkan kesalehan pribadi dan sosial secara bersamaan. Manusia adalah khalifah, yaitu wakil Allah yang bertugas mengelola bumi dengan tanggung jawab dan keseimbangan.
Nilai-nilai tersebut, kata Said Agil, adalah dasar teologis bagi umat Islam untuk menjaga alam sebagai amanah Ilahi. “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap,” tuturnya sambil firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 56.
Memakmurkan Bumi dan Menjaga Keseimbangan
Menurut Said Agil, harus memaknai Al-Qur’an dan hadis sebagai upaya membudayakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Untuk itu dakwah yang menanamkan kesadaran ekologis akan membentuk perilaku bijak terhadap alam dan sumber daya. “Ketika nilai-nilai Qur’ani dan Nabawi dihidupkan, umat akan menjadi pelopor perdamaian sekaligus pelindung lingkungan,” katanya Seminar Syiar Qur’an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan, Jumat (17/10) lalu.
Dalam acara yang berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara, Said Agil menyebut manusia diciptakan bukan hanya untuk beribadah secara ritual saja. Namun manusia, lanjutnya, juga tercipta untuk memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangannya. Ia menegaskan bahwa pelestarian lingkungan merupakan bagian dari keimanan, bukan sekadar urusan sosial atau ekonomi. “Al-Qur’an telah menegaskan dalam Surah Al-Baqarah bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah, yaitu wakil Allah yang bertugas mengelola bumi dengan tanggung jawab dan keseimbangan,” ujarnya.
Selain itu, Sad Agil juga menyebut Al-Qur’an juga agar manusia tidak berbuat kerusakan setelah Allah memperbaikinya. Nilai-nilai tersebut adalah dasar teologis bagi umat Islam untuk menjaga alam sebagai amanah Ilahi. Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap.”
Dalam pandangan Said Agil, menjaga harmoni sosial dan lingkungan adalah bentuk ibadah yang mencerminkan kesalehan pribadi dan sosial secara bersamaan. Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. riwayat Ahmad menyebut, “Jika hari kiamat tiba sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.” Menurutnya hadis tersebut mengajarkan bahwa sekecil apa pun usaha kita untuk menjaga alam tetap bernilai ibadah. “Menanam, memelihara, dan tidak merusak adalah ekspresi dari iman yang sejati,” tuturnya.
Dakwah Masa Kini
Menurutnya dakwah Islam seharusnya tidak hanya hadir dalam mimbar saja, namun juga pada ruang-ruang publik. Hal ini penting untuk mendorong perubahan perilaku terhadap lingkungan dan sesama manusia. BagI Said Agil, Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan kaya sumber daya alam. Untuk itu perlu revitalisasi dakwah yang menyejukkan dan mencerahkan. Adanya konflik sosial, degradasi moral, dan krisis iklim menuntut hadirnya dakwah yang substansial dan membangun kesadaran kolektif. “Kita harus menumbuhkan cinta kasih (rahmah), kesadaran sosial (ukhuwah), dan kepedulian ekologis (ḥifẓ al-bī’ah),” jelasnya
Dalam kesempatan tersebut, Said Agi menjelaskan tentang pentingnya peran pemuka agama dan lembaga keagamaan dalam menanamkan nilai-nilai keberlanjutan dan cinta lingkungan. Maka dari itu pendidikan agama, harus menumbuhkan kesadaran ekologis. Hal ini perlu agar generasi muda tidak hanya saleh secara ritual, namun juga peduli terhadap sesama dan alam sekitar.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
