Khazanah
Beranda » Berita » Tawadhu: Rendah Hati di Dunia yang Lomba Pamer Menilik dari Kitab Riyadhus Shalihin

Tawadhu: Rendah Hati di Dunia yang Lomba Pamer Menilik dari Kitab Riyadhus Shalihin

Seorang Muslim menampilkan sikap rendah hati, duduk tenang di tengah lingkungan sederhana
Seorang Muslim menampilkan sikap rendah hati, duduk tenang di tengah lingkungan sederhana, melambangkan tawadhu di tengah dunia yang sering pamer.

Surau.co. Tawadhu atau rendah hati adalah akhlak mulia yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Di tengah dunia yang sering berlomba memamerkan prestasi, kekayaan, atau popularitas, tawadhu menjadi penyeimbang hati agar tidak terjebak dalam kesombongan dan iri hati. Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menekankan bahwa tawadhu adalah ciri orang beriman yang mengenali posisi dirinya di hadapan Allah dan sesama manusia:

“إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِاللَّهِ أَتْقَاهُمْ وَأَوْقَرُهُمْ لَهُ وَأَحْسَنُهُمْ خُلُقًا”
“Orang yang paling dekat dengan Allah adalah yang paling bertakwa, paling menghormati-Nya, dan terbaik akhlaknya.” (Riyadhus Shalihin, Bab Tawadhu)

Al-Qur’an juga mengingatkan pentingnya rendah hati:

“وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا”
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong; sesungguhnya kamu tidak akan menembus bumi dan tidak akan setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37)

Tawadhu bukan sekadar sikap sosial, tetapi fondasi spiritual yang menjaga hati tetap bersih dan rendah di hadapan Allah.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Tawadhu di Tengah Godaan Pamer

Di era media sosial, manusia mudah tergoda untuk memamerkan kehidupan, prestasi, dan kekayaan. Fenomena ini membuat nilai tawadhu terasa semakin mahal. Rasulullah ﷺ memberikan teladan bahwa seseorang boleh sukses, tetapi harus tetap rendah hati dan bersyukur. Imam Nawawi menekankan bahwa rendah hati berarti menahan diri dari kesombongan dan menempatkan diri dengan bijaksana di hadapan orang lain.

Praktik tawadhu meliputi tidak membanggakan diri secara berlebihan, menahan komentar yang merendahkan orang lain, dan menghargai kontribusi orang lain. Dengan demikian, seseorang yang tawadhu tetap dihormati dan dicintai meski hidup sederhana.

Tawadhu dan Ketenangan Hati

Rendah hati mendatangkan ketenangan hati karena seseorang tidak terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Rasulullah ﷺ selalu menunjukkan sikap tawadhu, meski beliau adalah pemimpin umat dan memiliki keutamaan yang tak tertandingi. Imam Nawawi menjelaskan bahwa ketenangan ini muncul karena tawadhu membuat hati fokus pada ketaatan kepada Allah, bukan pada pujian manusia.

Al-Qur’an menekankan pentingnya menahan diri dari kesombongan:

“وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ”
“Orang-orang beriman laki-laki dan perempuan itu saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.” (QS. At-Taubah: 71)

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Ketika seseorang rendah hati, interaksi sosial menjadi lebih harmonis, dan konflik ego dapat diminimalkan.

Tawadhu dalam Kehidupan Sehari-hari

Praktik tawadhu tidak selalu besar; bisa dimulai dari hal sederhana. Misalnya, mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh, menghargai pendapat sahabat, atau mengakui kesalahan sendiri. Imam Nawawi menekankan bahwa akhlak rendah hati terlihat dari tindakan nyata, bukan sekadar ucapan.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“مَنْ نَفَّسَ عَنِ الْمُؤْمِنِ كُرْبَةً مِنَ الْكُرَبِ نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنَ الْكُرَبِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ”
“Barang siapa meringankan kesusahan seorang mukmin, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

Tindakan rendah hati, termasuk membantu tanpa pamer, menumbuhkan keberkahan dan mempererat hubungan sosial.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Tawadhu dan Pendidikan Moral Anak

Mengajarkan anak tawadhu adalah fondasi pendidikan akhlak. Imam Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ selalu mencontohkan rendah hati dalam setiap interaksi, sehingga sahabat dan generasi berikutnya dapat meniru sikap beliau.

Praktik sederhana bagi anak muda termasuk: mengakui kesalahan, menghargai teman sebaya, bersikap sopan kepada orang tua, dan menahan diri dari membanggakan diri di depan teman. Kebiasaan ini membentuk karakter yang kuat, harmonis, dan berakhlak mulia.

Tawadhu dalam Kepemimpinan

Pemimpin yang tawadhu disukai dan dihormati karena mampu mengedepankan kebaikan bersama tanpa kesombongan. Rasulullah ﷺ adalah contoh sempurna: meski beliau memimpin umat, beliau tetap rendah hati, mendengarkan, dan melayani sahabat serta rakyatnya. Imam Nawawi menekankan bahwa kepemimpinan tanpa tawadhu berisiko menimbulkan konflik, ketidakpercayaan, dan kesombongan yang merusak.

Dalam praktiknya, seorang pemimpin tawadhu selalu mendahulukan kepentingan umat, tidak membanggakan diri, dan siap menerima kritik konstruktif. Prinsip ini relevan untuk profesional muda, guru, atau siapa pun yang memimpin kelompok.

Tawadhu dan Keberkahan Hidup

Rendah hati mendatangkan keberkahan dalam kehidupan. Imam Nawawi menegaskan bahwa tawadhu membuka pintu rezeki, meningkatkan hubungan sosial, dan menumbuhkan cinta orang lain. Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa kesederhanaan dan rendah hati bukan kelemahan, melainkan tanda kekuatan spiritual.

Al-Qur’an mengingatkan:

“إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَاضِعِينَ”
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang rendah hati.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Tawadhu membuat hidup lebih damai, hati lebih tenteram, dan hubungan lebih harmonis.

Tawadhu dalam Dunia yang Kompetitif

Di dunia yang sering menekankan prestasi dan pamer, tawadhu menjadi nilai yang unik dan berharga. Imam Nawawi menekankan bahwa rendah hati tidak berarti pasif atau kalah; sebaliknya, tawadhu memungkinkan seseorang berprestasi sambil tetap menjaga akhlak dan integritas.

Contohnya, seseorang bisa sukses di bidang profesional atau akademik, namun tetap bersikap sederhana, mengakui kontribusi orang lain, dan tidak membanggakan diri. Prinsip ini membentuk keseimbangan antara pencapaian duniawi dan spiritual.

Tawadhu sebagai Teladan Spiritual

Tawadhu adalah bentuk keteladanan spiritual yang menuntun hati dan akhlak. Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa rendah hati adalah fondasi semua akhlak mulia. Imam Nawawi menegaskan bahwa orang yang tawadhu selalu menghargai Allah, menghormati manusia, dan menahan diri dari kesombongan.

Dalam keseharian, tawadhu mengajarkan kita untuk menghargai sesama, tidak membanggakan diri, dan menempatkan diri dengan bijaksana dalam setiap interaksi.

Penutup: Rendah Hati, Hati yang Kaya

Tawadhu adalah harta yang tak ternilai di dunia yang gemar pamer. Dengan rendah hati, seseorang menenangkan diri, membangun hubungan harmonis, dan meraih keberkahan. Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa kekuatan sejati terletak pada hati yang sederhana namun penuh kasih, rendah hati namun penuh keberanian.

Belajar tawadhu adalah belajar menyeimbangkan diri: antara percaya diri dan kerendahan, antara prestasi dan kesederhanaan, sehingga hati kaya dengan akhlak mulia dan hidup penuh berkah.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement