Khazanah
Beranda » Berita » Zuhud, Tapi Masih Punya iPhone: Mungkinkah? (Dilihat dari Kitab Riyadhus Shalihin)

Zuhud, Tapi Masih Punya iPhone: Mungkinkah? (Dilihat dari Kitab Riyadhus Shalihin)

Pemuda muslim memegang iPhone di meja kerja, menggambarkan zuhud modern.
Pemuda muslim duduk di meja kerja dengan iPhone di tangan, di sekelilingnya suasana sederhana dan tenang, simbol keseimbangan hidup spiritual dan duniawi.

Surau.co. Zuhud sering dipahami sebagai hidup sederhana, menjauh dari kesenangan dunia, dan menekankan kebersihan hati. Namun, di era digital seperti sekarang, pertanyaan muncul: bisakah seseorang disebut zuhud meski tetap memiliki gadget canggih, seperti iPhone? Fenomena ini kerap menimbulkan perdebatan di kalangan generasi muda dan praktisi spiritual: apakah memiliki perangkat modern bertentangan dengan prinsip zuhud?

Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menekankan bahwa zuhud bukan sekadar meninggalkan dunia, melainkan menahan diri dari keterikatan hati terhadap dunia. Beliau menulis:

“الزُّهْدُ مَا وَزَنَ اللَّهُ بِهِ فِي الْقَلْبِ، وَأَمْسَكَ عَنْهُ الْقَلْبُ”
“Zuhud adalah apa yang tidak ditimbang oleh Allah dalam hati, dan hati menahan diri darinya.” (Riyadhus Shalihin, Bab Zuhud)

Dengan kata lain, zuhud tidak berarti menolak semua kemudahan dunia, tetapi menempatkan hati di atas segalanya.

Zuhud Bukan Sekadar Menolak Dunia

Seringkali, kita terjebak dalam anggapan bahwa zuhud berarti hidup “tanpa teknologi” atau jauh dari kenyamanan. Faktanya, Imam Nawawi menekankan keseimbangan. Dalam kitabnya, beliau mencontohkan bahwa seorang yang memiliki harta atau fasilitas duniawi, selama tidak melekatkan hatinya pada hal itu, tetap bisa dikategorikan zuhud.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Misalnya, memiliki iPhone bisa menjadi bagian dari aktivitas produktif, komunikasi, dan pembelajaran. Selama penggunaan gadget tidak menguasai hati dan memisahkan seseorang dari ibadah, prinsip zuhud tetap terjaga. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“كُونُوا فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكُمْ غُرَبَاءٌ أَوْ عَابِرُو سَبِيلٍ”
“Hiduplah di dunia seolah-olah kamu orang asing atau pengembara.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengingatkan bahwa keterikatan hati, bukan penampilan lahir, yang menjadi inti zuhud.

iPhone Sebagai Alat, Bukan Tujuan

Salah satu prinsip zuhud adalah memandang dunia sebagai alat, bukan tujuan. Dalam konteks modern, iPhone atau gadget lain hanyalah sarana untuk mencapai tujuan positif, bukan simbol kemewahan yang menjerat hati. Misalnya, seorang mahasiswa menggunakan iPhone untuk belajar, membaca Al-Qur’an digital, atau berdakwah melalui media sosial. Dalam konteks ini, iPhone menjadi alat, bukan hambatan spiritual.

Imam Nawawi juga menekankan pentingnya niat. Dalam Bab Zuhud, beliau menulis:

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

“النَّاسُ مَعَاشُهُمْ بِحَسَبِ نِيَّتِهِمْ”
“Manusia mendapatkan kehidupan sesuai dengan niatnya.”

Artinya, niat menentukan apakah dunia mengikat hati atau justru menjadi sarana ibadah dan kebaikan.

Menjaga Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat

Zuhud modern bukan berarti menolak teknologi, melainkan menyeimbangkan dunia dan akhirat. Seorang yang bisa menggunakan gadget tanpa kehilangan fokus pada ibadah, silaturahmi, dan kebaikan, sedang meneladani prinsip zuhud. Bahkan, penggunaan gadget dapat mendukung kegiatan sosial dan dakwah, sesuai ajaran Islam.

Dalam Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi menekankan pentingnya waktu dan manfaat dunia untuk ibadah:

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

“اغتَنِمُوا دُوْنَكُمْ قَبْلَ أَنْ تَغْتَنِمَكُمُ الْمَوْتُ”
“Manfaatkanlah duniamu sebelum kematian menjemputmu.”

Ayat dan hadits ini mengajarkan bahwa alat duniawi, selama digunakan bijak, tidak mengurangi nilai zuhud seseorang.

Tanda Zuhud dalam Kehidupan Sehari-hari

Bagaimana menilai apakah seseorang yang memiliki iPhone tetap zuhud? Ada beberapa indikator praktis:

  1. Hati tidak terikat pada benda: Gadget tidak membuat hati gelisah jika hilang atau tidak tersedia.
  2. Penggunaan bermanfaat: Gadget digunakan untuk kebaikan, bukan sekadar hiburan yang berlebihan.
  3. Menjaga ibadah dan akhlak: Tidak terganggu dalam shalat, tilawah, atau interaksi sosial.
  4. Sederhana dalam gaya hidup: Tidak menampilkan kemewahan sebagai simbol status.

Indikator ini sejalan dengan prinsip Imam Nawawi bahwa zuhud terletak pada hati, bukan sekadar penampilan lahir.

Keseimbangan Antara Material dan Spiritual

Zuhud bukan menolak dunia, tetapi menempatkan dunia pada posisi yang benar. Seorang pemuda yang menggunakan iPhone untuk produktivitas, membaca Al-Qur’an digital, dan berdakwah online, sedang menyeimbangkan dunia dan akhirat. Kehidupan modern tidak meniadakan prinsip zuhud; yang penting adalah niat, kontrol diri, dan fokus pada ibadah.

Al-Qur’an menegaskan pentingnya keseimbangan:

“وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا”
“Carilah (kebaikan) akhirat dengan apa yang Allah telah berikan kepadamu dan jangan lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qasas: 77)

Ayat ini mengajarkan bahwa memiliki alat duniawi seperti iPhone bukanlah dosa, selama tidak mengganggu pencapaian kebaikan akhirat.

Tantangan dan Risiko Digital

Meskipun memungkinkan, tetap ada risiko dalam memiliki gadget. Media sosial, hiburan, atau informasi negatif bisa mempengaruhi hati jika tidak dikelola dengan bijak. Prinsip zuhud mengajarkan kontrol diri: menggunakan dunia dengan sadar, tidak larut dalam kesenangan sementara, dan menempatkan Allah sebagai pusat hidup.

Imam Nawawi menekankan disiplin spiritual agar dunia tidak menguasai hati. Salah satu pengingat beliau:

“مَنْ زَهَدَ فِي الدُّنْيَا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِ النَّاسِ”
“Barang siapa zuhud terhadap dunia, Allah akan memberinya hati manusia.”

Artinya, hati yang lepas dari keterikatan dunia memberi ketenangan, bahkan saat tetap berinteraksi dengan kemajuan teknologi.

Praktik Zuhud di Era Gadget

Untuk menjaga zuhud sambil tetap menikmati kemudahan teknologi, ada beberapa praktik sederhana:

  1. Gunakan gadget dengan tujuan: Fokus pada aktivitas bermanfaat, hindari scrolling tanpa tujuan.
  2. Tetapkan waktu digital: Batasi penggunaan gadget agar tidak mengganggu ibadah dan kualitas hidup.
  3. Sederhana dalam kepemilikan: Tidak terobsesi dengan model terbaru, cukup yang diperlukan.
  4. Refleksi diri rutin: Evaluasi niat dan penggunaan gadget, pastikan tidak mengikat hati.

Praktik ini mencerminkan prinsip zuhud Imam Nawawi: mengutamakan hati yang bersih dan niat yang benar.

Kesimpulan: Zuhud Itu Hati, Bukan Barang

Zuhud bukan menolak dunia, melainkan menata hati agar tidak terikat pada dunia. Memiliki iPhone atau gadget lain bukan bertentangan dengan prinsip zuhud, selama niat, penggunaan, dan kontrol diri dijaga. Imam Nawawi menegaskan bahwa inti zuhud adalah hati yang bebas dari keterikatan dunia, bukan sekadar meninggalkan benda atau fasilitas.

Seorang pemuda yang duduk santai dengan iPhone di tangan, namun tetap fokus pada ibadah, tilawah, dan kebaikan sosial, sebenarnya sedang meneladani prinsip zuhud yang hakiki. Dunia modern tidak menghapus nilai spiritual jika hati tetap pada tempatnya: dekat pada Allah, jauh dari keterikatan berlebihan.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement