SURAU.CO-Manusia sejak semula berada dalam suatu kebersamaan. Ia senantiasa berhubungan dengan manusia-manusia lain dalam wadah persahabatan, lingkungan kerja, rukun warga, rukun tetangga, dan bentuk-bentuk relasi sosial lainnya. Sebagai partisipan kebersamaan, sudah pasti ia menerima pengaruh lingkungannya. Sebaliknya, ia pun dapat memengaruhi dan memberi corak kepada lingkungan sekitarnya.
Manusia terlengkapi cipta, rasa, karsa, norma, cita-cita, dan nurani sebagai karakteristik kemanusiaannya. Kepadanya diturunkan pula agama supaya selain ada relasi dengan sesamanya, ia juga memiliki hubungan dengan Allah, Sang Pencipta.
Manusia dalam perspektif psikologi barat
Berdasarkan pengertian psikologi sebagai ilmu yang menelaah perilaku manusia, para ahli psikologi umumnya berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan merupakan penentu-penentu utama perilaku dan corak kepribadian manusia. Bisa tersimpulkan semua ahli di dunia psikologi dan psikiatri menganut determinan tri-dimensional: organo-biologi, psiko-edukasi, dan sosiokultural. Dalam hal ini, aspek rohani sama sekali tak masuk hitungan, karena mereka anggap termasuk dimensi kejiwaan dan merupakan penghayatan subjektif semata-mata.
Selain itu, psikologi—apa pun alirannya—menunjukkan bahwa filsafat manusia yang mendasarinya bercorak anthroposentrisme. Ini menempatkan manusia sebagai pusat dari segala pengalaman dan relasi-relasinya, serta penentu utama segala peristiwa yang menyangkut masalah manusia dan kemanusiaan. Pandangan ini mengangkat derajat manusia ke tempat teramat tinggi. Ia seakan-akan prima causa yang unik, pemilik akal budi yang sangat hebat, serta memiliki pula kebebasan penuh untuk berbuat apa yang ia anggap baik dan sesuai baginya.
Aliran besar psikologi
Sampai dengan penghujung abad XX, terdapat empat aliran besar psikologi, yaitu:Psikoanalisis (psychoanalysis), Psikologi perilaku (behavior psychology), Psikologi humanistik (humanistic psychology) dan Psikologi transpersonal (transpersonal psychology).
Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut pandang berlainan dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.
Pandangan Freud
Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 kategori: aspek biologis (struktur id), psikologis (struktur ego), dan sosiologis (struktur superego). Dengan pembagian 3 aspek ini, tingkatan tertinggi kepribadian manusia adalah moralitas dan sosialitas, dan tidak menyentuh aspek keagamaan. Lebih lanjut, Freud menyatakan bahwa tingkatan moralitas ia gambarkan sebagai tingkah laku yang irasional, sebab tingkah laku hanya mengutamakan nilai-nilai luas, bukan nilai-nilai yang berada dalam kesadaran manusia sendiri.
Teori Freud ini banyak mendapat kecaman dari psikolog lain. Paul Riccoeur, misalnya, menyatakan bahwa teori Freud telah memperkuat pendapat orang-orang ateis, tetapi ia belum mampu meyakinkan atau membersihkan iman orang-orang yang beragama. Psikolog lain yang membantah teori Freud adalah Allport. Menurutnya, pemeluk agama yang saleh justru mampu mengintegrasikan jiwanya dan mereka tidak pernah mengalami hambatan-hambatan hidup secara serius.
Manusia dari perspektif psikologi Islam
Penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari pembahasan substansi manusia, sebab pembahasan substansi itu dapat menyingkap hakikat dan dinamika prosesnya. Pada umumnya, para ahli membagi substansi manusia atas jasad dan ruh, tanpa memasukkan nafs. Masing-masing aspek yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan: jasad tanpa ruh merupakan substansi yang mati, sedangkan ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi. Karena saling membutuhkan, perlu suatu perantara yang dapat menampung kedua naluri yang berlawanan, yang dalam terminologi psikologi Islam kita sebut dengan nafs. Pembagian substansi tersebut sejalan dengan pendapat Khair al-Din al-Zarkaly yang merujuk pada konsep Ikhwan al-Shafa.
Substansi jasmani
Jasad adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. Setiap makhluk biotik lahiriah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara, dan air.
Jisim (badan) manusia memiliki natur tersendiri. Al-Farabi menyatakan bahwa komponen ini berasal dari alam ciptaan, yang memiliki bentuk, rupa, kualitas, kadar, bergerak, dan diam, serta tersusun dari beberapa organ. Demikian juga, Al-Ghazali memberikan sifat pada komponen ini: dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan tidak berbeda dengan benda-benda lain. Sementara itu, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi. Sedangkan menurut Ibnu Maskawaih, badan sifatnya material, ia hanya dapat menangkap yang abstrak. Jika telah menangkap satu bentuk, kemudian perhatiannya berpindah pada bentuk yang lain, maka bentuk pertama itu lenyap.
Substansi ruhani
Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi kehidupannya. Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism lathif), ada yang menyebutnya substansi sederhana (jauhar basith), dan ada juga substansi rohani (jauhar ruhani). Ruh menjadi pembeda antara esensi manusia dengan esensi makhluk lain. Adapun ruh berbeda dengan spirit dalam terminologi psikologi, sebab istilah ruh memiliki arti jauhar (substansi), sedangkan spirit lebih bersifat ‘aradh (aksiden).
Ruh adalah substansi yang memiliki natur tersendiri. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal jisim alami manusia yang tinggi, yang memiliki kehidupan dengan daya. Sementara bagi Al-Farabi, ruh berasal dari alam perintah (amr) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, ruh merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup, bergerak menembus anggota-anggota tubuh, dan menjalar dalam diri manusia. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa ruh mempunyai dua pengertian: Ruh Jasmaniah dan Ruh Ruhaniah. Ruh Jasmaniah ialah zat halus yang berpusat pada hati (jantung) serta menjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, manusia bisa bergerak (hidup), dapat merasakan berbagai perasaan, serta bisa berpikir, atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan Ruh Ruhaniah adalah bagian dari yang gaib. Dengan ruh ini, manusia dapat mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhannya, serta menyadari keberadaan orang lain (berkepribadian, berketuhanan, dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.(St.Diyar)
Referensi : Muhammad Harfin Zuhdi, Hadis-Hadis Psikologi, 2019.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
