Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali menyaksikan fenomena yang menarik sekaligus memicu pertanyaan mendalam: mengapa rezeki sebagian orang yang tidak beriman (kafir) tampak begitu lancar dan melimpah? Sementara itu, tidak sedikit kaum Muslimin yang taat beribadah justru merasakan kesulitan dalam urusan dunia. Pertanyaan ini telah menjadi perdebatan dan bahan renungan bagi banyak individu, dan dalam artikel ini, kita akan berusaha menguraikan jawabannya melalui kacamata ajaran Islam.
Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami bahwa konsep rezeki dalam Islam jauh lebih luas daripada sekadar harta benda atau kekayaan materi. Rezeki mencakup segala sesuatu yang Allah berikan kepada hamba-Nya, baik berupa kesehatan, waktu luang, ilmu, keluarga yang harmonis, ketenangan jiwa, bahkan iman itu sendiri. Allah SWT adalah Sang Maha Pemberi Rezeki (Ar-Razzaq), dan Dia membagikannya kepada seluruh makhluk-Nya tanpa memandang status keimanan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 6:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa jaminan rezeki berlaku untuk semua makhluk hidup, termasuk orang kafir sekalipun. Rezeki adalah hak prerogatif Allah dan diberikan sesuai kehendak-Nya, berdasarkan hikmah yang mungkin belum kita pahami sepenuhnya.
Hikmah di Balik Kelancaran Rezeki Orang Kafir
Ada beberapa hikmah mendalam yang dapat kita ambil dari kelancaran rezeki orang kafir, sebagaimana dijelaskan dalam ajaran Islam:
-
Ujian dan Cobaan bagi Orang Beriman:
Kelancaran rezeki orang kafir bisa menjadi ujian bagi orang-orang beriman. Apakah dengan melihat kemewahan dunia mereka akan goyah imannya? Apakah mereka akan iri dan melupakan janji-janji Allah tentang kebahagiaan akhirat? Seorang mukmin sejati tidak akan terperdaya oleh gemerlap dunia yang dinikmati orang lain, melainkan fokus pada tujuan akhiratnya. -
Istidraj: Jebakan Kesenangan Duniawi:
Konsep istidraj adalah salah satu penjelasan penting. Istidraj berarti Allah terus memberikan nikmat dan kelancaran kepada seseorang, meskipun ia terus-menerus berbuat maksiat, sehingga ia semakin terbuai dan jauh dari kebenaran. Mereka tidak menyadari bahwa setiap nikmat yang diberikan justru semakin menarik mereka ke dalam jurang kehancuran.Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 182:
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui.”
Ini adalah peringatan serius bahwa kelancaran rezeki bisa jadi bukan berkah, melainkan sebuah jebakan. Orang yang di-istidraj merasa bahwa apa yang ia lakukan adalah benar karena hidupnya nyaman, padahal ia sedang diseret menuju azab yang lebih pedih.
-
Bentuk Keadilan Allah di Dunia:
Allah adalah Maha Adil. Di dunia ini, Allah memperlakukan semua manusia berdasarkan amal perbuatan mereka di dunia. Orang kafir yang bekerja keras, cerdas, dan profesional dalam suatu bidang, wajar jika mereka mendapatkan hasil dari usahanya. Ini adalah bentuk keadilan Allah di dunia, di mana setiap usaha akan menghasilkan sesuatu. Namun, balasan di akhirat akan berbeda. -
Sebagai Bukti Kekuasaan Allah:
Kelancaran rezeki bagi orang kafir juga menunjukkan bahwa kekuasaan Allah tidak terbatas oleh keimanan seseorang. Dia mampu memberi siapa saja yang Dia kehendaki, untuk tujuan dan hikmah yang Dia ketahui. Ini seharusnya semakin menguatkan keyakinan kita akan kebesaran Allah.
Perbedaan Rezeki Orang Beriman dan Orang Kafir
Meskipun rezeki di dunia dapat diberikan kepada siapa saja, ada perbedaan fundamental antara rezeki yang diterima orang beriman dan orang kafir:
-
Keberkahan: Rezeki orang beriman, sekecil apapun, cenderung lebih berkah. Keberkahan adalah bertambahnya kebaikan dan manfaat dari sesuatu. Sedikit rezeki yang berkah bisa mendatangkan ketenangan hati dan kecukupan, sementara banyak rezeki tanpa berkah bisa mendatangkan kegelisahan dan kesengsaraan.
-
Tujuan Akhirat: Bagi orang beriman, rezeki adalah sarana untuk beribadah dan mencapai kebahagiaan akhirat. Mereka menggunakan rezekinya di jalan Allah, berinfak, bersedekah, dan membantu sesama.
-
Dampak Psikologis: Orang beriman cenderung lebih bersyukur atas rezeki yang diberikan, sehingga hati mereka lebih tenang dan damai. Sementara orang kafir, meskipun bergelimang harta, seringkali merasa kosong dan tidak puas.
-
Balasan di Akhirat: Ini adalah perbedaan paling signifikan. Rezeki yang dinikmati orang kafir di dunia adalah balasan tunai atas kebaikan atau usahanya di dunia, dan mereka tidak akan mendapatkan apa-apa lagi di akhirat kecuali azab. Sebaliknya, orang beriman yang bersabar dan bersyukur atas rezekinya, akan mendapatkan balasan yang jauh lebih baik di akhirat.
Pelajaran Penting bagi Umat Muslim
-
Jangan Terlena dengan Dunia: Umat Muslim tidak boleh tergiur atau iri dengan kemewahan dunia yang dimiliki orang kafir. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara. Fokus utama seorang Muslim adalah kehidupan akhirat yang kekal.
-
Fokus pada Ketaatan: Rezeki yang sesungguhnya adalah keimanan, kesehatan, dan ketenangan hati. Prioritaskan ketaatan kepada Allah, karena dengan ketaatan, Allah akan membukakan pintu-pintu rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
-
Bersyukur dan Sabar: Apa pun kondisi rezeki kita, penting untuk selalu bersyukur jika diberi kelapangan, dan bersabar jika diuji dengan kesempitan. Setiap kondisi adalah bagian dari rencana Allah yang Maha Bijaksana.
-
Berusaha dan Bertawakal: Islam mengajarkan kita untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mencari rezeki, namun pada akhirnya, kita harus bertawakal kepada Allah. Hasil akhir sepenuhnya ada di tangan-Nya.
Kesimpulan
Kelancaran rezeki orang kafir adalah bagian dari misteri dan hikmah Allah SWT yang luas. Fenomena ini bisa menjadi ujian, istidraj, atau bentuk keadilan Allah di dunia. Bagi seorang Muslim, ini adalah pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada banyaknya harta benda, melainkan pada keimanan yang kokoh dan ketenangan jiwa yang didapatkan melalui ketaatan kepada Allah. Jadikan setiap rezeki sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan sebagai tujuan akhir. Ingatlah selalu bahwa balasan terbaik dan kekal ada di akhirat kelak.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
