Khazanah
Beranda » Berita » Ilmu Itu Rezeki yang Turun Lewat Kejujuran Hati

Ilmu Itu Rezeki yang Turun Lewat Kejujuran Hati

Santri menunduk di bawah cahaya pagi, simbol kejujuran hati yang menarik rezeki ilmu.
Ilustrasi filosofis tentang ilmu sebagai rezeki spiritual yang turun kepada hati yang bersih.

Surau.co. Ilmu itu rezeki yang turun lewat kejujuran hati. Kalimat ini mungkin terdengar puitis, tapi sesungguhnya adalah kebenaran yang dalam. Banyak orang hari ini belajar keras, membaca banyak buku, mengikuti ratusan pelatihan, tapi tetap saja merasa hampa. Ilmu datang, tapi cepat hilang. Hafalan menumpuk, tapi makna tak menyentuh.

Burhān al-Dīn al-Zarnūjī dalam kitab klasiknya Ta‘lim al-Muta‘allim mengingatkan bahwa ilmu bukan sekadar hasil dari kerja keras, tapi anugerah yang Allah turunkan ke hati yang bersih dan jujur. Ia menulis:

“العلم نور، ونور الله لا يُعطى للعاصي.”
“Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.”

Zarnūjī menekankan bahwa ilmu sejati adalah rezeki spiritual. Ia tidak datang lewat logika semata, melainkan lewat kejujuran hati yang ingin mendekat kepada Allah. Karena itu, orang yang belajar dengan niat palsu — untuk pamer, untuk prestise, atau untuk kuasa — hanya akan mendapat pengetahuan, bukan cahaya.

Fenomena Zaman: Banyak Ilmu, Sedikit Keberkahan

Hari ini, ilmu ada di ujung jari. Tapi ironinya, semakin mudah orang mendapat ilmu, semakin jauh pula manusia dari kebijaksanaan. Banyak yang tahu, tapi sedikit yang benar-benar paham. Banyak yang bicara tentang kebaikan, tapi hatinya jauh dari ketulusan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Zarnūjī menulis nasihat yang menembus zaman:

“من لم يُخلِص في طلب العلم لم ينتفع به.”
“Barang siapa tidak ikhlas dalam menuntut ilmu, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat darinya.”

Kejujuran hati adalah kunci yang membuka pintu keberkahan ilmu.
Kalau belajar hanya untuk dunia, maka hasilnya pun dunia. Tapi kalau belajar untuk Allah, maka hasilnya adalah kedamaian, kemanfaatan, dan keabadian pahala.

Kita sering lupa bahwa ilmu bukan sekadar informasi, tapi energi ruhani. Ia hanya bisa masuk kalau hati kita jujur, bersih dari kepentingan, dan siap untuk tunduk kepada kebenaran.

Ilmu Tak Akan Menetap di Hati yang Kotor

Ilmu itu seperti air. Ia hanya bisa jernih kalau wadahnya bersih. Hati yang penuh kebohongan, iri, dan sombong tidak akan mampu menampung cahaya ilmu. Zarnūjī menulis lagi:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

“من لم يُهذّب نفسه لم ينتفع بعلمه.”
“Barang siapa tidak membersihkan dirinya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat.”

Membersihkan diri bukan hanya soal dosa, tapi juga soal kejujuran niat. Karena niat adalah akar dari semua amal. Jika akar itu busuk, maka buahnya pun tidak akan manis.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Baqarah: 195)

Berbuat baik bukan sekadar tindakan lahiriah, tapi juga kemurnian batiniah. Dan belajar adalah ibadah — amal yang seharusnya dilakukan dengan keikhlasan dan kejujuran.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Ilmu yang lahir dari hati yang jujur tidak hanya menerangi pikiran, tapi juga mengubah kehidupan.

Fenomena: Ilmu Dijadikan Tangga, Bukan Cahaya

Zarnūjī mengkritik hal yang kini sangat relevan: banyak orang menjadikan ilmu sebagai tangga sosial.
Ia menulis dengan getir:

“من طلب العلم لغير الله فهو محروم من بركته.”
“Barang siapa menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia akan terhalang dari keberkahannya.”

Kita lihat, ada yang belajar agama untuk dihormati. Ada yang belajar sains untuk kekuasaan. Ada pula yang belajar filsafat untuk membenarkan keangkuhannya.
Padahal, ilmu sejati justru membuat kita semakin rendah hati, semakin sadar betapa kecilnya diri ini di hadapan kebesaran Tuhan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Barang siapa merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan meninggikannya.”
(HR. Muslim)

Kejujuran hati adalah bentuk paling murni dari kerendahan diri. Ia adalah pengakuan bahwa kita tidak tahu apa-apa, kecuali yang Allah izinkan untuk kita tahu.

Kejujuran Hati Mengundang Cahaya Ilmu

Kalau hati jujur, ilmu akan datang seperti hujan yang turun ke bumi subur. Tapi kalau hati penuh kepura-puraan, ilmu akan lewat begitu saja seperti hujan di atas batu.

Zarnūjī menulis lagi:

“ينبغي لطالب العلم أن يصدق في أقواله وأفعاله.”
“Seorang penuntut ilmu harus jujur dalam perkataan dan perbuatannya.”

Kejujuran bukan hanya soal tidak berbohong, tapi soal ketulusan niat.
Kalau kamu berkata sedang belajar demi Allah, buktikan dengan cara belajar yang tidak menyakiti, tidak menghina, dan tidak sombong.
Karena Allah tidak menurunkan ilmu kepada hati yang memanfaatkan pengetahuan untuk merendahkan orang lain.

Ilmu sejati selalu membawa ketenangan, bukan kebingungan. Karena ia datang dari hati yang jujur dan diterima oleh hati yang tulus.

Fenomena: Ilmu Tanpa Rasa Takut kepada Allah

Zarnūjī menutup banyak bab dalam Ta‘lim al-Muta‘allim dengan satu pesan:
“Ilmu harus membawa kita kepada Allah, bukan menjauhkan kita dari-Nya.”

Ia menulis:

“من ازداد علماً ولم يزدد خشية لله فقد ابتعد عن الله.”
“Barang siapa bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah rasa takutnya kepada Allah, maka ia justru semakin jauh dari-Nya.”

Banyak orang sekarang tahu banyak ayat, banyak teori, tapi kehilangan khusyu’. Mereka hafal dalil tapi kehilangan kepekaan.
Itu tanda bahwa ilmu mereka belum menyentuh hati.

Kalau hati jujur, ilmu akan menumbuhkan rasa takut, kagum, dan cinta kepada Allah. Tapi kalau hati tertutup oleh niat duniawi, ilmu malah menjadi sumber kesombongan yang halus.

Refleksi: Jadikan Ilmu Sebagai Jalan Pulang

Ilmu sejati bukan tujuan, tapi jalan. Jalan untuk pulang kepada Allah dengan lebih terang, lebih lembut, dan lebih sadar.
Dan jalan itu hanya bisa dilalui oleh hati yang jujur.

Kalau belajar membuatmu sombong, berarti kamu baru mengoleksi pengetahuan, belum menerima ilmu.
Kalau belajar membuatmu merendah, berarti kamu sedang diberi cahaya — rezeki yang turun lewat kejujuran hatimu.

Zarnūjī seakan berkata kepada kita semua: “Jagalah hatimu. Karena dari sanalah ilmu datang, tumbuh, dan memberi manfaat.”

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement