Khazanah
Beranda » Berita » Belajar Itu Ibadah yang Panjang Umur

Belajar Itu Ibadah yang Panjang Umur

Seorang pelajar menulis di bawah lampu minyak, simbol ilmu yang abadi dan penuh keberkahan.
Ilustrasi filosofis tentang ilmu sebagai ibadah yang abadi, menggambarkan warisan pengetahuan yang menembus waktu.

Surau.co. Belajar itu ibadah yang panjang umur. Kalimat ini bukan sekadar motivasi, tapi kenyataan yang dirasakan oleh siapa pun yang menuntut ilmu dengan niat yang benar. Ilmu yang dipelajari karena Allah tidak mati bersama tubuh kita — ia terus hidup di dalam pikiran orang lain, dalam tindakan, dan dalam perubahan-perubahan yang kita tinggalkan.

Dalam kitab Ta‘lim al-Muta‘allim, Burhān al-Dīn al-Zarnūjī menjelaskan bahwa menuntut ilmu bukan kegiatan duniawi semata, tetapi ibadah yang nilainya terus mengalir. Ia menulis:

“طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة.”
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah.”

Zarnūjī memaknai “kewajiban” ini bukan hanya sebagai perintah untuk belajar, tetapi juga panggilan untuk memperpanjang kehidupan spiritual. Karena orang yang berilmu tidak benar-benar mati — ilmunya terus tumbuh di kehidupan orang lain.

Belajar di Tengah Dunia yang Serba Cepat

Kita hidup di dunia yang menghargai kecepatan. Orang ingin tahu banyak hal dengan segera, tapi sering lupa untuk memahami dengan mendalam. Buku dibaca tergesa, kuliah dijalani karena gelar, bukan karena rasa ingin tahu. Padahal, dalam tradisi Islam klasik, belajar bukan sekadar mengisi kepala, tapi juga menumbuhkan jiwa.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Zarnūjī menulis:

“ينبغي لطالب العلم أن يُخلِص نيّته لله تعالى في طلب العلم.”
“Seorang penuntut ilmu harus memurnikan niatnya hanya karena Allah Ta‘ala.”

Belajar yang diniatkan karena Allah adalah ibadah. Ia tidak berhenti di ruang kelas, tapi berlanjut di kehidupan sehari-hari. Saat seseorang mempelajari sesuatu untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat bagi orang lain, maka setiap waktunya menjadi bernilai ibadah.

Itulah mengapa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Bayangkan, belajar bukan hanya tentang nilai dan pekerjaan, tapi jalan menuju surga. Itulah sebabnya, belajar itu ibadah yang panjang umur — nilainya tidak habis, bahkan ketika kita sudah tiada.

Ilmu yang Bernilai Adalah Ilmu yang Diamalkan

Zarnūjī menegaskan hubungan erat antara ilmu dan amal. Ia menulis:

“العلم يدعو إلى العمل، فإن أجابه وإلا ارتحل.”
“Ilmu akan memanggil amal. Jika amal menjawabnya, ilmu akan menetap; jika tidak, ilmu akan pergi.”

Ilmu tanpa amal seperti bunga tanpa harum. Ia terlihat indah, tapi tidak memberi makna. Banyak orang pandai berbicara tentang kebaikan, tapi sedikit yang melakukannya. Karena itu, Zarnūjī menekankan: ilmu sejati tidak berhenti di kata-kata, tapi hidup di perbuatan.

Ketika ilmu diterapkan dalam hidup, maka ia menjelma menjadi ibadah yang terus mengalir.
Seseorang yang mengajarkan satu hal baik, lalu diamalkan oleh orang lain, mendapat pahala berkelanjutan. Inilah yang dimaksud dengan amal jariyah ilmu — pahala yang terus hidup bahkan setelah tubuh kita dikubur.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
“Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim)

Ilmu yang bermanfaat tidak mengenal usia. Ia menembus batas waktu. Mungkin kamu meninggal dunia, tapi kata-katamu, tulisanmu, dan ajaranmu tetap hidup.

Belajar Adalah Perjalanan Menjadi Manusia yang Lebih Dalam

Zarnūjī bukan hanya berbicara soal metode belajar, tapi tentang bagaimana belajar mengubah manusia. Dalam Ta‘lim al-Muta‘allim, ia menulis:

“من لم يُهذّب أخلاقه لم ينتفع بعلمه.”
“Barang siapa tidak memperbaiki akhlaknya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat.”

Belajar yang benar bukan hanya memperbanyak wawasan, tapi memperhalus akhlak. Orang yang berilmu sejati akan semakin rendah hati, karena sadar betapa luasnya pengetahuan Allah dibanding dirinya.

Kita sering melihat orang yang rajin belajar tapi tetap kasar, arogan, dan merasa paling benar. Padahal, ilmu yang sejati justru menumbuhkan rasa tunduk. Karena semakin seseorang tahu, semakin ia sadar bahwa masih banyak yang belum ia ketahui.

Belajar bukan sekadar menaklukkan kebodohan, tapi menaklukkan kesombongan dalam diri. Dan ketika kesombongan runtuh, muncullah cahaya kebijaksanaan. Itulah tanda bahwa belajar telah menjadi ibadah, bukan sekadar aktivitas duniawi.

Fenomena Hari Ini: Ilmu Tanpa Ruh

Di zaman modern, ilmu sering terlepas dari nilai. Orang belajar ekonomi tapi lupa keadilan. Belajar teknologi tapi lupa kemanusiaan. Belajar agama tapi lupa kasih sayang. Akibatnya, ilmu kehilangan ruhnya.

Zarnūjī memberi isyarat akan hal ini lewat nasihatnya:

“العلم نور، ونور الله لا يُعطى للعاصي.”
“Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.”

Cahaya ilmu tidak bisa bersinar di hati yang kotor. Maka, membersihkan niat dan memperbaiki moral adalah bagian penting dari belajar.
Kalau ilmu hanya dipakai untuk mengejar dunia, maka manfaatnya terbatas pada dunia. Tapi kalau dipelajari untuk mencari ridha Allah, maka ia akan menjadi ibadah yang panjang umur — terus hidup bahkan setelah dunia berakhir.

Refleksi: Menghidupkan Ilmu, Menghidupkan Diri

Belajar itu ibadah yang panjang umur karena ilmu yang benar selalu melahirkan kehidupan. Ia menyalakan hati, memperhalus jiwa, dan menumbuhkan empati.
Satu kata baik yang kamu ucapkan bisa menyelamatkan seseorang. Satu ide yang kamu tulis bisa menuntun generasi.
Itulah mengapa orang berilmu sejati tidak pernah mati.

Belajar bukan hanya tentang membaca buku, tapi juga membaca kehidupan.
Setiap pengalaman adalah ayat, setiap manusia adalah guru, dan setiap kesalahan adalah pelajaran.
Kalau kamu belajar dengan hati yang ikhlas, maka setiap langkahmu menuju kebaikan akan menjadi ibadah yang terus menua dengan indah — tapi tidak pernah mati.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement