Khazanah
Beranda » Berita » Kalau Nggak Sopan Sama Guru, Ilmumu Bakal Mandul

Kalau Nggak Sopan Sama Guru, Ilmumu Bakal Mandul

Murid bersimpuh di hadapan guru dalam cahaya lembut, simbol adab dalam menuntut ilmu.
Ilustrasi simbolis tentang murid yang belajar dengan hati yang penuh takzim, menandakan keberkahan ilmu.

Surau.co. Kalau nggak sopan sama guru, ilmumu bakal mandul. Kalimat ini mungkin terdengar kuno di telinga sebagian orang modern. Tapi kalau kamu pernah benar-benar belajar dari hati, kamu pasti tahu: ilmu itu tidak sekadar soal kecerdasan, tapi juga keberkahan. Dan keberkahan itu turun lewat adab.

Burhān al-Dīn al-Zarnūjī dalam kitabnya Ta‘lim al-Muta‘allim sudah lama menegaskan hal ini. Ia menulis:

“العلم لا يُنال إلا بالأدب مع الأستاذ.”
“Ilmu tidak akan diraih kecuali dengan menjaga adab terhadap guru.”

Zarnūjī tidak bicara tentang formalitas. Ia sedang bicara tentang hubungan spiritual antara murid dan guru. Guru bukan sekadar penyampai materi, tapi perantara cahaya. Kalau hubungan itu rusak karena kesombongan, maka aliran cahaya itu pun terputus. Maka jangan heran kalau ada orang yang pintar tapi tidak bijak, banyak tahu tapi tidak tenang. Itu tandanya ilmu mereka mandul — hidup di kepala, tapi mati di hati.

Fenomena Zaman: Murid yang Pintar Tapi Kurang Ajar

Lihatlah fenomena hari ini. Banyak murid merasa lebih tahu dari gurunya hanya karena bisa mencari jawaban di internet. Banyak mahasiswa yang menganggap dosennya ketinggalan zaman. Ada juga yang mengkritik gurunya di media sosial, seolah sudah sejajar dalam ilmu dan pengalaman.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Padahal, Zarnūjī mengingatkan:

“من لم يوقّر أستاذه لم ينتفع بعلمه.”
“Barang siapa tidak menghormati gurunya, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmunya.”

Ilmu itu bukan barang dagangan yang bisa dibeli, tapi sesuatu yang dititipkan. Ia berpindah bukan hanya lewat suara, tapi lewat keberkahan hati. Kalau kamu belajar tanpa adab, ilmu itu tidak akan menempel. Ia lewat begitu saja, seperti hujan yang jatuh di batu.

Banyak orang zaman sekarang ingin cepat pintar tapi malas menundukkan ego. Padahal, ilmu yang benar lahir dari kerendahan hati. Dari sikap siap mendengar, bukan siap membantah.

Cahaya Ilmu Tidak Turun pada Orang yang Sombong

Rasulullah ﷺ bersabda:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Barang siapa merendahkan diri karena Allah, niscaya Allah akan meninggikannya.”
(HR. Muslim)

Kerendahan hati di hadapan guru adalah bagian dari ibadah. Karena dalam Islam, menghormati guru adalah menghormati ilmu, dan menghormati ilmu berarti menghormati Allah.

Zarnūjī juga menulis:

“ينبغي للطالب أن لا يتقدّم على أستاذه في قولٍ أو فعلٍ.”
“Seyogianya murid tidak mendahului gurunya dalam perkataan maupun perbuatan.”

Bukan berarti murid harus membungkam pikiran, tapi harus tahu tempatnya. Adab bukan mengekang, tapi menyiapkan wadah agar ilmu bisa masuk. Seperti air yang hanya bisa ditampung oleh bejana yang tenang.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Kalau hati sombong, ilmu yang datang akan tumpah sia-sia. Karena cahaya Allah tidak turun ke hati yang penuh kesombongan.

Guru Adalah Jalan, Bukan Tuhan Kecil

Guru memang bukan malaikat, apalagi Tuhan. Mereka juga manusia, bisa salah, bisa lelah. Tapi lewat merekalah Allah mengalirkan cahaya ilmu. Maka menghormati guru bukan soal menyembah orang, tapi menghargai jalan datangnya cahaya.

Zarnūjī menulis lagi:

“من استخف بأستاذه حُرم بركة العلم.”
“Barang siapa meremehkan gurunya, maka ia akan kehilangan berkah ilmu.”

Berkah adalah sesuatu yang tidak terlihat tapi terasa. Ia membuat sedikit ilmu menjadi luas, membuat pemahaman sederhana menjadi mendalam. Tapi kalau berkah itu hilang, yang tersisa hanyalah hafalan tanpa makna.

Hari ini banyak orang pandai berargumen, tapi sedikit yang beradab. Banyak yang pandai bicara, tapi minim ketenangan batin. Karena mereka memutus mata rantai keberkahan itu dengan kesombongan.

Belajar dengan Hati yang Lembut, Bukan Kepala yang Keras

Di dunia modern, murid sering diposisikan sebagai “konsumen pendidikan”. Ia bayar, maka ia merasa berhak menuntut. Tapi dalam pandangan Islam klasik, murid bukan konsumen — ia adalah penziarah ilmu. Ia datang bukan untuk menuntut, tapi untuk menyerap dan membersihkan diri.

Zarnūjī mengajarkan bahwa niat belajar harus benar. Ia menulis:

“ينبغي لطالب العلم أن يُخلِص نيّته لله تعالى في طلب العلم.”
“Seorang penuntut ilmu seharusnya memurnikan niatnya hanya untuk Allah dalam menuntut ilmu.”

Kalau niatnya lurus, adab akan tumbuh dengan sendirinya. Karena orang yang belajar karena Allah akan otomatis menjaga sikap — ia tidak akan melukai hati gurunya, karena tahu bahwa ridha guru bagian dari ridha Tuhan.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

مَنْ لَا يَشْكُرِ النَّاسَ لَا يَشْكُرِ اللَّهَ
“Barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.”
(HR. Tirmidzi)

Guru termasuk orang yang paling pantas mendapat terima kasih. Karena lewat merekalah Allah membimbing kita mengenal dunia dan akhirat.

Fenomena Murid Modern: Banyak Tahu, Sedikit Takzim

Sekarang banyak murid yang pandai berteori tentang etika, tapi gagal mempraktikkannya. Di ruang kuliah, mereka sopan di depan, tapi mengeluh di belakang. Di media sosial, mereka menulis kutipan tentang adab, tapi menyerang gurunya dengan sindiran.

Padahal, dalam pandangan Zarnūjī, adab itu bukan kosmetik sosial. Ia adalah fondasi. Tanpa adab, ilmu akan kehilangan daya tumbuhnya. Seperti pohon tanpa akar, tinggi tapi mudah tumbang.

Adab bukan tentang menyanjung, tapi tentang menjaga keberkahan agar ilmu tidak mandul. Maka, kalau kamu belajar hanya dengan kepala tapi lupa hati, kamu hanya akan pintar, bukan tercerahkan.

Refleksi: Sujudlah Hatimu Sebelum Lidahmu Bicara

Zarnūjī mengajarkan bahwa ilmu sejati tidak lahir dari kecerdasan, tapi dari kerendahan hati. Karena ilmu bukan hasil logika semata, tapi buah dari tawadhu’ — sikap tunduk dan hormat terhadap sumber pengetahuan.

Maka sebelum kamu mengkritik gurumu, tanyakan dulu: apakah hatimu sudah bersih dari kesombongan? Sebelum kamu menyalahkan nasihat gurumu, tanyakan dulu: apakah kamu benar-benar mendengarkan?

Karena kalau nggak sopan sama guru, ilmumu bakal mandul.
Dan mandul di sini bukan sekadar tidak bisa mengajar orang lain, tapi juga tidak bisa mengubah dirimu sendiri.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement