SURAU.CO – Semangat Shubuh, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh , Bismillah. Kisah ini bukan sekadar cerita tentang kemiskinan. Ini adalah kisah tentang perjuangan, tentang air mata yang dijadikan bahan bakar semangat, tentang seorang ibu yang menggenggam takdir dengan kedua tangannya demi satu hal: masa depan anaknya.
Namanya Bu Rosmiati. Usianya 46 tahun, tinggal di sebuah gang sempit di pinggiran kota Palembang. Setiap subuh, ia sudah bangun, merebus lontong, menanak gulai, dan menyiapkan dagangan di gerobak kecilnya yang reyot. Tak banyak yang tahu, ia sudah menjanda sejak anaknya, Dilan, berusia 5 tahun.
Suaminya meninggal karena sakit paru-paru yang lama tak tertangani. Sejak itu, Rosmiati jadi segalanya: ayah, ibu, pencari nafkah, sekaligus pelindung dari dunia yang kejam.
“Lontong sayur aja bisa basi kalau nggak dijaga. Apalagi anak,” ujarnya suatu hari sambil menyeka keringat di dahi, di bawah terik matahari yang membakar.
Konflik itu Datang Saat Dilan Masuk SMA
Hari itu, Dilan pulang dengan wajah tertunduk. Di tangannya, sepasang sandal jepit putus dan surat pemberitahuan dari sekolah: besok wajib memakai sepatu hitam.
“Bu, Dilan nggak bisa sekolah besok. Sandal Dilan rusak. Sepatu juga udah kekecilan dari bulan lalu,” katanya lirih.
Rosmiati hanya diam. Ia tahu anaknya tak meminta banyak, bahkan terlalu sering menahan malu. Tapi hari itu, tatapan Dilan seperti anak yang merasa kalah sebelum bertanding.
Malam itu, di dapur mungilnya yang hanya diterangi lampu minyak, Rosmiati membuka kaleng bekas biskuit tempat ia menyimpan uang. Isinya: Rp18.000.
Ia menghitung berkali-kali, berharap jumlahnya berubah.
Subuh Itu, Ia Menitipkan Harapannya pada Sehelai Doa
Jam 3 pagi, Rosmiati keluar rumah. Ia menyusuri pasar gelap, mencari pedagang loakan yang biasa menjual sepatu bekas.
“Bu, yang ini masih layak. Cuma solnya udah tipis,” kata si penjual sambil menunjuk sepatu hitam bekas, ukuran 40. Pas di kaki Dilan. Harganya: Rp25.000.
Rosmiati menawar, memohon, dan akhirnya memberikan uang terakhirnya plus seplastik lontong dagangan sebagai tambahan.
Dengan napas berat, ia pulang membawa sepatu dalam kantong kresek hitam. Sesampainya di rumah, ia menyeka bagian dalamnya, menambal sol dengan potongan sandal bekas, dan mengikat tali yang sudah kusut.
Sabar dan Terus Berusaha
“Bu, Ini Sepatu dari Mana?” Dilan menatap sepatu itu pagi-pagi sekali, tak percaya. Bukan baru, tapi bersih dan wangi sabun cuci. Ada sobekan kecil di sisi, tapi rapi dijahit.
“Ibu tukar dengan lontong,” jawab Rosmiati sambil tersenyum.
“Lontong buat jualan, Bu?”
Rosmiati mengangguk pelan.
“Gimana ibu bisa jualan hari ini?”
“Ibu nggak jualan dulu. Hari ini, ibu pengen liat kamu berangkat sekolah pakai sepatu.
Itu cukup buat ibu kuat sampai malam.”
Dilan menangis. Bukan karena sedih, tapi karena merasa terlalu dicintai. Ia mencium tangan ibunya, yang kasar, pecah-pecah, tapi penuh berkah.
Sore Hari, Dilan Pulang Membawa Sesuatu
Ia membuka tasnya, mengeluarkan amplop dari guru BK. Isinya: bantuan beasiswa untuk siswa kurang mampu.
“Ibu, ini, dari sekolah. Kata bu guru, Dilan dipilih karena nggak pernah bolos, selalu bantu-bantu, dan tetap rajin meski miskin.” Rosmiati terdiam. Air matanya jatuh. Ia memeluk anaknya seperti anak kecil yang baru pulang dari medan perang.
“Liat, Nak,” katanya sambil menatap langit senja. “Tuhan itu nggak tidur. Asal kita sabar dan terus berusaha, rezeki pasti datang. Kadang bukan dalam bentuk uang, tapi dari orang-orang baik yang dititipkan Allah untuk bantu kita.”
Pesan yang Menghujam
Hidup memang tak pernah menjanjikan jalan yang mudah. Tapi Allah tak pernah lalai pada hamba-Nya yang sabar, Bu dulu kamu anggap biasa saja?
Atau mungkin kamu seperti Dilan—yang hanya ingin sepatu layak, bukan untuk bergaya, tapi agar tak ditertawakan.
Atau seperti Rosmiati—yang rela tak makan demi anaknya bisa sekolah.
Jika kisah ini menyentuhmu, tulislah di komentar:
Karena itu, mari kita doakan mereka, atau doakan mereka yang sudah tiada. Karena tanpa doa anak saleh, mungkin mereka hanya tinggal nama di batu nisan.
“Ya Allah, sayangilah orang tuaku sebagaimana mereka menyayangiku saat aku kecil”, selanjutnya aku panjatkan doa, Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.
Dengan penuh harap, Aamiin. jika kamu merasakan hangatnya kasih sayang dalam cerita ini. Bagikan agar lebih banyak yang bisa mengambil hikmahnya.
Share kisah ini agar lebih bermanfaat bagi yang lain dan menjadi amal jariyah baik untukmu. #muslimmalaysia #muslimsingapore #brunei #mosquesg #motivasikehidupan
Selamat menjalankan ibadah Sholat Shubuh dan aktivitas hari ini. Yaa Allah tolonglah kami agar bisa selalu berdzikir kepada-Mu selalu bersyukur atas nikmat dari-Mu dan selalu memperbaiki ibadah kami kepada-Mu. (Hadrian Daulay)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
