Fiqih
Beranda » Berita » Mengelola Uang Negara Secara Islami

Mengelola Uang Negara Secara Islami

mengelola uang negara
mengelola uang negara islami

SURAU.CO. Mengelola uang negara dan dana umat merupakan amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dalam Islam, konsep harta bukan sekadar alat ekonomi, tetapi juga ujian moral. Setiap pemimpin, pejabat publik, atau pengelola keuangan umat wajib memahami bahwa harta yang mereka kelola bukan milik pribadi, melainkan titipan Allah SWT untuk kemaslahatan bersama.

 Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hadid ayat 7:

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu sebagai penguasanya.”

Ayat ini menegaskan bahwa manusia hanyalah pengelola (khalifah), bukan pemilik mutlak harta. Dalam konteks negara modern, uang negara dan dana umat (seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf) termasuk bagian dari amanah publik. 

Metode Mengelola Uang Negara Menurut Islam

Pengelolaan uang negara dalam Islam mengacu pada tiga prinsip utama: keadilan, efisiensi, dan kemaslahatan umat.

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

1. Prinsip Keadilan (Al-‘Adl):

Pemerintah memastikan pembagian dan penggunaan dana publik dilakukan secara adil dan tidak memihak kelompok tertentu. Dalam QS. An-Nisa ayat 58 Allah memerintahkan: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…”

2. Prinsip Transparansi (Syafafiyah):
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, setiap pejabat yang menerima jabatan diwajibkan melaporkan harta kekayaannya. Ini menunjukkan pentingnya keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

3. Prinsip Kemaslahatan (Maslahah Mursalah):
Semua pengeluaran negara harus diarahkan pada manfaat umat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Tindakan Kejahatan Pengelolaan Uang Negara

Islam memandang penyalahgunaan uang negara sebagai pengkhianatan terhadap amanah (ghulul), yang termasuk dosa besar. Surah Ali Imran ayat 161 menyebutkan:

“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat terhadap harta rampasan perang (ghulul). Barang siapa berkhianat terhadap harta rampasan itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu…”

Ayat ini menjadi dasar bahwa korupsi, penggelapan, suap, dan penyalahgunaan jabatan termasuk bentuk kejahatan moral dan sosial.

Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadis riwayat Muslim:  “Barang siapa kami angkat menjadi pegawai, lalu ia menyembunyikan sesuatu dari hasil pekerjaannya, maka itu termasuk ghulul.”

Dengan demikian, setiap penyalahgunaan dana publik bukan hanya melanggar hukum negara, tetapi juga merupakan pengkhianatan spiritual terhadap Allah SWT.

Bencana Alam Dari Perspektif Islam: Ujian atau Peringatan Allah?

Hukum Pengelolaan Dana Umat

Selain uang negara, dana umat seperti zakat, infak, dan wakaf juga memiliki kedudukan suci.  Allah SWT berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 60 mengenai distribusi zakat:

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, amil zakat, muallaf, untuk (memerdekakan) hamba sahaya, orang berutang, untuk jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan…”

Ayat ini menunjukkan bahwa dana umat tidak boleh keluar dari tujuan syariah (maqashid syariah). Dalam konteks modern, lembaga seperti BAZNAS dan LAZ berperan sebagai amil resmi untuk menjaga keadilan distribusi zakat dan menghindari penyelewengan.

Rasulullah SAW pun menekankan pentingnya amanah dalam pengelolaan dana umat:

“Tidaklah seseorang menjadi pemimpin atas sepuluh orang saja, kecuali ia akan ditanya tentang mereka pada hari kiamat, apakah ia telah menunaikan hak-hak mereka atau menelantarkan mereka.” (HR. Ahmad)

Tanggung Jawab Pemimpin dan Masyarakat

Dalam Islam, pemimpin (ulil amri) bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan keuangan negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkenal dengan kebijakannya berkata:

Nikah Siri Tanpa Izin Istri: Tinjauan Agama, Etika, dan Pidana

“Hadiah bagi seorang pejabat adalah bentuk suap.”

Sementara itu, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk mengawasi pengelolaan keuangan publik.  Penyalahgunaan dana publik sama dengan menghianati Allah, Rasul, dan rakyat. Sebaliknya, pengelolaan uang negara yang jujur dan transparan akan mendatangkan keberkahan, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 96:

“Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…

Mengelola uang negara dan dana umat dalam pandangan Islam bukan sekadar urusan administratif, tetapi ibadah dan amanah moral. Negara dan pejabat publik wajib meneladani sistem keuangan Islam yang menolak segala bentuk kecurangan, menjunjung keadilan, dan mengutamakan kesejahteraan umat. ***


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement