Khazanah
Beranda » Berita » Jangan Pilih Ilmu yang Ramai, Pilih yang Membenahi Jiwa

Jangan Pilih Ilmu yang Ramai, Pilih yang Membenahi Jiwa

Santri belajar dalam cahaya lembut, simbol ilmu yang menenangkan hati.
Ilustrasi pelajar yang menemukan ketenangan dalam ilmu yang membenahi jiwa, bukan dalam keramaian dunia.

Surau.co. Jangan pilih ilmu yang ramai, pilih yang membenahi jiwa. Kalimat ini terdengar sederhana, tapi justru di situlah kedalaman maknanya. Di zaman ini, banyak orang memilih ilmu bukan karena kebutuhan ruhani, tapi karena tren dan gengsi. Ilmu dijadikan ajang unjuk diri, bukan jalan kembali kepada Tuhan.

Kita hidup di masa di mana ilmu sering diukur dari seberapa viralnya di media sosial, bukan seberapa dalam ia menumbuhkan kesadaran. Orang berlomba-lomba menguasai topik yang sedang ramai dibicarakan, entah tentang ekonomi, politik, atau filsafat, tapi lupa bertanya: apakah ilmu itu benar-benar memperbaiki diriku?

Burhān al-Dīn al-Zarnūjī dalam kitab Ta‘lim al-Muta‘allim menulis dengan sangat halus namun menusuk:

“العلم ما نفع، لا ما حُفِظ.”
“Ilmu adalah yang memberi manfaat, bukan sekadar yang dihafal.”

Betapa banyak orang hafal teori, tapi hidupnya tetap gelisah. Hafal kitab, tapi lisannya tajam. Hafal ayat, tapi hatinya keras. Karena mereka belajar ilmu yang ramai, bukan ilmu yang menenangkan jiwa.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ilmu yang Ramai Tidak Selalu Mencerahkan

Di dunia modern, banyak cabang ilmu yang mengundang sorak sorai. Ada ilmu yang menjanjikan kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan. Namun, ilmu yang membenahi jiwa sering kali sunyi, tidak populer, bahkan dianggap tidak “menghasilkan apa-apa”.

Padahal, ilmu sejati bukan yang membuatmu lebih tinggi di mata manusia, tapi yang membuatmu lebih rendah hati di hadapan Allah.

Zarnūjī menulis lagi:

“من لم يُهذّب أخلاقه لم ينتفع بعلمه.”
“Barang siapa tidak memperbaiki akhlaknya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat.”

Ilmu yang benar tidak berhenti di kepala, tapi mengalir ke hati dan perbuatan. Ia membentuk kejujuran, kasih sayang, dan kesadaran. Tapi kalau ilmu hanya membuatmu pandai berdebat dan ingin menang sendiri, maka itu bukan cahaya ilmu, melainkan kebisingan ego yang dibungkus logika.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Ilmu yang Benar, Membawa Kedekatan pada Allah

Zarnūjī memulai kitabnya dengan menekankan pentingnya niat yang lurus:

“ينبغي لطالب العلم أن يُخلِص نيّته لله تعالى في طلب العلم.”
“Seorang penuntut ilmu seharusnya memurnikan niatnya hanya karena Allah dalam menuntut ilmu.”

Niat ini menjadi pembeda antara ilmu yang hidup dan ilmu yang mati. Ilmu yang hidup menumbuhkan kepekaan terhadap makna, sedangkan ilmu yang mati hanya menambah kesombongan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(QS. Az-Zumar: 9)

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Ayat ini bukan sekadar mengangkat derajat orang berilmu, tapi mengisyaratkan bahwa ilmu sejati adalah yang membawa kesadaran, bukan sekadar pengetahuan. Orang berilmu seharusnya semakin lembut, bukan semakin keras; semakin bijak, bukan semakin kaku.

Ilmu yang Tidak Membenahi Jiwa Adalah Ilmu yang Sia-Sia

Rasulullah ﷺ pernah berdoa dengan kalimat yang sangat dalam:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”
(HR. Muslim)

Doa ini menjadi peringatan bagi kita semua. Bahwa ada ilmu yang tampak besar di dunia, tapi kecil di sisi Allah. Ada ilmu yang ramai dibicarakan, tapi tidak membuat hati tenang.

Zarnūjī menjelaskan dalam kitabnya, bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengubah perilaku dan mendekatkan manusia kepada Tuhannya. Ia menulis:

“العلم يدعو إلى العمل، فإن أجابه وإلا ارتحل.”
“Ilmu akan memanggil amal. Jika amal menjawabnya, ilmu akan menetap; jika tidak, ilmu akan pergi.”

Jadi, ilmu yang tidak diamalkan akan pergi, seperti cahaya yang padam karena tak ada bahan bakarnya. Maka jangan pilih ilmu yang ramai tapi tak punya daya ubah. Pilihlah ilmu yang membuatmu lebih sabar, lebih ikhlas, dan lebih manusiawi.

Mengapa Ilmu Jiwa Itu Sunyi Tapi Dalam

Ilmu yang membenahi jiwa memang tidak seramai ilmu dunia. Ia tidak menghasilkan karier gemerlap, tidak memberi jabatan tinggi, dan tidak membuatmu viral. Tapi dari ilmu itulah lahir kedamaian.

Zarnūjī mengajarkan bahwa menuntut ilmu bukan soal cepat, tapi soal tazkiyah — penyucian diri. Ia berkata:

“لا ينال العلم براحة الجسد.”
“Ilmu tidak akan diraih dengan kenyamanan jasad.”

Artinya, belajar membutuhkan perjuangan batin. Membersihkan niat, menundukkan ego, dan terus mencari kebenaran meski tanpa tepuk tangan. Karena ilmu sejati tidak dicari untuk dunia, tapi untuk memperbaiki hubungan antara manusia dan Penciptanya.

Fenomena Zaman: Ramai Tapi Sepi

Kita hidup di masa di mana ruang digital penuh oleh “guru instan”. Semua orang berbicara, semua merasa tahu. Tapi dalam kebisingan itu, banyak yang kehilangan arah. Ilmu berubah jadi konten, guru jadi influencer, dan pelajar jadi pengikut tanpa perenungan.

Zarnūjī seperti memberi pesan lintas zaman: “Jangan pilih ilmu yang ramai, karena cahaya sejati sering bersembunyi dalam kesunyian.”
Ilmu yang membenahi jiwa tidak butuh panggung, karena panggungnya adalah hati yang tenang dan pikiran yang bersih.

Refleksi: Menjadi Pelajar yang Tenang di Tengah Keramaian Dunia

Belajar bukan berarti menolak kemajuan. Tapi kita perlu sadar bahwa ilmu tanpa arah spiritual hanya akan melahirkan kekacauan yang lebih rapi. Maka belajarlah apa pun yang kamu sukai — sains, seni, teknologi, ekonomi — tapi niatkan semuanya untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Kalau kamu belajar demi dunia, maka yang kamu dapat hanyalah dunia. Tapi kalau kamu belajar karena Allah, dunia akan ikut menunduk di kakimu.

Seperti kata Zarnūjī, “Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada hati yang kotor.”
Jadi, bersihkan hatimu sebelum mengejar ilmunya. Pilih ilmu yang menenangkan, bukan yang memanas-manasi. Pilih ilmu yang menumbuhkan kasih, bukan kebencian.

Karena di ujung perjalanan, yang kita butuhkan bukan popularitas, tapi kedamaian jiwa.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement