Khazanah
Beranda » Berita » Neraka dan Surga: Cermin Amal Kita Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Neraka dan Surga: Cermin Amal Kita Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Ilustrasi filosofis tentang surga dan neraka sebagai cermin amal manusia menurut kitab Ad-Durratun Nashihin.
Lukisan digital semi-realistis menggambarkan seseorang berjalan di jalan bercabang dua: satu menuju cahaya lembut (surga), satu menuju gelap berapi (neraka).

Surau.co. Setiap langkah manusia di dunia ini adalah benih bagi kehidupannya di akhirat. Apa yang ditanam melalui amal dan niat akan tumbuh menjadi kebahagiaan atau penyesalan. Kitab klasik Ad-Durratun Nashihin karya Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakiri Al-Khubawi dengan lembut namun tegas mengingatkan: surga dan neraka bukan sekadar tempat balasan, melainkan cermin dari amal manusia di dunia.

Dalam pandangan beliau, kehidupan dunia hanyalah ladang ujian, sedangkan surga dan neraka adalah hasil panen dari apa yang manusia tanam. Syekh Utsman menerangkan:

الدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الْآخِرَةِ، فَمَنْ زَرَعَ الْخَيْرَ حَصَدَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ زَرَعَ الشَّرَّ حَصَدَ النَّارَ.
“Dunia adalah ladang akhirat. Barang siapa menanam kebaikan, ia akan menuai surga; dan barang siapa menanam kejahatan, ia akan menuai neraka.”

Kata-kata itu menggambarkan hubungan spiritual yang dalam antara perbuatan manusia dan balasannya di akhirat. Surga dan neraka tidak muncul tiba-tiba; keduanya adalah refleksi dari hati, amal, dan pilihan hidup manusia sendiri.

Surga dan Neraka dalam Perspektif Al-Qur’an

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Al-Qur’an berulang kali mengingatkan bahwa keberadaan surga dan neraka bukanlah mitos, tetapi kenyataan yang pasti.

Allah ﷻ berfirman:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ، وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya pula).”
(QS. Az-Zalzalah [99]: 7–8)

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada amal sekecil apa pun yang terbuang sia-sia. Setiap niat baik, sekecil zarrah, akan menjadi sinar menuju surga. Sebaliknya, setiap kejahatan yang dilakukan tanpa penyesalan akan menjadi bara yang menjerumuskan ke neraka.

Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman menafsirkan makna ayat ini secara moral: amal baik bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga kejujuran, kasih sayang, dan ketulusan. Sedangkan amal buruk bisa berupa kedengkian, kebohongan, atau ketidakpedulian terhadap sesama.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

لَيْسَ الْخَيْرُ بِكَثْرَةِ الصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ، وَلَكِنَّ الْخَيْرَ فِي سَلَامَةِ الْقَلْبِ وَحُسْنِ الْخُلُقِ.
“Kebaikan bukan hanya banyaknya salat dan puasa, tetapi hati yang bersih dan akhlak yang mulia.”

Dengan demikian, surga dan neraka bukan hanya tempat balasan, tetapi simbol dari kondisi spiritual seseorang—hati yang bersih menuju surga, hati yang gelap menuju neraka.

Surga: Hadiah bagi Hati yang Bersih

Dalam Islam, surga digambarkan dengan keindahan yang tidak bisa dibayangkan manusia.

Allah ﷻ berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Bersegeralah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang bertakwa.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 133)

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Ayat ini menegaskan bahwa surga disiapkan bagi orang bertakwa—mereka yang mampu menjaga diri dari kezaliman dan dosa, baik besar maupun kecil.

Syekh Utsman Al-Khubawi menulis dengan indah:

الْجَنَّةُ لَا تُدْخَلُ بِالْمَالِ وَلَا بِالنَّسَبِ، وَلَكِنْ بِقَلْبٍ طَاهِرٍ وَعَمَلٍ صَالِحٍ.
“Surga tidak dimasuki karena harta atau keturunan, tetapi karena hati yang suci dan amal saleh.”

Makna ini sangat relevan dalam kehidupan modern yang sering menilai manusia dari status dan kekayaan. Surga, menurut Ad-Durratun Nashihin, adalah ganjaran bagi jiwa yang tulus, bukan hanya mereka yang tampak saleh secara lahiriah.

Orang yang menebar kasih sayang, mengampuni kesalahan orang lain, dan senantiasa memohon ampun kepada Allah sejatinya sedang membangun taman surganya sendiri. Surga, dalam makna batin, adalah ketenangan jiwa yang tumbuh dari cinta kepada Allah dan sesama.

Neraka: Akibat dari Kesombongan dan Kelalaian

Sebaliknya, neraka adalah hasil dari kesombongan manusia yang menolak kebenaran dan mengikuti hawa nafsu. Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, mereka akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina.”
(QS. Ghafir [40]: 60)

Dalam kehidupan sehari-hari, kesombongan tidak selalu berbentuk keangkuhan yang besar. Ia bisa berupa keengganan untuk mengakui kesalahan, keinginan untuk selalu dipuji, atau merasa diri paling benar. Semua itu menjauhkan manusia dari rahmat Allah.

Syekh Utsman juga menegaskan bahwa kelalaian—yakni hidup tanpa mengingat Allah—adalah salah satu jalan menuju neraka. Karena lupa kepada Allah berarti kehilangan arah, dan kehilangan arah berarti berjalan menuju kehancuran batin.

Amal sebagai Cermin Akhirat

Salah satu ajaran penting dalam Ad-Durratun Nashihin adalah bahwa amal manusia akan menjelma menjadi bentuk nyata di akhirat. Amal baik akan berubah menjadi penolong, sedangkan amal buruk akan menjadi penyiksa.

Syekh Utsman menerangkan:

كُلُّ عَمَلٍ يَخْرُجُ مِنَ الْإِيمَانِ لَهُ صُورَةٌ فِي الْآخِرَةِ، فَيُكْرِمُ صَاحِبَهُ أَوْ يُعَذِّبُهُ.
“Setiap amal yang lahir dari iman memiliki bentuk di akhirat—ia akan memuliakan pelakunya atau menyiksanya.”

Artinya, amal bukan hanya catatan di buku takdir, tetapi energi spiritual yang kelak menjadi kenyataan. Sedekah yang dilakukan dengan ikhlas akan menjelma menjadi cahaya penerang di padang mahsyar, sedangkan kezaliman akan berubah menjadi kegelapan yang menakutkan.

Kisah dan Teladan dari Kitab Ad-Durratun Nashihin

Dalam salah satu kisahnya, Syekh Utsman mengisahkan seorang ahli ibadah yang setiap hari berdoa dengan khusyuk, tetapi menyepelekan sesamanya. Ketika meninggal, ia melihat surga dari kejauhan namun tidak dapat memasukinya. Ketika ditanya mengapa, malaikat menjawab: “Karena hatimu kotor oleh kebencian.”

Kisah ini mengajarkan bahwa ibadah tanpa kasih sayang hanyalah ritual kosong. Surga tidak hanya menuntut ketaatan, tetapi juga keikhlasan dan kebaikan hati.

Sebaliknya, Syekh Utsman juga menulis kisah seorang pendosa yang menolong seekor anjing kehausan. Karena ketulusan hatinya, Allah mengampuni dosanya dan memberinya tempat di surga.

Dari sini kita memahami bahwa surga dan neraka tidak ditentukan oleh besar kecilnya amal, tetapi oleh niat yang melandasinya. Amal kecil yang tulus lebih berharga daripada amal besar yang dipenuhi riya.

Cahaya Surga di Dunia, Api Neraka di Hati

Sesungguhnya, surga dan neraka bisa dirasakan sejak di dunia ini. Orang yang hidup dalam ketaatan, ketulusan, dan dzikir kepada Allah akan merasakan kedamaian batin—itulah “taman surga di dunia”. Sementara mereka yang hidup dalam iri, amarah, dan keserakahan sedang menyalakan api neraka dalam hatinya.

Syekh Utsman menyebut:

مَنْ لَمْ يَجِدْ نَعِيمَ الْقُرْآنِ فِي الدُّنْيَا، فَلَا يَطْمَعْ فِي نَعِيمِ الْآخِرَةِ.
“Barang siapa tidak merasakan kenikmatan Al-Qur’an di dunia, janganlah berharap kenikmatan surga di akhirat.”

Maknanya jelas: surga bukan sekadar tempat, tetapi keadaan jiwa. Mereka yang mencintai Al-Qur’an, berzikir, dan berbuat baik sesungguhnya telah merasakan surga sejak di dunia.

Penutup

Setiap manusia memiliki dua jalan di depannya: jalan menuju cahaya atau jalan menuju api. Surga dan neraka bukan ancaman atau iming-iming belaka, melainkan cermin amal dan niat kita.

Jika hidup dipenuhi kejujuran, kasih sayang, dan doa, maka kita sedang menapaki jalan menuju surga. Namun bila diisi dengan kebencian, kesombongan, dan kelalaian, maka tanpa sadar kita tengah mendekati neraka.

Mari kita renungkan firman Allah ﷻ:

فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ، وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
“Adapun orang yang berat timbangan (kebaikannya), maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikannya), maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”
(QS. Al-Qari’ah [101]: 6–9)

Semoga hati kita senantiasa diarahkan menuju cahaya-Nya. Semoga amal kita menjadi taman di surga, bukan bara di neraka. Dan semoga setiap langkah di dunia ini menjadi saksi bahwa kita telah berusaha menanam benih kebaikan di ladang akhirat.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement