Surau.co. Kematian bukanlah akhir, melainkan permulaan dari kehidupan yang sejati. Dalam pandangan Islam, kematian adalah gerbang menuju keabadian. Ia bukan kebinasaan, tetapi transisi dari dunia fana menuju alam yang kekal. Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakiri Al-Khubawi menulis dengan indah bahwa kematian adalah “peringatan bagi hati yang lalai dan pengingat bagi jiwa yang terbuai dunia.”
Kehidupan dunia yang sementara sering membuat manusia lupa akan tujuan sejatinya. Padahal, setiap napas yang kita hela mendekatkan kita pada satu kepastian yang tak terelakkan — al-maut. Namun, Islam tidak memandang kematian dengan ketakutan, melainkan dengan kesadaran mendalam bahwa di baliknya ada rahmat, keadilan, dan janji Allah yang pasti.
Makna Kematian dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an dengan tegas mengingatkan bahwa kematian adalah ketetapan Ilahi yang tidak bisa dihindari. Allah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah akan disempurnakan balasanmu.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Ayat ini bukan sekadar peringatan, tetapi penuntun bagi manusia agar tidak tertipu oleh kenikmatan dunia. Kematian menjadi cermin yang jujur bahwa segala yang dimiliki — harta, jabatan, dan kedudukan — akan sirna. Yang tersisa hanyalah amal saleh.
Pandangan Ad-Durratun Nashihin tentang Kematian
Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman bin Hasan menulis:
“الموت باب وكل الناس داخله، فطوبى لمن وجد بعد الباب ما يسره.”
“Kematian adalah pintu, dan setiap manusia pasti memasukinya. Beruntunglah orang yang menemukan kebahagiaan setelah melewati pintu itu.”
Ungkapan ini menggambarkan kematian bukan sebagai malapetaka, melainkan jalan pulang. Manusia yang menyiapkan diri dengan amal, doa, dan tobat akan menemukan ketenangan setelah kematian. Sebaliknya, mereka yang lalai akan menyesal ketika pintu itu tertutup selamanya.
Kematian Sebagai Pembersih Jiwa
Syekh Utsman menegaskan bahwa mengingat kematian (dzikrul maut) adalah cara efektif untuk melembutkan hati. Beliau mengingatkan:
“أكثروا ذكر الموت، فإنه يمحو الذنوب ويزهد في الدنيا.”
“Perbanyaklah mengingat kematian, karena ia menghapus dosa dan membuat hati zuhud terhadap dunia.”
Seseorang yang sering merenungi kematian akan hidup dengan penuh makna. Ia tidak mudah terperangkap oleh keserakahan, tidak lalai dalam ibadah, dan selalu berusaha memperbaiki diri.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian).” (HR. Tirmidzi)
Menghadirkan kematian dalam kesadaran bukan berarti hidup dalam ketakutan, melainkan dalam kewaspadaan dan kesiapan. Inilah makna spiritual dari dzikrul maut — ia menumbuhkan rasa syukur dan menjauhkan dari dosa.
Kematian Sebagai Perjumpaan dengan Allah
Bagi orang beriman, kematian bukanlah perpisahan, melainkan perjumpaan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai.” (QS. Al-Fajr: 27–28)
Ayat ini menggambarkan kedamaian luar biasa bagi jiwa yang hidup dalam ketaatan. Ia pulang dengan senyum, bukan tangis; dengan kerinduan, bukan ketakutan.
Syekh Utsman menulis, “Orang yang mengenal Allah tidak takut mati, karena ia tahu kepada siapa ia akan kembali.” Kematian bagi mereka adalah seperti seorang musafir yang rindu pulang ke rumah setelah perjalanan panjang.
Pelajaran Spiritual dari Mengingat Kematian
Menghadirkan kematian dalam pikiran setiap hari akan mengubah cara kita memandang hidup. Orang yang sadar akan kematian tidak menunda tobat, tidak menumpuk kebencian, dan tidak menyesali hal-hal kecil. Ia memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk menanam kebaikan.
Dalam Ad-Durratun Nashihin, disebutkan kisah seorang zahid yang setiap pagi menulis namanya di tanah, seolah-olah akan mati hari itu. Ia berkata, “Aku tidak ingin mati dalam keadaan belum siap.” Kebiasaan ini membuatnya hidup dalam kesadaran spiritual yang tinggi — setiap detik bernilai ibadah.
Kematian Sebagai Ujian Keimanan
Kematian juga menjadi ujian terakhir bagi keimanan seseorang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
“Seseorang akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan saat ia meninggal.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengingatkan pentingnya menjaga keistiqamahan hingga akhir hayat. Karena itu, dalam Ad-Durratun Nashihin dijelaskan bahwa salah satu tanda husnul khatimah adalah hati yang tenang, lisan yang berdzikir, dan wajah yang berseri.
Penutup
Kematian bukan gelap, tetapi cahaya yang menuntun kita kembali kepada sumber segala kehidupan. Dunia hanyalah ladang ujian, sedangkan akhirat adalah hasil panennya.
Syekh Utsman mengingatkan dengan penuh hikmah:
“من عمل للدنيا فاته الآخرة، ومن عمل للآخرة أتته الدنيا وهي راغمة.”
“Siapa yang bekerja untuk dunia, ia akan kehilangan akhirat. Namun siapa yang bekerja untuk akhirat, dunia akan datang kepadanya dalam kerendahan.”
Maka, mari kita hidup dengan kesadaran bahwa setiap napas adalah langkah menuju pertemuan agung dengan Allah. Dan semoga saat pintu itu tiba, kita temukan bukan ketakutan — melainkan ketenangan.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
