Khazanah
Beranda » Berita » Menunaikan Janji dan Menjaga Perkataan Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Menunaikan Janji dan Menjaga Perkataan Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Ilustrasi filosofis tentang menunaikan janji dan menjaga perkataan menurut ajaran Islam
Lukisan digital realistik menggambarkan seorang manusia memegang cahaya di telapak tangan, melambangkan kejujuran dan komitmen spiritual dalam menjaga perkataan.

Surau.co. Menepati janji bukan sekadar soal sopan santun sosial, melainkan cermin keimanan yang sejati. Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh distraksi, janji sering dianggap ringan—diucapkan mudah, dilupakan cepat. Namun dalam pandangan Islam, janji adalah amanah yang sakral. Setiap kata yang keluar dari lisan bukan hanya mengikat diri di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Allah.

Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakiri Al-Khubawi dalam kitab Ad-Durratun Nashihin memberikan nasihat mendalam tentang pentingnya menunaikan janji dan menjaga perkataan. Ia menekankan bahwa ucapan adalah cermin hati, dan janji adalah bukti kejujuran seseorang. Siapa yang menjaga lisannya, niscaya akan menjaga martabat dan imannya.

Makna Janji dan Perkataan dalam Timbangan Iman

Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan perintah yang tidak bisa dianggap remeh:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji kalian.”
(QS. Al-Ma’idah [5]: 1)

Ayat ini menegaskan bahwa memenuhi janji bukan hanya soal etika, tetapi perintah iman. Janji dalam pandangan Islam mencakup segala bentuk kesepakatan—baik kepada Allah, sesama manusia, maupun diri sendiri.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman Al-Khubawi berkata:

الْوَفَاءُ بِالْعَهْدِ مِنْ شِيمَةِ الْأَتْقِيَاءِ، وَالْغَدْرُ مِنْ خِصَالِ الْمُنَافِقِينَ.
“Menunaikan janji adalah sifat orang bertakwa, sementara mengingkari janji adalah sifat orang munafik.”

Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa janji bukan hanya urusan duniawi, tetapi juga cerminan spiritualitas. Orang yang terbiasa menjaga janji berarti menjaga kesucian hatinya dari kemunafikan.

Janji Sebagai Amanah yang Menentukan Derajat Keimanan

Menepati janji menunjukkan kualitas iman seseorang.

Rasulullah ﷺ bersabda:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda orang munafik ada tiga: ketika berbicara ia berdusta, ketika berjanji ia mengingkari, dan ketika dipercaya ia berkhianat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menggambarkan dengan jelas bahwa mengingkari janji bukan dosa kecil. Ia menodai kepercayaan dan menodai keimanan. Dalam masyarakat, sekali kepercayaan rusak, sulit untuk dikembalikan. Maka menjaga janji sama dengan menjaga fondasi hubungan antarmanusia.

Syekh Utsman Al-Khubawi menerangkan dalam Ad-Durratun Nashihin:

كُلُّ عَهْدٍ يُقْطَعُ فِي الْأَرْضِ يُكْتَبُ فِي السَّمَاءِ.
“Setiap janji yang diucapkan di bumi, dicatat pula di langit.”

Ungkapan ini menggugah kesadaran bahwa tidak ada janji yang hilang tanpa jejak. Allah adalah saksi dari setiap kata yang keluar dari bibir manusia.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Bahaya Mengingkari Janji dalam Pandangan Islam

Mengingkari janji tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merusak diri sendiri. Hati menjadi keras karena terbiasa menganggap enteng kata-kata. Dalam Al-Qur’an, Allah memperingatkan dengan tegas:

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Tepatilah janji, sesungguhnya janji itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban.”
(QS. Al-Isra’ [17]: 34)

Ayat ini menegaskan bahwa janji bukan sekadar kesepakatan sosial, melainkan komitmen spiritual yang akan dipertanyakan di hadapan Allah kelak.

Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman juga memperingatkan:

مَنْ نَقَضَ عَهْدَهُ مَحَقَ اللَّهُ بَرَكَتَهُ، وَسَلَبَ ثِقَةَ النَّاسِ مِنْهُ.
“Barang siapa mengingkari janjinya, Allah akan mencabut keberkahannya dan menghilangkan kepercayaan manusia kepadanya.”

Kehilangan keberkahan adalah hukuman yang paling nyata di dunia. Orang yang sering mengingkari janji akan sulit dipercaya, bahkan oleh dirinya sendiri.

Menjaga Perkataan: Fondasi Integritas dan Kehormatan

Selain menunaikan janji, Islam juga menekankan pentingnya menjaga perkataan. Lisan bisa menjadi sumber kebaikan yang besar, tetapi juga sumber fitnah yang menghancurkan.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Perkataan yang keluar tanpa pikir sering kali menimbulkan luka yang dalam. Karena itu, menjaga lisan bukan hanya soal sopan santun, tetapi juga bagian dari ibadah.

Syekh Utsman Al-Khubawi menulis dengan penuh hikmah:

احْفَظْ لِسَانَكَ كَمَا تَحْفَظُ ذَهَبَكَ، فَإِنَّ الْكَلِمَةَ إِذَا خَرَجَتْ لَا تَعُودُ.
“Jagalah lisanmu sebagaimana engkau menjaga emasmu, karena kata yang telah keluar tidak akan kembali.”

Kata yang telah diucapkan tidak bisa ditarik. Ia bisa menjadi doa yang membawa keberkahan, atau bisa pula menjadi senjata yang menyakiti.

Kejujuran dalam Perkataan: Cermin Ketulusan Hati

Menjaga ucapan juga berarti menjaga kejujuran. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَلَيْكُم بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ.
“Hendaklah kalian berkata jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam kehidupan sehari-hari, kejujuran adalah modal utama membangun kepercayaan. Orang yang jujur ucapannya akan dihormati, sementara yang dusta akan ditinggalkan.

Syekh Utsman dalam Ad-Durratun Nashihin berkata:

الصِّدْقُ نُورُ الْقَلْبِ، وَالْكَذِبُ ظُلْمَتُ
“Kejujuran adalah cahaya hati, sedangkan dusta adalah kegelapannya.”

Dengan menjaga kejujuran dalam perkataan, seseorang akan menjaga kebeningan hatinya.

Janji dalam Kehidupan Sosial dan Spiritual

Menepati janji tidak hanya berlaku dalam hubungan pribadi, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan profesional. Seorang pemimpin yang menepati janji akan dihormati rakyatnya. Seorang guru yang konsisten dengan ucapannya akan dicintai muridnya. Seorang sahabat yang jujur pada kata-katanya akan dipercaya selamanya.

Dalam dunia spiritual, janji kepada Allah lebih berat maknanya. Ketika seseorang berdoa dan bernazar, ia telah berjanji kepada Tuhan. Jika janji itu diingkari, maka itu termasuk bentuk kelalaian spiritual.

Allah berfirman:

وَمِنْهُم مَّنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِن فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ. فَلَمَّا آتَاهُم مِّن فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ
“Di antara mereka ada yang berjanji kepada Allah, ‘Jika Engkau memberi kami rezeki, kami akan bersedekah dan menjadi orang saleh.’ Tetapi ketika Allah memberi mereka karunia, mereka kikir.”
(QS. At-Taubah [9]: 75–76)

Ayat ini menunjukkan bahwa melanggar janji kepada Allah dapat menutup pintu keberkahan dan menjerumuskan ke dalam kemunafikan.

Menjadikan Ucapan Sebagai Ladang Amal

Setiap ucapan memiliki nilai. Ketika digunakan untuk kebaikan, ia menjadi amal saleh. Ketika digunakan untuk keburukan, ia menjadi dosa. Karena itu, seorang mukmin sejati selalu menimbang kata sebelum berbicara.

Syekh Utsman Al-Khubawi memberi perumpamaan indah:

اللِّسَانُ شَجَرَةٌ، أَصْلُهَا فِي الْقَلْبِ، وَثِمَارُهَا فِي الْكَلَامِ، فَانْظُرْ مَا تُثْمِرُ.
“Lisan itu bagaikan pohon, akarnya di hati, dan buahnya di ucapan. Maka perhatikanlah apa yang engkau hasilkan.”

Ucapan yang baik menumbuhkan kedamaian, sedangkan ucapan buruk menumbuhkan kebencian. Maka bijaklah memilih kata, sebab setiap kata adalah benih yang akan tumbuh di hati pendengarnya.

Penutup

Menunaikan janji dan menjaga perkataan bukan sekadar tuntutan moral, tetapi juga jalan menuju ketenangan batin. Orang yang menepati janji hidupnya tenang, karena tidak ada beban dusta. Ia dipercaya, dihormati, dan dicintai.

Lisan adalah anugerah yang jika digunakan dengan benar menjadi sumber pahala tanpa batas. Namun jika disalahgunakan, ia menjadi sumber dosa yang tiada henti.

Mari kita renungkan nasihat Rasulullah ﷺ yang begitu indah:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ.
“Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya.” (HR. Ahmad)

Semoga kita menjadi hamba yang jujur dalam ucapan, teguh dalam janji, dan lembut dalam tutur. Sebab di balik setiap kata yang terjaga, tersimpan kedamaian yang mendekatkan kita kepada Allah.

*Gerwin Satria N

Pegiat Literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement