Beranda » Berita » Batu yang Bertasbih: Renungan dari Alam yang Membisu

Batu yang Bertasbih: Renungan dari Alam yang Membisu

Batu yang Bertasbih: Renungan dari Alam yang Membisu
Batu yang Bertasbih: Renungan dari Alam yang Membisu

 

SURAU.CO – Ketika mata menatap hamparan batu besar yang menjulang di antara hijau pepohonan, jiwa seakan diseru untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk kehidupan. Batu itu diam, namun menyimpan hikmah yang dalam. Ia telah berdiri ribuan tahun, menjadi saksi bisu pergantian masa, hujan dan panas, kehidupan dan kematian yang silih berganti di bumi ini. Tapi tahukah kita bahwa dalam diamnya, ia pun bertasbih kepada Allah?

Allah ﷻ berfirman:

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada-Nya. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak memahami tasbih mereka.” (QS. Al-Isra: 44)

Batu yang Keras Justru Lebih Lembut

Ayat ini menggetarkan hati setiap mukmin yang berfikir. Batu, pepohonan, bahkan dedaunan kecil yang menempel di celah tebing — semuanya tunduk dalam zikir kepada Sang Pencipta. Mereka tidak pernah lalai, tidak pernah ingkar, dan tidak pernah berhenti dalam ketaatan.

Sunyi kepada Keluarga, Riuh kepada Dunia: Sebuah Renungan tentang Doa yang Tak Pernah Putus

Namun, manusia yang diberi akal, kadang justru lalai dan lupa. Batu yang keras justru lebih lembut dalam ketundukannya kepada Allah dibandingkan hati manusia yang membatu karena kesombongan dan kelalaian dunia. Bukankah Allah pernah berfirman tentang hati yang lebih keras dari batu?

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (QS. Al-Baqarah: 74)

Batu besar yang tampak di foto ini mengingatkan kita pada keteguhan iman. Ia tidak mudah berubah bentuk, tetap kokoh meski diterpa hujan, panas, dan badai. Begitu pula seharusnya seorang mukmin: tegar di atas kebenaran, sabar dalam menghadapi ujian, dan tidak tergoyahkan oleh arus zaman.

Di sela-sela batu itu tumbuh pepohonan dan paku-pakuan yang menghijau — tanda kasih sayang Allah yang menumbuhkan kehidupan bahkan dari tempat yang tampak tandus. Ini adalah pesan ilahi tentang harapan. Bahwa di mana pun, bahkan di hati yang keras, bisa tumbuh benih iman bila disirami dengan ilmu, dzikir, dan taubat.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang hamba yang berbuat dosa, kecuali akan terbentuk titik hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, berhenti, dan memohon ampun, maka hatinya akan kembali bersih.” (HR. Tirmidzi)

Mengingat Kematian, Menyongsong Akhirat: Refleksi dari Kitab al-‘Ushfūriyyah

Betapa Agungnya Ciptaan Allah

Renungan ini mengajarkan bahwa sebagaimana lumut dan tumbuhan mampu hidup di atas batu, demikian pula amal saleh dapat tumbuh di atas hati yang pernah keras — asal ada niat untuk memperbaiki diri.

Alam semesta ini sejatinya adalah kitab terbuka. Setiap batu, setiap daun, setiap angin yang berhembus adalah ayat-ayat kauniyah yang menuntun manusia mengenal Tuhannya. Ia mengajak kita untuk merenung, bersyukur, dan memperbaharui iman.

Maka ketika kita berdiri di hadapan batu-batu besar seperti ini, marilah kita tundukkan pandangan dan hati. Ucapkan, Subhanallah, betapa agung ciptaan Allah. Setiap retakan di batu itu adalah catatan sejarah kebesaran-Nya, setiap lumut yang menempel adalah saksi tasbihnya makhluk kepada Pencipta.

Batu itu diam, tapi berbicara. Ia mengingatkan manusia agar tetap tegar, sabar, dan istiqamah di jalan kebenaran. Karena suatu hari nanti, batu-batu ini akan menjadi saksi bagi kita di hadapan Allah: apakah kita ikut bertasbih bersama alam, atau justru lalai dari zikir kepada-Nya.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Aku tahu batu di Mekah yang dahulu memberi salam kepadaku sebelum aku diutus sebagai nabi.” (HR. Muslim)

Ketenangan: Sebuah Renungan Dari Pesisir Di Ujung Pantai

Batupun mengenal dan mencintai Nabi

Maka tidakkah kita, yang memiliki hati dan akal, lebih pantas untuk meneladani beliau dan memperbanyak dzikir kepada Allah?

Di tengah dunia yang sibuk dan bising, semoga kita belajar menjadi seperti batu di kaki bukit ini — kuat, sabar, dan senantiasa bertasbih dalam diam. Karena hakikat kekuatan bukan pada kerasnya fisik, tapi pada lembutnya hati yang selalu ingat kepada Allah.

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, dan bertasbihlah di waktu malam dan di waktu siang agar kamu merasa tenang.” (QS. Thaha: 130)

Renungilah batu-batu di sekitar kita. Mungkin mereka lebih khusyuk daripada kita dalam menyebut nama Allah. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement