Khazanah
Beranda » Berita » Menjaga Lisan, Menjaga Dunia Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Menjaga Lisan, Menjaga Dunia Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Ilustrasi realistik seorang manusia menjaga lisan, cahaya keluar dari mulutnya sebagai simbol kebijaksanaan dan kedamaian
Seorang manusia berdiri di tengah lanskap malam, dari mulutnya keluar cahaya lembut yang menyebar ke langit, melambangkan kekuatan ucapan yang membawa kedamaian.

Surau.co. Lisan adalah karunia kecil yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan manusia. Dari lisannya, seseorang dapat menebar kedamaian atau menyalakan bara permusuhan. Kitab Ad-Durratun Nashihin karya Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakiri Al-Khubawi mengingatkan bahwa menjaga lisan bukan sekadar sopan santun, melainkan bagian dari ibadah yang menentukan keselamatan di dunia dan akhirat.

Di era modern, lisan tak lagi hanya berupa suara. Media sosial menjadikan setiap jari sebagai perpanjangan lidah. Apa yang dulu hanya keluar dari mulut, kini mengalir melalui layar ponsel. Maka menjaga lisan juga berarti menjaga tulisan dan tutur digital agar tetap suci dari kebohongan, fitnah, dan kebencian. Inilah inti dari ajaran Ad-Durratun Nashihin yang selalu relevan sepanjang masa.

Syekh Utsman berkata dalam kitabnya:

قال الشيخ عثمان بن حسن الخوبوي:
“احفظ لسانك، فإنّ اللسان بريد القلب.”
“Jagalah lisanmu, sebab lisan adalah utusan hati.”

Ungkapan ini sederhana namun dalam maknanya: apa yang terucap menunjukkan isi hati. Maka menjaga lisan berarti menjaga kebersihan hati.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Bahaya Lisan yang Tak Terjaga

Lisan bisa menjadi sumber pahala atau dosa. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan prinsip dasar: setiap kata memiliki konsekuensi. Dalam kehidupan sehari-hari, betapa seringnya manusia tergelincir karena lisannya—menghina, berbohong, bergosip, atau menyinggung tanpa sadar.

Syekh Utsman Al-Khubawi menjelaskan bahwa dosa lisan adalah dosa yang paling sering dilakukan karena mudahnya ia bergerak tanpa disadari. Beliau berkata:

قال رحمه الله:
“ما من شيءٍ أحقّ بطول السجن من اللسان.”
“Tidak ada yang lebih layak untuk dikurung lama selain lisan.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Artinya, lisan perlu dikendalikan seakan-akan ia tahanan dalam mulut kita. Sebab sekali ia bebas tanpa kendali, ia mampu menghancurkan kehormatan, persaudaraan, bahkan kehidupan seseorang.

Menjaga Lisan dalam Konteks Zaman

Menjaga lisan pada masa Syekh Utsman berarti menahan ucapan buruk. Namun di zaman sekarang, menjaga lisan juga berarti menahan jari dari mengetik sesuatu yang dapat menyakiti orang lain. Media sosial menjadikan lisan modern tidak lagi berupa suara, tetapi teks dan emoji yang bisa membawa dampak besar.

Setiap “komentar” adalah ucapan. Setiap “status” adalah pernyataan. Dan setiap “berita” yang kita sebarkan bisa menjadi ladang pahala atau sumber dosa jariyah.

Al-Qur’an menegaskan:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tidak ada suatu kata pun yang diucapkannya, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat.”
(QS. Qāf: 18)

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Ayat ini menegaskan tanggung jawab moral dalam setiap ucapan, baik verbal maupun digital. Maka, menjaga lisan berarti menyadari bahwa setiap kata adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.

Diam yang Bernilai Ibadah

Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman Al-Khubawi mengajarkan keutamaan diam sebagai bentuk menjaga lisan. Beliau menulis:

الصَّمْتُ حِكْمَةٌ وَقَلِيلٌ فَاعِلُهَا
Diam itu hikmah, dan sedikit orang yang mampu melakukannya.”

Diam bukan berarti pasif. Diam berarti bijaksana dalam memilih waktu dan kata. Banyak masalah dunia akan selesai bukan karena kita berbicara, tetapi karena kita menahan diri untuk tidak menambah luka dengan kata-kata.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، يَكْتُبُ اللَّهُ لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، يَكْتُبُ اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ.
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah, tanpa ia sadari sejauh mana dampaknya, Allah menetapkan ridha-Nya baginya hingga hari ia bertemu dengan-Nya. Dan seorang hamba bisa mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah, tanpa ia sadari sejauh mana dampaknya, Allah menetapkan kemurkaan baginya hingga hari ia bertemu dengan-Nya.”
(HR. Bukhari)

Kata adalah benih. Jika ia ditanam dengan niat baik, tumbuhlah pohon pahala. Namun jika diucapkan dengan emosi, lahirlah dosa yang bisa merambat jauh tanpa kita sadari.

Lisan dan Kebersihan Hati

Lisan dan hati memiliki hubungan erat. Kata yang keluar dari hati akan masuk ke hati. Tetapi kata yang keluar dari nafsu hanya akan memantul di telinga. Karena itu, kebersihan hati menjadi kunci agar lisan terjaga dari keburukan.

Dalam kitab Ad-Durratun Nashihin, disebutkan:

القلبُ مَلِكٌ، واللسانُ ترجمانُه.
“Hati itu raja, dan lisan adalah penerjemahnya.”

Jika hati penuh kasih, lisan akan lembut. Jika hati dikuasai amarah, lisan akan tajam. Maka menjaga lisan sejatinya adalah menjaga kebeningan hati melalui zikir, doa, dan introspeksi diri.

Rasulullah ﷺ menegaskan dalam hadisnya:

لا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ.
“Iman seorang hamba tidak akan lurus hingga hatinya lurus, dan hatinya tidak akan lurus hingga lisannya lurus.”
(HR. Ahmad)

Menjaga lisan berarti memperkuat iman, karena keduanya berjalan seiring dalam kesucian batin.

Menjaga Lisan Sebagai Jalan Menuju Kedamaian Sosial

Kata-kata memiliki kekuatan sosial. Ia bisa menyatukan umat, atau memecah belah masyarakat. Dalam konteks ini, Ad-Durratun Nashihin menekankan pentingnya lisan dalam menjaga ukhuwah. Syekh Utsman menulis bahwa “orang yang lisannya tajam tidak akan memiliki teman sejati.”

Dalam masyarakat digital yang rentan perpecahan karena berita palsu, fitnah, dan ujaran kebencian, menjaga lisan adalah jihad modern. Islam tidak hanya mengajarkan shalat dan zakat, tetapi juga etika berbicara.

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.”
(QS. Al-Baqarah: 83)

Ayat ini bukan sekadar anjuran sopan santun, tetapi perintah spiritual: menjadikan ucapan sebagai sarana menyebar kebaikan.

Diam, Doa, dan Damai

Kadang, diam adalah doa. Ketika kita menahan lidah dari membalas hinaan, itu bukan kelemahan, melainkan kekuatan jiwa. Dalam diam yang penuh kesadaran, Allah menanamkan ketenangan yang tidak bisa dicapai dengan seribu kata.

Syekh Utsman Al-Khubawi menulis dengan indah:

إذا صمتَّ عن الجاهل، فذلك زكاةُ علمك.
“Jika engkau diam dari menghadapi orang bodoh, maka itu adalah zakat dari ilmumu.”

Diam bukan berarti kalah, melainkan cara menjaga martabat ilmu dan kedewasaan hati.

Penutup

Menjaga lisan berarti menjaga kedamaian diri, menjaga kehormatan orang lain, dan menjaga harmoni dunia. Dari lisan lahir cinta dan persaudaraan, tapi darinya pula muncul fitnah dan kebencian. Dalam setiap ucapan, kita menulis sejarah kecil dalam kehidupan orang lain.

Ketika Syekh Utsman Al-Khubawi menulis Ad-Durratun Nashihin, beliau tidak hanya menasihati umat tentang akhlak, tapi juga mengajarkan kesadaran spiritual: bahwa setiap kata adalah cermin iman.

Mari kita renungkan—berapa banyak luka yang timbul karena kata, dan berapa banyak kedamaian yang lahir karena senyum dan tutur lembut?

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan.”
(QS. Al-Baqarah: 263)

Akhirnya, menjaga lisan bukan sekadar adab, tetapi jihad yang menyelamatkan dunia kecil dalam diri kita—dan dunia besar di sekitar kita.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement