Sejarah
Beranda » Berita » Dzatus Shawari: Sejarah Perang Laut Pertama dalam Islam

Dzatus Shawari: Sejarah Perang Laut Pertama dalam Islam

Dzatus Shawari: Sejarah Perang Laut Pertama dalam Islam
Pertempuran Dzatus Shawari (Foto: Google)

SURAU.CO -Pertempuran Dzatus Shawari merupakan perang laut pertama dalam sejarah umat Islam. Dalam bahasa Arab, Dzatus Shawari berarti “perang tiang kapal”, karena pertempuran ini melibatkan banyak kapal layar dengan tiang tinggi yang saling berhadapan di tengah laut. Perang ini menjadi tidak penting dalam sejarah militer Islam karena menandai awal kemampuan umat Islam menaklukkan musuh di medan laut.

Latar Belakang Terjadinya Pertempuran

Perang Dzatus Shawari terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Mengenai tahun kejadiannya, pendapat berbeda-beda. Menurut kisah Al-Waqidi, perang ini terjadi pada tahun 651–652 Masehi (31 Hijriah). Sementara Abu Ma’shar al-Sindi mencatat bahwa pertempuran berlangsung pada tahun 654–655 Masehi (34 Hijriah). Pandangan terakhir ini didukung oleh kronik-kronik Bizantium, sehingga dianggap lebih mendekati kebenaran.

Pada masa itu, umat Islam telah berhasil menaklukkan kekaisaran Sasaniyah di Persia dan memperluas wilayahnya ke wilayah kekuasaan Bizantium. Gubernur Mesir, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah, memegang peran besar dalam ekspansi tersebut. Ia membangun armada laut Islam yang kuat dan terlindungi, sebuah langkah penting mengingat Bizantium selama berabad-abad dikenal sebagai kekuatan maritim terbesar di Laut Tengah.

Abdullah bin Sa’d berhasil menyiapkan pasukan laut yang mampu menahan serangan Bizantium di Alexandria pada tahun 646. Setelah itu, pasukan Islam semakin percaya diri untuk melanjutkan ekspedisi ke wilayah Bizantium, termasuk ke daerah pantai Anatolia (Turki modern).

Jalannya Pertempuran

Pada tahun 654, Muawiyah bin Abu Sufyan — gubernur Syam — memimpin ekspedisi besar ke wilayah Cappadocia, sementara armada laut Islam yang dipimpin oleh Abu al-A’war bergerak mengelilingi pantai selatan Anatolia. Melihat pergerakan ini, Kaisar Konstans II dari Bizantium segera menyiapkan armada besar untuk menghadang mereka.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Menurut catatan sejarah, Bizantium menurunkan sekitar 500 hingga 600 kapal, bahkan ada sumber yang menyebut hingga 1.000 kapal. Sementara armada Islam hanya berjumlah sekitar 200 kapal. Keduanya akhirnya bertemu di Laut Tengah, tepatnya di lepas pantai Finike (sekarang wilayah Turki).

Pertempuran berlangsung sengit di siang hari, sedangkan malam berikutnya kedua belah pihak berakhir tanpa perjanjian tertulis. Tentara Romawi mengisi malam dengan membunyikan lonceng dan menyiapkan perbekalan, sedangkan pasukan Islam menghabiskan malam dengan salat dan membaca Al-Qur’an.

Ketika pertempuran dilanjutkan, angin laut yang kencang sempat membuat posisi kapal-kapal Islam terombang-ambing. Sementara armada Bizantium lebih stabil karena berpengalaman dalam pertempuran laut. Melihat keadaan ini, Abdullah bin Sa’d mengirim surat kepada Kaisar Konstans II, mengusulkan agar pertempuran dilanjutkan di darat. Namun, sang Kaisar menolak karena mengetahui keunggulan pasukan Islam dalam perang darat. Ia ingin mengalahkan umat Islam di laut, tempat yang dianggap sebagai kelemahan mereka.

Strategi Jenius Pasukan Islam

Jumlah kapal Bizantium yang sangat banyak sempat membuat pasukan Islam terbatas. Namun Abdullah bin Sa’d segera mengubah taktiknya. Ia memerintahkan tentaranya untuk mendekatkan kapal-kapal Islam ke kapal musuh, lalu mengikatnya dengan tali besar agar kedua armada tidak dapat saling menjauh.

Langkah ini mengubah pertempuran laut menjadi semacam pertempuran darat di atas kapal. Pasukan Islam dengan keberanian luar biasa melompat ke kapal musuh, menempuh jarak dekat dengan pedang dan tombak.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Ath-Thabari menggambarkan betapa dahsyatnya pertempuran tersebut. Air laut berubah menjadi merah karena darah para prajurit yang gugur. Banyak pasukan Islam yang syahid, tetapi jumlah korban di pihak Bizantium jauh lebih besar. Semangat jihad dan keberanian pasukan Islam membuat mereka berhasil mematahkan perlawanan pasukan musuh yang jauh lebih banyak dan lebih berpengalaman di laut.

Kemenangan yang Mengubah Sejarah

Akhirnya, kemenangan berpihak kepada umat Islam. Kaisar Konstans II terpaksa mundur ke Konstantinopel setelah melihat armadanya hancur lebur. Sementara itu, sisa-sisa pasukan Bizantium melarikan diri ke Sisilia untuk mempertahankan wilayah kekuasaan di Italia, Sisilia, dan Afrika Utara.

Kemenangan dalam Pertempuran Dzatus Shawari tidak hanya menunjukkan ketangguhan militer Islam, tetapi juga menandai lahirnya kekuatan angkatan laut Muslim. Sejak saat itu, pasukan Islam terus memperluas pengaruhnya di laut, menduduki berbagai wilayah pesisir seperti membebaskan, Afrika Utara, hingga mencapai perbatasan Eropa.

Makna Strategis dan Spiritualitas

Kemenangan umat Islam dalam perang laut pertama ini bukan hanya hasil dari strategi militer, tetapi juga buah dari keimanan dan keteguhan hati. Ketika pasukan Bizantium mengandalkan jumlah dan pengalaman, pasukan Islam mengandalkan ketauhidan, disiplin, dan semangat jihad.

Fakta bahwa umat Islam yang baru belajar bertempur di laut mampu mengalahkan kekuatan maritim terkuat pada masa itu membuktikan bahwa kemenangan tidak semata-mata ditentukan oleh jumlah atau kekuatan senjata, melainkan oleh keyakinan dan kesungguhan.

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa dalam sejarah Islam, setiap kemenangan selalu diiringi dengan ketundukan kepada Allah. Di tengah pertempuran yang sengit, pasukan Islam tidak pernah meninggalkan salat dan membaca Al-Qur’an. Nilai spiritual inilah yang menjadi sumber kekuatan sejati mereka.

Setelah kemenangan ini, dunia Islam mulai membangun armada laut secara besar-besaran. Laut tidak lagi menjadi batas, melainkan jembatan untuk menyebarkan dakwah Islam. Kemenangan Dzatus Shawari membuka jalan bagi penaklukan-penaklukan berikutnya di Laut Tengah dan mempercepat jatuhnya dominasi Bizantium di kawasan itu.

Pertempuran Dzatus Shawari menjadi simbol awal kebangkitan kekuatan maritim Islam. Dari laut yang bergelombang itulah muncul semangat baru bahwa Islam tidak hanya berjaya di darat, tetapi juga mampu menguasai lautan.

 

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement