Khazanah
Beranda » Berita » Diskusi Itu Ibadah, Kalau Hatimu Tidak Ingin Menang

Diskusi Itu Ibadah, Kalau Hatimu Tidak Ingin Menang

dua ulama berdiskusi dengan tenang dan beradab
Dua ulama sedang berdiskusi tanpa emosi, simbol kerendahan hati dan keikhlasan dalam mencari ilmu.

Surau.co. Diskusi sering kali menjadi ajang adu kuat pendapat. Seseorang ingin menang, ingin diakui cerdas, ingin suaranya terdengar paling benar. Padahal, bila kita renungkan, diskusi sejatinya bukanlah arena perang logika, tetapi tempat hati belajar rendah hati. Diskusi itu ibadah, kalau hatimu tidak ingin menang.

Frasa itu sederhana, tapi membawa pesan yang dalam. Karena dalam setiap percakapan tentang ilmu, yang diuji sebenarnya bukan seberapa luas wawasan seseorang, melainkan seberapa lembut jiwanya saat berbeda pandangan.

Kitab Adab al-‘Ālim wa al-Muta‘allim karya Ibn Hajar al-‘Asqalānī (dalam versi yang diwariskan KH. Hasyim Asy‘ari) menegaskan hal ini dengan sangat indah. Bahwa ilmu tidak akan bercahaya kecuali dalam hati yang bersih dari kesombongan.

Ketika Ilmu Menjadi Pertarungan Ego

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui fenomena kecil yang mencerminkan betapa sulitnya menundukkan ego. Di kampus, di forum kajian, di grup WhatsApp alumni, bahkan di ruang tamu rumah kita sendiri.
Seseorang menyampaikan pendapatnya, lalu yang lain membalas bukan untuk memahami, tapi untuk membantah. Kalimat “menurut saya” sering diucapkan bukan untuk menambah makna, melainkan untuk menutup pembicaraan.

Padahal, Ibn Hajar menulis dengan sangat lembut:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

لَا يَصْلُحُ طَالِبُ الْعِلْمِ أَنْ يَكُونَ جَدَالِيًّا مُكْثِرًا لِلْمِرَاءِ وَالْخُصُومَةِ
“Tidak pantas bagi seorang penuntut ilmu untuk menjadi suka berdebat, banyak beradu argumen, dan terlibat dalam perselisihan.”

Maknanya jelas: perdebatan yang lahir dari hawa nafsu hanya akan menutup pintu keberkahan ilmu. Sebaliknya, diskusi yang lahir dari kerendahan hati akan membuka cahaya pemahaman.

Belajar Menjadi Pendengar

Banyak orang belajar berbicara, tapi sedikit yang belajar mendengar. Mendengar itu tidak sekadar diam, tetapi membuka hati untuk menerima kebenaran, bahkan ketika datang dari orang yang tidak kita sukai.

Ibn Hajar menulis:

مِنْ أَدَبِ الْمُتَعَلِّمِ أَنْ يَسْتَمِعَ إِلَى الْعَالِمِ سَمَاعَ مَنْ يَتَعَلَّمُ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Termasuk adab murid adalah mendengarkan guru seperti orang yang benar-benar ingin belajar sesuatu yang belum ia ketahui.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Kalimat ini tidak hanya berlaku bagi murid dan guru, tetapi juga untuk setiap dialog manusia. Dalam setiap diskusi, hendaknya kita hadir bukan untuk menegaskan apa yang sudah kita tahu, tetapi untuk menemukan sesuatu yang belum kita pahami.

Mendengarkan adalah bentuk ibadah. Ia menumbuhkan kesabaran, merendahkan hati, dan mengajarkan kita bahwa tidak semua hal harus diucapkan.

Niat yang Meluruskan Arah Bicara

Diskusi bisa menjadi amal saleh bila niatnya lurus. Sebaliknya, bisa menjadi dosa bila diwarnai kebencian, kesombongan, atau keinginan menjatuhkan orang lain. Karena itu, niat adalah fondasi setiap percakapan ilmiah.

Ibn Hajar menulis dalam kitabnya:

وَلْيَكُنْ قَصْدُهُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْمُنَاظَرَةِ وَالْمُذَاكَرَةِ فِي ذَلِكَ وَجْهَ اللهِ تَعَالَى
“Hendaknya tujuan seseorang dalam menuntut ilmu, berdiskusi, dan bertukar pemahaman adalah semata-mata mengharap wajah Allah Ta‘ala.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Maka, ukuran keberhasilan diskusi bukan pada berapa banyak argumen yang kita menangkan, tapi seberapa banyak hati yang tercerahkan.
Kadang, kita kalah dalam logika tapi menang dalam adab. Kadang, diam adalah bentuk kemenangan yang lebih tinggi, karena menahan diri untuk tidak menyakiti.

Menjaga Lisan, Menjaga Kehormatan Ilmu

Dalam setiap forum diskusi, lisan menjadi ujian paling berat. Sedikit saja salah ucap, bisa menyakiti hati lawan bicara. Karena itu, Ibn Hajar mengingatkan:

مَنْ حَفِظَ لِسَانَهُ فَقَدْ سَلِمَ دِينُهُ
“Barang siapa menjaga lisannya, maka agamanya akan selamat.”

Lisan yang dijaga bukan hanya tidak berkata kasar, tetapi juga tidak menyindir, tidak merendahkan, dan tidak menyombongkan diri.
Kadang seseorang benar dalam isi perkataannya, tetapi salah dalam cara menyampaikannya. Akibatnya, kebenaran pun kehilangan cahaya karena dibungkus dengan keangkuhan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini menegaskan bahwa dalam menyampaikan ilmu, hikmah dan kelembutan adalah bagian dari dakwah itu sendiri. Tidak cukup benar, kita juga harus bijak.

Diskusi sebagai Jalan Menuju Kerendahan Hati

Diskusi yang beradab mengajarkan kita satu hal penting: bahwa ilmu bukan untuk menonjolkan diri, tetapi untuk menyadarkan diri. Semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya semakin besar kesadarannya akan kebodohannya sendiri.

Cak Nun pernah mengatakan, “Yang paling berbahaya dari orang pandai adalah ketika ia berhenti merasa bodoh.”
Begitu pula diskusi — bila ia tidak lagi membuat kita rendah hati, berarti ada yang salah dengan niatnya.

Diskusi yang ikhlas tidak melahirkan pemenang dan pecundang. Ia melahirkan saudara.
Di sanalah letak ibadahnya: ketika dua hati bertemu bukan untuk mengalahkan, tapi untuk sama-sama mencari kebenaran yang diridai Allah.

Refleksi: Agar Setiap Diskusi Menjadi Ibadah

Mari kita bayangkan, seandainya setiap ruang diskusi — dari kelas hingga grup media sosial — dijalani dengan adab seperti dalam kitab Adab al-‘Ālim wa al-Muta‘allim. Tidak ada yang saling menjatuhkan, tidak ada yang ingin terlihat paling tahu. Hanya ada keinginan untuk saling belajar dan saling menuntun menuju kebenaran.

Diskusi akan berubah menjadi ruang suci, tempat ilmu menjadi cahaya dan hati menjadi lembut. Di situlah letak ibadah yang sesungguhnya. Karena pada akhirnya, bukan kemenangan yang kita cari, tapi keberkahan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement