SURAU.CO – Khianat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti tipu daya, perbuatan yang bertentangan dengan janji, atau tindakan yang menunjukkan ketidaksetiaan. Kata ini mengandung makna pengingkaran terhadap amanah dan kejujuran. Pandangan mata pun bisa berkhianat — sesuatu yang sering kita anggap sepele, padahal sangat berbahaya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mu’min : 19)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah Maha Mengetahui setiap gerak pandangan manusia, bahkan yang disembunyikan dalam hati. Tidak ada yang luput dari pengawasan-Nya, baik pandangan yang terang-terangan maupun yang dilakukan secara diam-diam.
Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah ingin memberitahukan kesempurnaan ilmu-Nya, yang meliputi segala sesuatu, baik besar maupun kecil, jelas maupun tersembunyi. Pengetahuan Allah yang mencakup segalanya seharusnya membuat manusia berhati-hati dalam ketenangan dan merasa malu kepada-Nya. Dengan kesadaran itu, seseorang akan berusaha bertakwa dan menjaga diri dari pandangan yang khianat.
Pandangan yang Khianat Menurut Ulama
Ad-Dhahhak mengartikan kata “خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ” sebagai al-ghamzu, yaitu memberikan isyarat dengan mata untuk maksud yang tidak baik. Termasuk juga melalui pandangan, seperti mengaku melihat sesuatu padahal tidak, atau sebaliknya, berpura-pura tidak melihat padahal sebenarnya melihat.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberikan penjelasan tentang ayat ini. Ia mengatakan bahwa pandangan mata yang khianat adalah seperti seorang lelaki yang sedang bersama teman-temannya, lalu lewat seorang wanita di hadapan mereka. Ia berpura-pura menyembunyikan pandangannya, tetapi saat merasa tidak diperhatikan, diam-diam ia melirik wanita tersebut. Ketika khawatir ketahuan, ia menunduk kembali. Allah mengetahui isi hatinya, mengetahui keinginan yang tersembunyi dibalik itu.
Dari penjelasan ini, jelas bahwa khianat mata bukan hanya soal melihat hal yang haram, tetapi juga tentang niat di balik pandangan itu. Ketika seseorang berpura-pura menjaga pandangan demi penilaian orang lain, namun hati menyimpan keinginan maksiat, maka inilah pengkhianatan mata.
Zina Mata dan Hati
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap anak Adam memiliki bagian dari zina yang mesti ia dapati. Zina mata adalah memandang, zina lisan adalah berbicara, dan zina hati adalah menginginkan. Sedangkan kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR.Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa dosa tidak selalu bermula dari perbuatan fisik. Pandangan yang tidak terjaga bisa menjadi pintu awal zina hati, dan pada akhirnya bisa terseret pada dosa besar. Mata yang khianat, hati yang berhasrat, dan lisan yang menggoda — semuanya merupakan bagian dari rantai maksiat yang harus diputuskan sebelum berkembang menjadi perbuatan nyata.
Zina hati terjadi ketika seseorang menumbuhkan keinginan terhadap hal yang diharamkan. Ia mungkin tidak berbuat, tetapi keinginannya telah melampaui batas kesucian hati. Allah mengetahui isi hati manusia, sebagaimana firman-Nya, “Dan apa yang disembunyikan oleh hati.” Tidak ada rahasia yang tertutup di hadapan-Nya.
Bentuk Khianat Mata dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan modern, bentuk pengkhianatan mata semakin beragam. Contoh sederhananya adalah seseorang yang berpura-pura malu ketika melihat konten yang tidak pantas di media sosial saat bersama keluarga atau teman-teman yang saleh. Namun, ketika sendirian, ia membuka dan menikmatinya tanpa rasa malu. Ia merasa aman karena tidak ada manusia yang melihat, padahal Allah Maha Melihat segala sesuatu.
Begitu pula dengan kebiasaan mencuri pandang terhadap lawan jenis di tempat umum, di kampus, atau di tempat kerja. Sekilas, mungkin terlihat wajar atau tidak berbahaya, tetapi hal itu bisa mengandung niat dan keinginan yang tidak wajar. Itulah bentuk halus dari pengkhianatan mata — sebuah dosa yang sering bersembunyi di balik kesopanan semu.
Menjaga Pandangan, Menjaga Hati
Islam mengajarkan umatnya untuk menundukkan pandangan, bukan tanpa alasan. Allah berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya…’” (QS. An-Nur: 30)
Menundukkan pandangan bukan hanya tentang menghindari hal-hal haram, tetapi juga cara menjaga kesucian hati. tatapan yang tak terkendali dapat menodai hati dan menghilangkan rasa malu. Padahal, rasa malu adalah cabang dari iman.
Ketika seseorang berusaha menjaganya karena takut kepada Allah, itulah bentuk ketakwaan yang sejati. Ia sadar bahwa Allah selalu memperhatikan, meskipun tidak ada manusia yang melihat. Ia melawan dorongan hawa nafsu dengan menundukkan pandangan dan mengendalikan hati.
Mata yang khianat adalah simbol dari hati yang tidak jujur kepada Allah. Ia berpura-pura suci di depan manusia, namun melampaui batas ketika merasa tak terlihat. Padahal, Allah mengetahui apa yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya melatih kejujuran dalam pandangan. Jagalah mata dari pandangan yang haram, kendalikan hati dari keinginan yang melanggar, dan tumbuhkan rasa malu kepada Allah meski dalam kesendirian. Allah Maha Mengetahui setiap lirikan mata, setiap niat yang tersembunyi, dan setiap rahasia di dalam dada. Maka, berhati-hatilah — karena tidak ada pemandangan yang luput dari pengawasan-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
