Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Ilmu Menjadi Dosa: Saat Niat Belajar Salah Arah

Ketika Ilmu Menjadi Dosa: Saat Niat Belajar Salah Arah

Santri menunduk di depan kitab terbuka, simbol introspeksi niat belajar.
Seorang santri menunduk di depan kitab terbuka, menggambarkan refleksi diri atas niat dalam menuntut ilmu.

Surau.co. Ketika ilmu menjadi dosa, itu berarti manusia telah memalingkan cahaya dari sumbernya. Ilmu seharusnya menuntun, bukan menjerumuskan. Namun, di zaman ketika pengetahuan bisa dibeli dan disebarkan tanpa batas, ilmu sering kehilangan niat sucinya. Ia berubah menjadi panggung, menjadi alat untuk memperkuat ego, bukan memperdalam makna hidup.

Dalam Kitab Adab al-‘Ālim wa al-Muta‘allim, Ibn Hajar al-‘Asqalānī mengingatkan bahaya besar ini. Ia menulis:

من طلب العلم ليجاري به العلماء أو ليماري به السفهاء أو ليصرف وجوه الناس إليه أدخله الله النار
“Barang siapa menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, membantah orang bodoh, atau agar manusia menoleh kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.”

Kata-kata itu bukan sekadar ancaman, tetapi cermin bagi siapa pun yang belajar hari ini — apakah niat kita untuk mencari kebenaran, atau sekadar mencari pengakuan.

Ilmu, jika disertai keikhlasan, adalah cahaya. Tapi jika diiringi kesombongan, ia bisa menjadi bara yang membakar dari dalam.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Fenomena Modern: Ketika Ilmu Dijadikan Panggung

Kita hidup di era di mana belajar bukan lagi tentang proses, tapi tentang pencitraan. Banyak orang belajar agar terlihat cerdas di media sosial, membuat kutipan tanpa memahami makna, atau berdebat untuk mematahkan lawan, bukan mencari kebenaran.

Padahal, ilmu yang sejati tidak perlu panggung. Ia hadir dalam kesunyian dan tumbuh dalam kerendahan hati.

Ibn Hajar menulis dengan lembut namun dalam:

العلم عبادة بالقلب كما أن الصلاة عبادة بالجوارح
“Ilmu adalah ibadah dengan hati, sebagaimana shalat adalah ibadah dengan anggota tubuh.”

Artinya, menuntut ilmu adalah bentuk ibadah. Maka jika niatnya salah, ibadah itu kehilangan ruhnya. Seorang yang belajar bukan karena Allah, sejatinya sedang membangun berhala baru di dalam dirinya: ego.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Rasulullah ﷺ bersabda:

من تعلم العلم ليباهي به العلماء أو يماري به السفهاء أو يصرف به وجوه الناس إليه أدخله الله النار
“Barang siapa belajar ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, memperdebatkan orang bodoh, atau menarik perhatian manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini memperkuat pesan Ibn Hajar: niat adalah fondasi. Tanpa niat yang lurus, ilmu yang tinggi sekalipun bisa menjadi sumber kehancuran spiritual.

Ilmu yang Tidak Menyembuhkan

Ilmu seharusnya menjadi obat bagi kebodohan, bukan sumber penyakit baru. Namun, ilmu tanpa adab ibarat pisau tanpa gagang — tajam, tapi berbahaya bagi pemiliknya.

Kita menyaksikan bagaimana sebagian orang menggunakan dalil agama untuk menyalahkan, bukan menyembuhkan. Ilmu menjadi alat kekuasaan, bukan rahmat. Padahal, Ibn Hajar mengingatkan:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

العلم حياة القلوب ونور البصائر
“Ilmu adalah kehidupan bagi hati dan cahaya bagi pandangan.”

Hati yang hidup tidak akan mudah menghakimi. Pandangan yang diterangi ilmu tidak akan menyilaukan, tapi meneduhkan.

Namun ketika hati mati, ilmu menjadi dingin dan kaku. Ia berhenti menjadi jalan menuju Allah dan berubah menjadi alat untuk membuktikan diri.

Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan:

كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا
“(Mereka) seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar di punggungnya.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 5)

Ayat ini menggambarkan tragedi intelektual: orang yang berilmu tapi tidak mengamalkan, tahu tapi tidak memahami, bicara tapi tidak menyembuhkan.

Menata Kembali Niat dalam Belajar

Menuntut ilmu dengan niat yang salah bukan hanya sia-sia, tapi juga bisa menjadi dosa. Namun, dosa bukan akhir dari segalanya. Ia bisa menjadi pintu tobat, jika seseorang berani mengoreksi arah belajarnya.

Ibn Hajar menulis:

من أصلح نيته في طلب العلم نال به سعادة الدارين
“Barang siapa memperbaiki niatnya dalam menuntut ilmu, ia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.”

Ilmu sejati lahir dari cinta, bukan dari ambisi. Ia menumbuhkan, bukan merendahkan. Ia membuat manusia semakin mengenal Tuhannya, bukan semakin jauh dari-Nya.

Menata niat berarti belajar kembali untuk mencintai ilmu sebagaimana seorang santri mencintai kitabnya — penuh hormat, tanpa pamrih, dengan kesabaran yang panjang.

Belajar untuk Menghidupi, Bukan Sekadar Mengetahui

Ilmu yang benar adalah ilmu yang hidup. Ia berdenyut di dalam tindakan, berbicara lewat akhlak, dan tumbuh dalam ketulusan.

Kita tidak sedang menimbun pengetahuan, tapi sedang menumbuhkan kebijaksanaan. Ilmu yang diamalkan akan berkembang, sementara ilmu yang disimpan hanya menjadi beban.

Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Hajar:

من عمل بما علم أورثه الله علم ما لم يعلم
“Barang siapa mengamalkan ilmu yang telah ia ketahui, Allah akan memberinya ilmu yang belum ia ketahui.”

Ilmu yang diamalkan akan melahirkan ilmu baru. Begitulah cara Allah memberi hikmah kepada hamba-hamba-Nya. Sementara ilmu yang disombongkan hanya akan mengering seperti air yang tak lagi mengalir.

Penutup: Kembali ke Jalan yang Lurus

Ketika ilmu menjadi dosa, maka penyebabnya bukan pada ilmunya, tapi pada hatinya. Ilmu itu suci; manusialah yang menodainya.

Niat adalah poros. Ia menentukan apakah ilmu akan menjadi cahaya yang menuntun atau api yang membakar. Maka setiap kali belajar, tanyakan pada diri: untuk siapa aku menuntut ilmu ini?

Ilmu yang sejati tidak menjauhkan manusia dari Tuhan, melainkan menuntun untuk lebih dekat. Ia bukan tentang menjadi yang paling tahu, tapi menjadi yang paling tunduk.

Allah ﷻ berfirman:

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Taha [20]: 114)

Ayat ini mengajarkan kerendahan hati — bahwa ilmu sejati tidak membuat seseorang merasa cukup, tetapi membuatnya semakin haus untuk belajar. Karena di ujung ilmu, kita akan menemukan kebodohan diri sendiri.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement