Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Malaikat Mengajar Manusia: Pandangan Isyraqiyyah tentang Pengetahuan

Ketika Malaikat Mengajar Manusia: Pandangan Isyraqiyyah tentang Pengetahuan

ilustrasi manusia diterangi cahaya malaikat simbol pengetahuan iluminatif
Ilustrasi manusia menerima pancaran cahaya pengetahuan dari atas, simbol hubungan ruhani antara manusia dan malaikat.

Surau.co.

Dalam keheningan malam yang bening, ketika segala suara dunia mereda, sering muncul kilatan halus di dalam hati — seolah ada bisikan lembut, bukan dari luar, melainkan dari kedalaman diri.
Bagi Shihāb al-Dīn Yaḥyā ibn Ḥabash al-Suhrawardī, sang Filsuf Iluminasi (Shaykh al-Isyrāq), momen seperti itu bukan sekadar ilham. Ia adalah pertemuan ruhani antara manusia dan malaikat pengetahuan.

Dalam karya monumentalnya, Ḥikmat al-Ishrāq (Kebijaksanaan Iluminasi), Suhrawardī menggambarkan bahwa pengetahuan sejati tidak lahir dari akal semata, tetapi memancar sebagai cahaya yang menyentuh hati manusia melalui perantaraan malaikat.


Cahaya yang Turun ke Hati

Menurut pandangan Isyraqiyyah, pengetahuan bukan sesuatu yang kita kejar, tetapi sesuatu yang datang menyinari kita.
Suhrawardī menulis:

«النورُ الإلهيُّ إذا أشرقَ على القلبِ، انكشفَ لهُ كلُّ شيءٍ بغيرِ وساطةٍ»
“Ketika cahaya Ilahi menyinari hati, segala sesuatu tampak tanpa perantara.”

Ungkapan ini menggambarkan inti teori pengetahuan iluminatif (‘ilm al-ishrāqī): mengetahui bukan hasil berpikir, melainkan penyaksian langsung (musyāhadah) antara ruh manusia dan sumber cahaya pengetahuan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Akal, dalam pandangan ini, bukan penguasa, melainkan cermin penerima cahaya.
Semakin bersih cermin itu dari debu ego, semakin jernih ia memantulkan realitas.
Oleh karena itu, pembersihan diri menjadi syarat utama bagi lahirnya kebijaksanaan sejati.


Fenomena Sehari-hari: Ilham yang Menyelinap di Tengah Kesibukan

Sering kali, di tengah rutinitas yang padat, kita tiba-tiba merasakan ilham tanpa sebab yang jelas.
Seorang penulis menemukan kalimat terbaiknya di tengah malam; seorang ibu mendadak tahu apa yang harus dilakukan untuk anaknya; seorang pejalan merasa langkahnya dituntun ke arah yang tepat.

Bagi Suhrawardī, semua itu adalah sentuhan cahaya malaikat pengetahuan. Ia menulis:

«لكلِّ علمٍ معلِّمٌ من الأنوارِ العلويةِ، ينفُثُ في النفسِ نورَ الفهمِ»
“Setiap ilmu memiliki guru dari cahaya tinggi, yang meniupkan ke dalam jiwa cahaya pemahaman.”

Dengan demikian, ilmu sejati bukan hasil ciptaan manusia, tetapi anugerah yang dihembuskan oleh malaikat kepada hati yang bersih.
Pengetahuan hadir sebagai hadiah, bukan hasil kepemilikan.
Karena itu, tugas manusia bukan menguasai ilmu, melainkan menyucikan diri agar layak menerima cahaya.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern


Akal, Ruh, dan Hirarki Malaikat Pengetahuan

Dalam struktur metafisika Suhrawardī, seluruh wujud tersusun dalam lapisan cahaya.
Dari Nūr al-Anwār (Cahaya dari segala cahaya, yaitu Tuhan), memancar malaikat-malaikat akal — entitas suci yang menjembatani dunia Ilahi dan manusia.

Ia menulis dalam Ḥikmat al-Ishrāq:

«الأرواحُ العُلويةُ هي أنوارٌ محضةٌ، تفيضُ منها المعارفُ على الأرواحِ السفليةِ»
“Ruh-ruh luhur adalah cahaya murni, darinya mengalir pengetahuan ke ruh-ruh yang lebih rendah.”

Dari sini, Suhrawardī menjelaskan bahwa setiap manusia sesungguhnya berinteraksi secara ruhani dengan malaikat pengetahuan, meski sering tanpa disadari.
Hubungan ini tidak berbentuk percakapan, tetapi transmisi cahaya dari tingkat kesadaran yang lebih tinggi ke hati manusia.

Akal bertugas menerjemahkan pancaran itu menjadi bentuk pikiran. Namun, yang berbicara sebenarnya bukan akal, melainkan cahaya di balik cahaya.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW


Al-Qur’an: Pengetahuan sebagai Cahaya dari Langit

Suhrawardī tidak memisahkan filsafat dari wahyu.
Baginya, Al-Qur’an adalah puncak dari seluruh kebijaksanaan iluminatif.
Allah berfirman:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi… Cahaya di atas cahaya.” (QS. An-Nūr: 35)

Ayat lain berbunyi:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya.” (QS. Al-Baqarah: 31)

Bagi Suhrawardī, ayat-ayat ini menjelaskan bahwa pengetahuan pertama manusia berasal langsung dari Tuhan melalui malaikat.
Adam tidak belajar dari pengalaman, tetapi diajari melalui iluminasi ruhani.

Selain itu, Rasulullah ﷺ bersabda:

«إِنَّ لِلْمَلَائِكَةِ لَمَسَاتٍ فِي الْقَلْبِ كَلَمَسِ النُّورِ»
“Sesungguhnya malaikat memiliki sentuhan dalam hati, seperti sentuhan cahaya.” (HR. Ahmad)

Hadis ini memperkuat pandangan Suhrawardī bahwa malaikat bukan hanya penghuni langit, melainkan juga pengajar kesadaran manusia.


Krisis Pengetahuan Modern: Saat Cahaya Tak Lagi Dikenal

Kini, dunia kita dipenuhi informasi, tetapi kekurangan makna.
Kita dapat mencari apa pun dalam hitungan detik, namun jarang menemukan kebijaksanaan.
Suhrawardī mengingatkan bahwa ketika manusia memutus hubungan dengan sumber cahaya, pengetahuannya kehilangan ruh.

Ia menulis:

«العلمُ بلا إشراقٍ جمودٌ، والفكرُ بلا نورٍ ظلمةٌ»
“Ilmu tanpa pencerahan adalah kebekuan, dan pikiran tanpa cahaya adalah kegelapan.”

Dengan kata lain, kebenaran tidak dapat diperoleh hanya lewat metode logis atau data empiris.
Ia harus dihidupkan melalui hubungan batin dengan Cahaya Ilahi, sebab dari sanalah seluruh pengetahuan bermula.


Fenomena Ruhani: Saat Cahaya Mengajar di Dalam Diri

Perenungan panjang, ibadah yang tulus, atau bahkan penderitaan yang diterima dengan sabar — semuanya dapat membuka jendela bagi cahaya malaikat untuk masuk.
Pengetahuan yang lahir dari pengalaman batin jauh lebih hidup daripada teori yang hanya berasal dari analisis.

Suhrawardī menulis:

«النفسُ إذا تطهَّرَتْ، صارتْ مِرآةً للنورِ الأعلى، فتعلمُ بلا وسيلةٍ»
“Ketika jiwa disucikan, ia menjadi cermin bagi cahaya tertinggi dan mengetahui tanpa perantara.”

Maka, pengetahuan iluminatif bukan sekadar tahu, tetapi menjadi terang.
Ketika seseorang telah diterangi, ia bukan hanya memahami pengetahuan itu — ia menghidupinya.


Penutup: Malaikat Masih Mengajar

Filsafat Isyraqiyyah tidak bicara tentang masa lalu, tetapi tentang manusia modern yang lupa arah cahaya.
Malaikat pengetahuan masih hadir dan menuntun, namun banyak orang terlalu sibuk menatap layar hingga lupa menatap ke dalam dirinya sendiri.

Suhrawardī meninggalkan pesan lembut:

«من لم يتعلَّمْ من نورِ المَلَكِ، بقيَ في مدرسةِ الظِّلِّ»
“Barang siapa tidak belajar dari cahaya malaikat, ia akan tetap bersekolah di bayangan.”

Pengetahuan sejati tidak lahir dari perdebatan, tetapi dari penyucian hati.
Ketika hati telah menjadi cermin yang bening, cahaya akan datang — bukan dengan sayap, melainkan dengan kedalaman diam yang memantulkan kebenaran.

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement