SURAU.CO – Nama lengkapnya Abu al-Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi. Ia lahir pada tahun 467 H (1075 M) di Zamakhsyar, sebuah desa di daerah Khawarizm, wilayah yang kini termasuk bagian Uzbekistan. Nama daerah kelahirannya kemudian melekat padanya, sehingga orang-orang mengenalnya sebagai al-Zamakhsyari.
Zamakhsyari tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sejak kecil, ia menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam mempelajari bahasa Arab dan ilmu agama. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti tafsir, hadis, fikih, dan balaghah (retorika bahasa Arab). Namun, ia paling mencintai bidang bahasa dan sastra Arab.
Sejak muda, keistimewaannya tampak jelas. Ia rajin, tekun, dan memiliki daya hafal yang kuat. Meskipun tidak lahir di jazirah Arab, ia menguasai bahasa Arab dengan fasih seperti penutur asli. Banyak orang Arab sendiri yang mengakui kefasihannya. Karena ia pernah tinggal lama di Mekah untuk menuntut ilmu dan mengajar, masyarakat diberi julukan “Jarullah” yang berarti “tetangga Allah.” Julukan itu menggambarkan betapa tingginya penghargaan mereka terhadap ilmu dan kesalehannya.
Perjalanan Ilmiah dan Pemikiran
Zamakhsyari menempuh perjalanan panjang dalam menuntut ilmu. Ia belajar kepada banyak ulama besar di berbagai kota seperti Bukhara, Bagdad, dan Mekah. Dalam pengembaraan ilmiahnya, ia tidak hanya menimba ilmu, tetapi juga menghasilkan banyak karya tulis.
Sebagai seorang pemikir rasionalis, Zamakhsyari mengikuti mazhab Mu’tazilah , aliran teologi Islam yang menekankan rasionalitas dan keadilan Tuhan. Walaupun pandangan teologinya berbeda dengan mayoritas ulama Sunni, para ulama tetap memperhatikan analisis karyanya karena tajam dan bahasanya indah.
Ia mencintai bahasa Arab dengan sepenuh hati. Menurutnya, seseorang hanya bisa memahami Al-Qur’an secara mendalam jika ia menguasai bahasa Arab dengan baik. Ia meyakini setiap kata dalam Al-Qur’an memiliki makna yang dalam dan tidak boleh diterjemahkan secara sembarangan. Oleh karena itu, ia selalu menggabungkan ilmu bahasa, sastra, dan tafsir dalam menjelaskan setiap ayat Al-Qur’an.
Karya Monumental: Tafsir Al-Kasyaf
Dari puluhan karyanya, Tafsir Al-Kasyaf menjadi karya paling terkenal dan berpengaruh. Ia menulis buku ini bukan hanya sebagai tafsir, tetapi juga sebagai ensiklopedia bahasa Arab yang luar biasa. Melalui Al-Kasyaf , ia menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan linguistik dan retoris yang mendalam.
Dalam setiap penafsiran, ia menyoroti struktur bahasa, pilihan kata, keindahan gaya, dan hubungan antarkalimat. Ia meyakini bahwa keindahan bahasa Al-Qur’an merupakan mukjizat tersendiri. Dengan analisis linguistik yang tepat, ia berusaha mengungkap pesan ilahi secara utuh.
Ketika menafsirkan ayat-ayat yang menggunakan gaya majas atau metafora, ia menampilkan analisis yang sangat rinci. Ia menjelaskan alasan pemilihan kata, keindahan bunyinya, serta konteks makna yang mengelilinginya. Pendekatan itu menjadikan Al-Kasyaf berbeda dari tafsir lain pada zamannya.
Meski dalam Al-Kasyaf ia menampilkan pandangan teologi Mu’tazilah secara halus, banyak ulama dari berbagai mazhab tetap mengutip dan memuji karyanya. Mereka menghargai keindahan bahasa dan ketelitian analisisnya. Bahkan Imam Al-Baidlawi, penulis tafsir Anwar al-Tanzil , menjadikan Al-Kasyaf sebagai sumber utama dalam penyusunan tafsirnya, sambil menyaring unsur-unsur teologi Mu’tazilah di dalamnya.
Pengaruh dalam Dunia Keilmuan Islam
Zamakhsyari memberi pengaruh besar bagi dunia keilmuan Islam. Dalam bidang tafsir, ia berhasil memadukan ilmu bahasa dan makna teologis dalam kerangka yang harmonis. Pendekatannya menginspirasi banyak mufasir setelahnya, baik dari kalangan Sunni maupun Mu’tazilah.
Dalam bidang bahasa Arab, ia menulis karya penting berjudul Al-Mufassal fi Ilm al-Nahw , buku tata bahasa Arab yang menjadi rujukan utama selama berabad-abad. Hingga kini, para pelajar di madrasah dan universitas Islam masih mempelajari buku-buku tersebut. Para ahli nahwu (tata bahasa Arab) memuji sistematika dan kejelasan penjelasannya.
Selain itu, ia menulis kitab Asas al-Balaghah, sebuah kamus bahasa Arab yang tidak hanya menjelaskan makna kata, tetapi juga memberikan contoh penggunaannya dalam konteks sastra. Karya ini menunjukkan betapa dalam pemahamannya terhadap keindahan bahasa Arab.
Kepribadian dan Akhlak
Zamakhsyari dikenal sebagai pribadi yang zuhud dan sederhana. Ia menjalani hidup dengan disiplin dan menjaga lisannya dari perkataan yang tidak berguna. Ia memegang teguh kehormatan ilmu dan menolak menjualnya demi keuntungan duniawi.
Kisah hidupnya menunjukkan semangat yang luar biasa. Ia hidup dengan satu kaki setelah mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakinya terputus. Namun, ia tidak pernah membiarkan kekurangannya menghalangi langkahnya. Ia terus menulis, mengajar, dan berkarya hingga akhir hayat. Semangatnya dalam mencari dan menyebarkan ilmu menjadikannya dikenang sebagai sosok yang pantang menyerah.
Wafat dan Warisan Keilmuan Imam Zamakhsyari
Zamakhsyari wafat pada tahun 538 H (1144 M) di kota Khawarizm, tanah kelahirannya. Ia mewariskan warisan intelektual yang sangat besar bagi dunia Islam. Melalui Al-Kasyaf , ia membuktikan bahwa keindahan bahasa dan kedalaman makna Al-Qur’an dapat dijelaskan dengan pendekatan ilmiah yang rasional dan estetis.
Para ulama, peneliti, dan mahasiswa tafsir terus meneliti dan mengutip karya-karyanya hingga sekarang. Gaya penulisannya yang sistematis dan kaya menjadikan analisis layak menyandang gelar penulis tafsir linguistik terbaik dalam sejarah Islam .
Zamakhsyari mengajarkan bahwa memahami Al-Qur’an bukan hanya soal menafsirkan makna secara harfiah, tetapi juga tentang menggali keindahan bahasanya yang mendalam. Melalui Al-Kasyaf , ia menunjukkan bahwa bahasa Arab bukan sekadar alat komunikasi, melainkan jembatan untuk memahami pesan ilahi secara lebih sempurna.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
