Sejarah
Beranda » Berita » Sultan Zainal Abidin dan Lahirnya Kesultanan Islam di Timur Nusantara

Sultan Zainal Abidin dan Lahirnya Kesultanan Islam di Timur Nusantara

Sultan Zainal Abidin dan Lahirnya Kesultanan Islam di Timur Nusantara
Ilustrasi Sultan Zainal Abidin 9Foto: Istimewa)

SURAU.CO – Sultan Zainal Abidin adalah tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia Timur. Ia memerintah antara tahun 1486 hingga 1500. Di bawah kepemimpinannya, Ternate bertransformasi dari kerajaan bercorak tradisional menjadi kesultanan Islam yang berpengaruh di wilayah Maluku. Langkah-langkah pembaruan yang ia lakukan tidak hanya memperkuat struktur pemerintahan, tetapi juga menegaskan posisi Islam sebagai landasan moral, sosial, dan politik di kepulauan rempah-rempah tersebut.

Awal Kehidupan dan Latar Belakang

Tidak ada catatan pasti mengenai tahun kelahiran Sultan Zainal Abidin. Namun, para sejarawan mencatat bahwa ia merupakan putra dari Kolano Marhum, penguasa Ternate yang memerintah antara tahun 1465 hingga 1486. ​​Kolano Marhum, raja pertama Ternate yang menganut agama Islam. Hal ini menjadi pintu masuk bagi perkembangan Islam di wilayah Maluku Utara.

Sejak kecil, Zainal Abidin tumbuh dalam suasana keagamaan yang mulai dirusak dengan kuat. Ia mendapat pendidikan Islam langsung dari Datuk Maulana Hussein, seorang ulama asal Jawa yang datang berdakwah ke Ternate pada masa pemerintahan Kolano Marhum. Kehadiran Datuk Maulana Hussein menandai hubungan awal antara ulama Jawa dan kerajaan-kerajaan di Maluku, yang berperan besar dalam proses Islamisasi di kawasan timur Nusantara.

Meski demikian, beberapa sumber sejarah menyebutkan versi yang berbeda. Dalam Hikayat Tanah Hitu karya Rijali menyebutkan bahwa justru Zainal Abidinlah yang menjadi penguasa Ternate pertama yang menganut agama Islam. Perbedaan ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi di Ternate berjalan bertahap dan bersifat dinamis, dimulai dari pengaruh individu, kemudian meluas ke struktur pemerintahan dan masyarakat.

Dari Kolano Menjadi Sultan

Setelah Kolano Marhum turun tahta pada tahun 1486, Zainal Abidin naik sebagai penguasa baru Kerajaan Ternate. Ia segera melakukan reformasi pemerintahan untuk menyesuaikan sistem kerajaan dengan nilai-nilai Islam. Langkah pertama yang ia lakukan adalah mengganti gelar penguasa dari “kolano” menjadi “sultan”. Dengan demikian, ia menjadi penguasa pertama yang menggunakan gelar sultan di Ternate, menandai lahirnya Kesultanan Ternate yang bercorak Islam.

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Pada tahun 1494, Sultan Zainal Abidin berangkat ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama. Ia berguru di pesantren milik Sunan Giri, salah satu tokoh utama Wali Songo yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara. Ia memperoleh pendidikan agama yang mendalam, baik dalam bidang fikih, tasawuf, maupun tata pemerintahan Islam disana.

Sunan Giri kemudian memberikan julukannya “Sultan Bulawa” atau “Sultan Cengkih”. Julukan ini lahir karena Zainal Abidin datang ke Jawa membawa cengkih dari wilayah Bulawa, Gorontalo — simbol hubungan dagang antara Maluku dan Jawa yang telah terjalin lama. Perjalanan ilmiah ke Jawa ini menjadi titik balik penting bagi Sultan Zainal Abidin. Ia tidak hanya memperdalam pengetahuan agama, tetapi juga menyerap sistem pendidikan dan pemerintahan Islam yang diterapkan di Ternate.

Membawa Pembaruan ke Ternate

Sekembalinya ke Ternate, Sultan Zainal Abidin membawa sejumlah ulama dari Jawa, salah satunya Tuhubahanul, untuk membantu mengembangkan dakwah Islam. Ia menerapkan sistem pemerintahan bercorak Islam dan memperkenalkan hukum Islam dalam tata kehidupan masyarakat kerajaan. Dengan reformasi tersebut, struktur kekuasaan Ternate mulai teratur berdasarkan prinsip keadilan dan moralitas Islam.

Sultan Zainal Abidin jumemprakarsai pendirian lembaga pendidikan Islam di wilayah kekuasaannya. Sekolah-sekolah ini menjadi pusat pembelajaran agama sekaligus tempat pembinaan moral masyarakat. Para pengajarnya sebagian besar berasal dari Jawa, menunjukkan adanya jaringan intelektual Islam antarwilayah di Nusantara. Melalui pendidikan, Sultan Zainal Abidin menanamkan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan masyarakat Ternate.

Selain bidang pendidikan, Sultan Zainal Abidin juga memperkuat jaringan dakwah ke daerah-daerah sekitar. Pengaruh Islam dari Ternate kemudian meluas ke berbagai wilayah di Maluku, seperti Tidore, Bacan, Jailolo, hingga ke pulau-pulau sekitarnya. Ternate pun berkembang menjadi pusat penyebaran Islam di kawasan timur Indonesia. Dalam waktu singkat, Islam menjadi identitas politik dan sosial yang menyatukan masyarakat Maluku.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Warisan Kepemimpinan dan Pengaruh Islam

Sultan Zainal Abidin wafat pada tahun 1500 setelah memerintah selama kurang lebih 14 tahun. Sepeninggalnya, tahta Kesultanan Ternate diteruskan oleh putranya, Sultan Bayanullah. Warisan terbesar yang ditinggalkan Zainal Abidin bukan hanya sistem pemerintahan yang lebih teratur, tetapi juga fondasi spiritual yang kuat bagi masyarakat Ternate.

Ternate tidak lagi sekadar kerajaan maritim penghasil rempah, tetapi juga menjadi pusat kebudayaan Islam di Indonesia Timur. Panduan Ajaran Islam menjadi dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, mulai dari sistem hukum, pendidikan, hingga diplomasi. Peran Zainal Abidin sebagai peletak dasar Islam di Ternate diakui oleh banyak sejarawan. J.Suyuthi Pulungan (2019) dalam Sejarah Peradaban Islam di Indonesia menegaskan bahwa Islamisasi di Ternate pada masa Zainal Abidin merupakan salah satu tonggak penting dalam penyebaran Islam di Nusantara bagian timur.

Warisan Sultan Zainal Abidin terus hidup hingga kini. Struktur pemerintahan Kesultanan Ternate masih mempertahankan nilai-nilai Islam yang ia tanamkan. Upacara adat, sistem pendidikan tradisional, hingga struktur keulamaan di Ternate semuanya dihilangkan dari kebijakan dan visi yang ia rumuskan lebih dari lima abad silam.

Sultan Zainal Abidin telah menorehkan sejarah penting dalam perjalanan panjang Islamisasi di Indonesia. Dengan kebijakan visioner dan semangat dakwah yang tinggi, ia berhasil mengubah wajah Ternate menjadi kesultanan Islam yang disegani. Reformasi politik, pendidikan, dan hukum yang ia jalankan menjadikan Islam tidak hanya sebagai agama, tetapi juga sebagai dasar peradaban.

Melalui kepemimpinannya, Islam tumbuh menjadi kekuatan yang menyatukan masyarakat Maluku. Jejaknya yang masih terasa hingga hari ini, menjadikan Sultan Zainal Abidin bukan hanya sosok pemimpin, tetapi juga peletak dasar peradaban Islam yang mencerahkan di timur Nusantara.

Kitab Taisirul Kholaq: Terobosan Pembelajaran Akhlak Metode Salafiyah

Referensi:
Pulungan, J. Suyuthi. (2019). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Jakarta: AMZAH.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement