SURAU.CO-Lebih Dulu Santun Sebelum Pandai menegaskan bahwa adab selalu berjalan lebih dahulu daripada kecerdasan. Setiap penuntut ilmu perlu menata hati sebelum menajamkan akal. Ketika seseorang menjadikan lebih dulu santun sebelum pandai sebagai prinsip hidup, ia menapaki jalan kebijaksanaan yang sejati. Ilmu tanpa adab hanya melahirkan kesombongan dan kehilangan arah.
Setiap perjalanan belajar menuntut kerendahan hati. Banyak orang cerdas, tetapi gagal menjaga tutur. Sebaliknya, orang yang santun kerap mendapatkan kepercayaan dan cinta dari banyak hati. Pengalaman sehari-hari membuktikan bahwa kesopanan sering membuka jalan yang tidak bisa ditembus oleh gelar. Orang mungkin lupa perkataan pintar, tetapi mereka jarang lupa perlakuan santun.
Para ulama memberi teladan tentang pentingnya adab. Imam Malik mengajarkan muridnya duduk sopan sebelum memahami hadis. Imam Syafi’i menekankan penghormatan kepada guru sebelum membuka kitab. Mereka sadar bahwa adab melunakkan hati dan menumbuhkan keberkahan ilmu. Nilai ini tetap hidup di zaman modern, hanya perlu dikemas dengan semangat baru.
Guru dan pembimbing rohani di masa kini pun sering menegaskan hal yang sama. Mereka melihat bahwa hati yang lembut lebih mudah menyerap ilmu daripada pikiran yang keras. Adab menumbuhkan kesabaran, sedangkan ilmu menajamkan logika. Bila keduanya bersatu, lahirlah manusia berilmu yang berakhlak.
Menanamkan Adab dan Santun di Era Ilmu Cepat
Menanamkan adab dan santun di zaman digital memerlukan kesungguhan. Dunia kini berlari cepat, tetapi tidak semua orang belajar untuk mendengar dengan sabar. Media sosial penuh dengan opini, tetapi miskin rasa hormat. Karena itu, menegakkan adab menjadi tugas setiap pribadi yang ingin menjaga nilai kemanusiaan.
Para pendidik harus menanamkan kesantunan sejak awal. Mereka perlu mengajarkan murid mengucap terima kasih, menepati janji, dan menghormati waktu. Di pesantren, para santri belajar menundukkan ego lewat tindakan sederhana seperti mencium tangan guru atau membersihkan lingkungan. Semua itu melatih keikhlasan dan menghormati ilmu.
Di luar pesantren, adab tetap bisa tumbuh. Seseorang dapat belajar menahan diri di ruang publik, berbicara dengan sopan di dunia maya, dan menghargai perbedaan. Ketika seseorang memilih diam saat diserang, ia sedang menegakkan adab. Saat seseorang menulis dengan santun, ia sedang menebar kesejukan di dunia digital.
Teknologi memang menghadirkan tantangan, tetapi juga memberi peluang untuk menebarkan nilai santun. Mereka yang beradab di ruang digital akan menjadi teladan. Kesantunan tetap menjadi bahasa universal yang tak akan lapuk oleh waktu.
Ilmu Tanpa Adab Adalah Api Tanpa Cahaya
Para bijak menempatkan akhlak di atas kecerdasan karena mereka tahu: ilmu hanya bercahaya jika disertai budi pekerti.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang santun selalu mudah diterima. Di tempat kerja, kesopanan membuka peluang lebih luas dibandingkan kecerdasan semata. Di rumah, adab menciptakan kedamaian dan saling menghargai. Karena itu, mengajarkan adab sama pentingnya dengan mengajarkan ilmu, baik di sekolah, keluarga, maupun dunia maya.
Santun bukan tanda kelemahan. Justru, kesantunan menunjukkan kekuatan batin. Seseorang yang mampu menahan amarah sedang menunjukkan ilmu yang beradab. Dari kesabaran lahir kebijaksanaan, dan dari kebijaksanaan tumbuh kepercayaan.
Pada akhirnya, belajar bukan hanya tentang memahami teori, melainkan tentang menanam nilai kehidupan. Saat manusia menempatkan adab di atas pandai, ia sedang menegakkan prinsip abadi: kecerdasan sejati tumbuh dari hati yang santun dan jiwa yang jernih.
Setiap ilmu membutuhkan adab sebagai penuntunnya. Ketika seseorang menempatkan adab di depan kecerdasan, ia sedang menanam akar kebijaksanaan. Orang yang santun tidak mudah terpancing emosi dan selalu menghargai pendapat orang lain. Dari kesantunan itu tumbuh cahaya ilmu yang membawa keberkahan hidup.
Kesantunan menumbuhkan keikhlasan dalam belajar. Seseorang yang beradab akan lebih mudah menerima ilmu karena hatinya bersih dari kesombongan. Adab menjadikan ilmu berfungsi untuk kebaikan, bukan kebanggaan. Karena itu, menanamkan sikap santun sebelum pandai menjadi kunci agar ilmu membawa manfaat sejati. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
