Surau.co. Dalam diam yang panjang, manusia selalu mendengar sesuatu — bisikan halus dari dalam hati, cahaya kecil di balik pikirannya. Suhrawardī, sang Filsuf Cahaya dari abad ke-12, menyebut bisikan itu sebagai pantulan cahaya kenabian, atau bayangan para nabi yang terus hidup di dalam jiwa manusia.
Dalam Ḥikmat al-Ishrāq (Filsafat Iluminasi), ia menulis bahwa sumber pengetahuan sejati tidak datang dari akal murni semata, melainkan dari cahaya intuisi — ‘ilm ḥuḍūrī, pengetahuan yang hadir langsung dalam hati, sebagaimana para nabi menerima wahyu mereka.
Ketika Akal Tak Lagi Cukup
Di dunia modern, manusia sering memuja akal seperti berhala. Kita percaya bahwa semua bisa dijelaskan, diukur, dan disimpulkan. Namun dalam kedalaman hidup, sering muncul pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh rumus apa pun:
Mengapa kita merasa hampa meski segalanya lengkap? Mengapa kita bisa mencintai tanpa alasan?
Suhrawardī memahami kekosongan ini jauh sebelum manusia modern lahir. Ia menulis:
«العقلُ نورٌ محدودٌ، لا يرى إلا إذا أضاءَه النورُ الأعلى»
“Akal adalah cahaya yang terbatas, ia tak dapat melihat kecuali bila disinari oleh Cahaya Tertinggi.”
Akal hanyalah lentera kecil. Untuk memahami kebenaran sejati, manusia harus membuka jendela jiwanya agar cahaya kenabian dapat memantul ke dalam. Di situlah lahir apa yang disebut Suhrawardī sebagai ilmu intuitif — pengetahuan yang datang bukan dari analisis, tapi dari penyingkapan (kasyf).
Ilmu yang Turun Bersama Cahaya
Dalam Ḥikmat al-Ishrāq, Suhrawardī menguraikan bahwa seluruh wujud adalah pancaran dari Nūr al-Anwār, Cahaya dari segala cahaya.
Para nabi adalah wujud yang paling jernih dari pancaran itu — mereka menangkap cahaya kebenaran tanpa perantara.
Namun bayangan dari cahaya kenabian masih memancar ke hati manusia yang bersih, melahirkan intuisi, ilham, dan hikmah.
Ia menulis:
«كلُّ معرفةٍ حقيقيةٍ إشراقٌ من النورِ الإلهيِّ على القلبِ»
“Setiap pengetahuan sejati adalah pancaran cahaya Ilahi ke dalam hati.”
Maka ilmu sejati bukanlah hasil berpikir, tetapi hasil penyinaran.
Hati yang bersih bagaikan cermin — semakin disucikan, semakin terang ia memantulkan kebenaran.
Di sinilah peran manusia: bukan menciptakan kebenaran, tetapi menyadari pantulan cahaya kenabian dalam dirinya.
Fenomena Intuisi dalam Hidup Sehari-hari
Pernahkah kau merasakan keyakinan tiba-tiba tanpa tahu dari mana datangnya?
Atau keputusan yang lahir dari hati, lalu ternyata benar walau logika menolaknya?
Itulah bentuk kecil dari ilmu intuitif yang diajarkan Suhrawardī.
Dalam kehidupan sehari-hari, intuisi sering muncul dalam bentuk bisikan lembut: sebuah rasa tenang ketika memilih yang benar, atau gelisah ketika menolak nurani.
Itu bukan kebetulan — itu cara cahaya berbicara kepada jiwa.
Suhrawardī menulis:
«النفسُ إذا تنقَّتْ من ظلمةِ الشهوةِ، سَمِعَتْ كلامَ النورِ»
“Ketika jiwa terbebas dari kegelapan nafsu, ia akan mendengar suara cahaya.”
Manusia tidak perlu menjadi nabi untuk merasakannya; cukup dengan menenangkan hati, menjernihkan niat, dan menyalakan kepekaan batin.
Sebab setiap hati adalah tempat turunnya makna — rumah bagi cahaya.
Bayangan Nabi-Nabi: Cahaya yang Tak Pernah Padam
Suhrawardī percaya bahwa kebijaksanaan para nabi tidak mati bersama tubuh mereka.
Ia menyebut warisan itu sebagai ḥikmah al-ladunniyyah — kebijaksanaan yang diberikan langsung oleh Allah, yang terus berlanjut di hati orang-orang yang bersih.
Dalam bahasa indahnya, ia berkata:
«الحكمةُ الإلهيةُ تسري في النفوسِ كما يسري النورُ في الزجاجِ الصافي»
“Hikmah Ilahi mengalir di dalam jiwa sebagaimana cahaya mengalir di kaca yang bening.”
Setiap orang yang mengasah kepekaannya terhadap kebenaran sejati sejatinya sedang menapaki jejak para nabi.
Para nabi adalah cermin besar cahaya, sementara kita adalah pecahan kecil dari cermin itu.
Dan meski kecil, setiap pecahan tetap memantulkan sumber yang sama.
Cahaya dalam Al-Qur’an: Intuisi Sebagai Rahmat
Ajaran Suhrawardī bersumber dari Al-Qur’an yang berbicara tentang ilham — bisikan kebenaran yang ditanamkan oleh Allah di hati manusia.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. Asy-Syams: 8)
Dan juga firman Allah:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi… Cahaya di atas cahaya.” (QS. An-Nūr: 35)
Ayat ini menjadi jantung filsafat Isyraqiyyah: bahwa setiap pengetahuan sejati adalah pantulan cahaya Ilahi, sebagaimana setiap nabi hanyalah cermin dari Cahaya Mutlak.
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
«اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ، فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ»
“Waspadalah terhadap firasat orang beriman, karena ia melihat dengan cahaya Allah.” (HR. Tirmidzi)
Di sinilah letak inti ‘ilm ḥuḍūrī: pengetahuan yang lahir dari kehadiran cahaya di dalam hati, bukan dari analisis akal semata.
Firasat seorang beriman adalah warisan kecil dari bayangan nabi-nabi yang masih hidup dalam jiwanya.
Ilmu Intuitif sebagai Jalan Pulang
Suhrawardī menempatkan ilmu intuitif sebagai tangga menuju pencerahan.
Logika penting, tetapi hanya sebagai alat; intuisi adalah jantungnya.
Ketika keduanya bersatu — akal yang berpikir dan hati yang menyaksikan — maka lahirlah manusia yang bijak, yang berjalan dalam cahaya tanpa sombong atas pengetahuannya.
Ia menulis:
«النهايةُ عودةُ العلمِ إلى النورِ الذي منهُ بدأَ»
“Akhir dari ilmu adalah kembalinya ia kepada cahaya dari mana ia berasal.”
Dengan demikian, belajar bukanlah perjalanan menjauh dari Tuhan, melainkan cara untuk mengingat asal-usul cahaya dalam diri.
Penutup: Menjadi Bayangan yang Menyadari Cahayanya
Manusia adalah bayangan yang diciptakan dari cahaya.
Ketika ia mengenali sumbernya, bayangan itu tidak lagi gelap — ia ikut bercahaya.
Suhrawardī mengingatkan bahwa hikmah sejati tidak diperoleh di perpustakaan, tetapi di ruang hati yang hening, tempat cahaya turun tanpa suara.
Maka tugas manusia bukan mencari Tuhan di luar, tetapi menghapus debu di dalam diri agar cahaya kenabian memantul kembali.
Sebab setiap manusia, sekecil apa pun, membawa sepotong cahaya dari Timur Keabadian.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
