SURAU.CO. Sejak manusia pertama diturunkan ke bumi, Iblis tak pernah berhenti menyusun siasat untuk menyesatkan keturunan Adam. Ia tak lagi muncul dalam wujud mengerikan seperti dalam kisah dongeng, tapi bersembunyi di balik hal-hal yang tampak indah dan menggoda. Salah satu senjata paling halus sekaligus mematikan yang ia gunakan adalah fitnah wanita.
Bukan berarti Islam menyalahkan perempuan. Sama sekali tidak. Islam justru memuliakan wanita sebagai makhluk yang lembut, berharga, dan berperan besar dalam peradaban. Namun, ketika kecantikan, keanggunan, atau pesona dijadikan alat untuk menjerumuskan manusia pada maksiat, di situlah iblis menanamkan siasatnya.
Rasulullah ﷺ telah memperingatkan dalam sabdanya, “Sesungguhnya wanita itu menghadap ke depan dalam bentuk setan dan ke belakang dalam bentuk setan (pula).” (HR. Muslim no. 2491)
Ulama besar Mujahid rahimahullah menjelaskan makna hadist ini, bahwa setan berusaha memperindah tampilan wanita di mata laki-laki, baik dari depan maupun dari belakang, agar pandangan itu berubah menjadi godaan. Di sinilah letak ujian besar bagi laki-laki, bukan pada kehadiran wanita itu sendiri, tetapi pada bagaimana ia mengendalikan pandangan dan hatinya.
Jejak Fitnah Wanita dalam Sejarah
Sejarah mencatat bagaimana godaan dan fitnah wanita pernah mengguncang peradaban dan menjatuhkan kaum yang kuat. Bukan karena wanita itu sumber kejahatan, tetapi karena hawa nafsu manusia sering kali gagal menempatkan keindahan pada tempat yang semestinya. Ketika pandangan tidak dijaga dan hati tak dikendalikan oleh iman, fitnah itu berubah menjadi senjata paling ampuh yang melemahkan akal dan mengguncang keteguhan hati.
Kaum Tsamud, misalnya, hancur bukan hanya karena durhaka pada Allah, tapi juga karena mengikuti hawa nafsu. Begitu juga dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Godaan datang bukan dari perempuan biasa, melainkan dari istri seorang bangsawan, Al-‘Aziz. Di saat sepi dan di ruang tertutup, segala faktor seolah berpihak pada maksiat. Namun Allah menyelamatkan Yusuf dengan cahaya petunjuk dan kekuatan iman.
Al-Qur’an mengabadikan kisah ini, “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (peringatan) dari Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)
Ayat ini bukan sekadar kisah romantik yang tragis, melainkan pelajaran spiritual yang sangat dalam. Allah ingin menunjukkan bahwa dorongan nafsu adalah ujian besar bahkan bagi seorang nabi, dan hanya dengan kekuatan iman serta kesadaran akan pengawasan Allah seseorang bisa selamat darinya.
Salah satu tabi’in besar Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah yang dikenal karena keteguhan dan ilmunya, bahkan pernah berkata, “Jika setan putus asa dari sesuatu, maka ia akan mendatangi manusia melalui wanita.” Ia pun menambahkan, “Tidak ada sesuatu yang lebih aku takuti daripada fitnah wanita.”
Bayangkan, seorang ulama besar yang hidup di tengah masyarakat saleh, di masa ketika aurat terjaga dan pandangan terbatas, masih merasa cemas terhadap godaan tersebut. Maka bagaimana dengan manusia zaman modern yang setiap hari disuguhi godaan visual dan rayuan halus dari layar ponsel, media sosial, dan hiburan tanpa batas?
Godaan yang Dihaluskan Zaman
Di era digital ini, fitnah wanita bukan lagi sekadar ujian fisik, tetapi menjelma dalam bentuk yang lebih halus. Dari iklan yang menonjolkan sensualitas, konten media sosial yang menggoda, hingga budaya populer yang menormalisasi pandangan bebas. Setan tak perlu lagi berbisik di telinga, karena ia telah menemukan saluran baru di dunia maya yang menembus bilik kamar setiap manusia.
Iblis bukan makhluk yang bodoh. Ia tahu manusia modern tidak akan mudah tergoda dengan cara lama. Karena itu, ia membungkus fitnahnya dengan kemasan yang tampak indah: mode, hiburan, gaya hidup, bahkan slogan kebebasan. Pesannya sederhana namun mematikan: “Ikuti saja kata hati.”
Padahal Allah telah memperingatkan, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 168)
Ketika seorang suami tergoda mencari harta haram demi memenuhi keinginan istrinya, atau ketika seorang pria terjerumus dalam pergaulan bebas karena pesona lawan jenis, di situlah jebakan iblis bekerja. Tak jarang, kehancuran rumah tangga, rusaknya iman, dan hilangnya keberkahan hidup bermula dari fitnah yang tampak sepele, bermula dari sekadar pandangan atau percakapan ringan.
Wanita Bukan Penyebab, Tapi Ujian
Namun, Islam tidak menempatkan wanita sebagai biang masalah. Justru, ia memuliakan dan menempatkannya dalam kedudukan yang tinggi. Wanita adalah madrasah pertama bagi generasi, penyejuk hati bagi suami, dan ladang pahala jika ia menjaga kehormatan serta ketaatannya kepada Allah.
Allah menguji laki-laki melalui fitnah wanita, dan menguji wanita melalui fitnah laki-laki, agar keduanya saling menjaga kehormatan dan menegakkan batas syariat. Karena itu, wanita yang tangguh bukanlah yang mampu menaklukkan banyak hati, melainkan yang mampu menaklukkan hawa nafsunya. Begitu pula laki-laki sejati bukanlah yang mudah terpikat oleh kecantikan, tapi yang mampu menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan diri.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki setelah aku wafat selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari no. 5096, Muslim no. 2740)
Hadits ini bukan untuk menakut-nakuti, melainkan peringatan agar setiap mukmin selalu waspada dan menjaga batas. Fitnah terbesar sering kali datang dalam bentuk yang paling indah. Kekuatan sejati bukan pada menolak keberadaan fitnah, melainkan pada kemampuan menaklukkannya dengan iman.
Karenanya, menjaga pandangan, menundukkan hati, dan memperkuat dzikir bukan sekadar adab, melainkan benteng spiritual di tengah banjir visual yang menjerat. Iman yang kokoh membuat seseorang memandang wanita bukan sebagai objek nafsu, tetapi sebagai makhluk mulia yang juga tengah berjuang menjaga dirinya dari godaan dunia.
Sejarah telah berbicara, dan zaman modern mengulanginya dengan cara berbeda. Maka setiap muslim perlu menata ulang relasi antara pandangan, hati, dan iman. Sebab siapa yang tak mampu menjaga pandangan, akan sulit menjaga keyakinan. Dan siapa yang mampu menundukkan nafsu, dialah yang sesungguhnya merdeka.
Menangkal Siasat Iblis
Laki-laki dan perempuan sejatinya bukan musuh satu sama lain. Mereka adalah dua bagian yang saling melengkapi dalam ketaatan kepada Allah. Iblis hanya menang ketika keduanya saling menggoda dalam dosa, tapi ia kalah ketika keduanya saling menuntun dalam kebaikan.
Karena itu, benteng pertama dari fitnah ini adalah iman dan ilmu. Orang yang mengenal Allah tidak akan mudah terpikat oleh keindahan semu. Ia tahu bahwa kecantikan sejati bukan pada rupa, tapi pada ketakwaan.
Allah berfirman, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur : 26)
Fitnah wanita bukan hanya kisah masa lalu. Ia adalah realitas sepanjang zaman. Namun, orang beriman tidak akan menyerah pada tipu daya iblis. Mereka menjaga pandangan, memperkuat iman, dan memuliakan lawan jenis sebagaimana yang diperintahkan syariat.
Selama pria dan wanita sama-sama memahami jati dirinya dalam pandangan Islam, sebagai hamba, bukan penggoda atau yang digoda, maka sehebat apa pun tipu daya iblis akan berakhir dengan kegagalan. Karena sesungguhnya tipu daya iblis itu tidak berarti apa-apa bagi mereka yang beriman.
Allah berfirman, “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” (QS. An-Nisa: 76)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
