Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Filsafat Menjadi Doa: Renungan atas Hikmah Isyraqiyyah

Ketika Filsafat Menjadi Doa: Renungan atas Hikmah Isyraqiyyah

ilustrasi manusia bersujud dalam cahaya lembut
Sosok manusia dalam sujud di bawah cahaya keemasan, simbol penyatuan antara pengetahuan dan penyembahan.

Surau.co. Ada saat ketika berpikir tidak lagi terasa cukup, ketika kata “mengerti” tidak membuat hati tenang. Di titik itu, pengetahuan berhenti menjadi kumpulan konsep — dan berubah menjadi doa yang bergerak.
Inilah saat ketika filsafat menjadi doa, sebagaimana diajarkan oleh Shihāb al-Dīn Yaḥyā ibn Ḥabash al-Suhrawardī dalam kitab Ḥikmat al-Ishrāq (Filsafat Iluminasi). Dalam ajaran Isyraqiyyah, berpikir bukanlah sekadar menggunakan akal, tetapi menyucikan pandangan hingga akal itu sendiri menjadi cermin bagi cahaya Ilahi.

Ketika Pengetahuan Tidak Lagi Menjawab

Manusia modern dikelilingi oleh informasi, tapi sering merasa kosong. Kita tahu banyak hal, namun sering kehilangan arah.
Suhrawardī memahami paradoks ini jauh sebelum abad digital. Ia menyadari bahwa akal tanpa cahaya hanyalah labirin — banyak pintu, tapi tak satu pun menuju ke luar.

Dalam Ḥikmat al-Ishrāq, ia menulis:

«العلمُ بلا نورٍ حجابٌ على القلبِ»
“Ilmu tanpa cahaya hanyalah tirai yang menutupi hati.”

Filsafat, dalam pandangan Suhrawardī, bukanlah sekadar cara berpikir, melainkan cara berdoa dengan kesadaran.
Ketika seseorang memahami dengan hati yang bersih, ia sesungguhnya sedang berdzikir dalam bentuk yang halus.
Maka berpikir menjadi ibadah, dan belajar menjadi jalan pulang.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Cahaya Sebagai Nafas dari Segala Keberadaan

Bagi Suhrawardī, seluruh wujud adalah pancaran cahaya. Tidak ada sesuatu pun yang benar-benar gelap; kegelapan hanyalah ketiadaan cahaya.
Dari Nūr al-Anwār — Cahaya dari segala cahaya — lahirlah seluruh lapisan realitas: dari malaikat, akal, jiwa, hingga dunia materi.

Ia berkata:

«كلُّ وجودٍ إشراقٌ من النورِ الأعلى»
“Setiap wujud adalah pancaran dari Cahaya Tertinggi.”

Ketika manusia menyadari hal ini, ia berhenti melihat dirinya sebagai makhluk terpisah.
Ia memahami bahwa segala sesuatu — bahkan kesedihan, kegagalan, dan kehilangan — adalah pantulan cahaya yang sedang mencari jalan pulang ke sumbernya.

Maka bagi para pencari, mengenal Tuhan bukan dengan berdebat, melainkan dengan mengenali cahaya dalam segala hal yang hidup.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Filsafat yang Tidak Kering: Antara Akal dan Cinta

Di tangan Suhrawardī, filsafat berubah menjadi jalan cinta.
Ia mengajarkan bahwa pengetahuan sejati lahir bukan hanya dari argumen, tapi dari penyaksian (musyahadah) — ketika akal tunduk pada cahaya dan hati ikut bersinar.

«العقلُ إذا استضاءَ بنورِ الإلهِ صارَ محبةً»
“Ketika akal diterangi oleh cahaya Ilahi, ia berubah menjadi cinta.”

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering memisahkan logika dari perasaan, ilmu dari iman.
Padahal, keduanya berasal dari sumber yang sama: cahaya pengetahuan yang menuntun menuju kebenaran.
Ketika akal berhenti sombong dan hati berhenti takut, lahirlah kebijaksanaan yang lembut — filsafat yang menjadi doa, doa yang menjadi ilmu.

Fenomena Sehari-hari: Saat Berpikir Menjadi Dzikir

Pernahkah kau merasa, di tengah kesunyian, sebuah pemahaman tiba-tiba muncul begitu jernih, seolah disampaikan oleh sesuatu yang lebih tinggi dari dirimu?
Itulah momen Isyraq — pencerahan batin yang muncul tanpa suara.

Suhrawardī menyebut pengalaman ini sebagai hasil dari kesucian jiwa yang disinari nur Ilahi.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

«من صفا قلبُهُ رأى الحقائقَ بنورِ الحقِّ»
“Barang siapa hatinya jernih, ia akan melihat hakikat dengan cahaya Kebenaran.”

Maka berpikir tidak lagi sekadar kegiatan intelektual, tapi proses penyucian diri.
Dalam dunia modern yang penuh kebisingan, setiap keheningan yang kita ciptakan di hati adalah doa — tempat di mana akal dan ruh kembali berpelukan.

Cahaya dalam Wahyu: Jalan yang Menuntun Hati

Ajaran Suhrawardī bukan sekadar hasil kontemplasi filsafat. Ia bersumber dari Al-Qur’an dan hikmah para nabi.
Ayat yang menjadi pusat seluruh filsafat Isyraq berbunyi:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi… Cahaya di atas cahaya.” (QS. An-Nūr: 35)

Ayat ini menyingkapkan struktur keberadaan: dunia bukan mesin, melainkan jaringan cahaya.
Setiap hati yang sadar menjadi bagian dari cahaya itu — dan semakin dekat ia kepada sumbernya, semakin terang ia menyinari dunia.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«إِذَا دَخَلَ النُّورُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ وَانْشَرَحَ»
“Ketika cahaya memasuki hati, hati itu menjadi lapang dan tenang.” (HR. Ibn Mājah)

Itulah makna terdalam dari doa: bukan sekadar permohonan, tapi membuka ruang bagi cahaya untuk masuk.

Renungan: Bagaimana Filsafat Bisa Menjadi Doa

Ketika ilmu menjadi zikir dan berpikir menjadi ibadah, hidup berubah arah.
Segala hal kecil — mendengarkan, mencintai, bahkan bekerja — bisa menjadi bentuk filsafat Isyraqiyyah yang hidup.
Suhrawardī ingin kita melihat, bahwa dunia ini bukan tempat asing, tapi medan latihan untuk menyaksikan cahaya di balik bayangan.

Dalam sunyi yang benar, kita menemukan sesuatu yang lebih jernih daripada kata: kesadaran bahwa kita diciptakan dari cahaya, hidup di dalam cahaya, dan kelak akan kembali kepada Cahaya.

«النهايةُ عودةُ النورِ إلى مصدرِه»
“Akhir perjalanan adalah kembalinya cahaya kepada sumbernya.”

Maka, tugas manusia bukan menciptakan makna, melainkan menyadari makna yang telah bercahaya di dalam dirinya.
Ketika filsafat berhenti menjadi debat, dan mulai menjadi dzikir — di situlah ia berubah menjadi doa.

Penutup: Cahaya yang Menghidupkan Akal dan Jiwa

Filsafat Isyraq bukan ilmu langit yang jauh dari manusia, tapi jalan untuk menjadi manusia yang bercahaya.
Ia mengajarkan bahwa berpikir harus disertai keheningan, dan keheningan harus diisi oleh cinta.
Ketika hati dan akal bersatu, kebenaran tidak lagi dibuktikan, melainkan dihidupi.

Maka, di dunia yang penuh keraguan, pesan Suhrawardī masih relevan:
Belajarlah dengan cahaya, berpikirlah dengan kasih, dan jadikan setiap langkahmu doa yang berjalan.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement