SURAU.CO. Mahar dalam pernikahan Islam adalah pemberian dari calon suami kepada calon istri yang merupakan kewajiban dan tanda penghormatan. Mahar dapat berupa harta, barang, atau jasa yang memiliki nilai dan tidak bertentangan dengan syariat, seperti uang, emas, atau jasa mengajar Al-Qur’an. Pernikahan sah meskipun tidak menyebutkan mahar saat akad, karena mahar bukanlah rukun nikah, namun suami tetap wajib membayarnya.
Tujuan mahar pernikahan dalam Islam adalah sebagai bukti kesungguhan dan keseriusan calon suami, simbol penghormatan dan penghargaan bagi wanita, serta penjaminan tanggung jawab suami untuk memenuhi kebutuhan istri dan keluarga. Mahar juga berfungsi sebagai tanda persetujuan pernikahan antara kedua belah pihak dan untuk membedakan pernikahan dengan hubungan persahabatan (mukhadanah).
Selanjutnya, Mahar menunjukkan niat tulus dan kesungguhan calon mempelai pria untuk menikahi calon istrinya. Selain itu, Mahar menjadi simbol penghormatan dan penghargaan dari suami kepada istri sebagai bentuk apresiasi dan pengakuan hak-hak wanita. Istri memiliki mahar sepenuhnya, dan tidak seorang pun boleh mengambilnya tanpa izinnya, kecuali istri merelakannya.
Pemberian mahar menjadi tanda bahwa suami akan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan lahir dan batin istri dan keluarganya. Mahar juga dapat berfungsi sebagai jaminan finansial bagi istri, terutama jika terjadi perceraian. Pemberian mahar merupakan tanda bahwa calon istri menerima lamaran dan setuju untuk hidup bersama.
Tujuan dan makna mahar
- Bukti kesungguhan:
Menunjukkan keseriusan dan kejujuran calon suami untuk menikahi calon istri.
- Tanda penghormatan:
Merupakan bentuk penghormatan kepada wanita sebagai tanda kepedulian dan cinta.
- Jaminan finansial:
Memberikan jaminan kesejahteraan ekonomi bagi istri.
- Tanggung jawab suami:
Menjadi tanda tanggung jawab suami untuk memenuhi kebutuhan istri dan keluarga.
Bentuk-bentuk mahar
Harta: Uang, emas, perhiasan, atau benda bernilai lainnya.
Barang: Seperti seperangkat alat salat, pakaian, atau perabot rumah tangga.
Jasa atau pelayanan: Mengajar Al-Qur’an, hadis, ilmu agama, atau mengumrahkan/menghajikan.
Ketentuan penting terkait mahar
Wajib tapi bukan rukun:
Seorang suami wajib memberikan mahar, namun pernikahan akan tetap sah meskipun ia tidak menyebutkannya saat akad, asalkan keduanya sepakat dan suami tetap memenuhinya.
Tidak boleh dipersulit:
Sebaiknya tidak memberatkan calon suami dengan permintaan yang berlebihan karena dapat merusak hubungan keluarga. Pernikahan yang dimulai dengan kemudahan akan membawa berkah.
Nilai mahar tidak menentukan kemuliaan:
Nilai mahar tidak menentukan tinggi rendahnya martabat seorang perempuan. Sebaik-baiknya mahar adalah yang paling meringankan, tetapi tidak mengurangi nilai mahar itu sendiri.
Pembayaran:
Mahar tidak harus diserahkan saat akad nikah, tetapi boleh dihutangkan dan dibayar kemudian.
Aturan jumlah:
Terdapat anjuran ulama agar mahar tidak terlalu sedikit (minimal 10 dirham) atau terlalu banyak (maksimal 500 dirham) untuk menghindari kesan berlebihan.
Mahar atau maskawin dalam Islam merupakan pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri pada saat pernikahan. Mahar adalah hak mutlak istri dan berfungsi sebagai simbol keseriusan dan komitmen suami untuk menafkahi istrinya.
Hukum dan makna mahar
Pertama, Wajib: Mahar adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 4.
Kedua, Hak istri: Setelah diberikan, mahar sepenuhnya menjadi milik istri dan tidak boleh diambil oleh orang lain, termasuk orang tua atau wali, kecuali jika istri memberikannya secara sukarela.
Ketiga, Bukan harga beli: Mahar bukan harga untuk membeli istri, melainkan simbol kehormatan dan penghargaan kepada calon istri. Praktik mahar juga berbeda dengan praktik mahar atau mas kawin di beberapa budaya lain, di mana keluarga mempelai wanita memberikan hadiah kepada keluarga mempelai pria, yang tidak disyariatkan dalam Islam.
Bentuk dan jumlah mahar
- Bisa berupa apa saja yang berharga: Mahar bisa berupa uang, perhiasan, properti, atau barang lain yang memiliki nilai. Bahkan, mahar juga bisa berupa sesuatu yang tidak material, seperti mengajarkan Al-Qur’an.
- Tidak ada batasan jumlah: Syariat Islam tidak menetapkan jumlah minimum atau maksimum untuk mahar. Nabi Muhammad ﷺ menganjurkan untuk tidak berlebihan dalam menetapkan mahar, dengan menyatakan bahwa pernikahan yang paling berkah adalah yang maharnya paling ringan.
- Kesepakatan bersama: Calon suami dan calon istri menyepakati jumlah dan bentuk mahar, dengan mempertimbangkan kemampuan finansial calon suami.
Waktu pembayaran
Pihak pria harus membayar mahar dengan beberapa cara sesuai kesepakatan
- Mu’ajjal (dibayar tunai/di muka): Mahar diberikan secara penuh kepada istri pada saat akad nikah.
- Mu’akhkhar (dibayar tangguh/dicicil): Calon mempelai pria dapat menunda pembayaran mahar hingga waktu yang disepakati, atau membayarkan sebagian saat akad dan menangguhkan sisanya. Suami tetap harus melunasi utang mahar yang ditangguhkan ini.
Pentingnya mahar yang ringan
Islam menekankan pentingnya memudahkan proses pernikahan. Meminta mahar yang terlalu tinggi bisa memberatkan calon suami dan dapat mengurangi keberkahan pernikahan. Keluarga sebaiknya fokus pada karakter dan komitmen calon suami, bukan pada jumlah maharnya.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
