Surau.co. Setiap manusia pernah berdiri di tepi kebingungan: antara nalar dan rasa, antara pengetahuan dan makna. Dalam saat-saat itu, cahaya menjadi bahasa yang tak bisa dijelaskan oleh logika, tetapi justru dirasakan oleh hati. Inilah yang dibicarakan Shihāb al-Dīn Yaḥyā ibn Ḥabash al-Suhrawardī dalam karya agungnya Ḥikmat al-Ishrāq — Filsafat Iluminasi.
Kitab ini tidak sekadar mengajak berpikir, melainkan menuntun bagaimana akal tunduk kepada cahaya. Dengan kata lain, pengetahuan berhenti berdebat, lalu bersujud kepada sumbernya.
Ketika Akal Tak Lagi Cukup
Pada zaman modern ini, akal seolah menjadi raja tunggal. Ia menimbang segalanya dengan rumus, menghitung cinta dengan logika, dan menilai makna melalui data. Namun, di balik itu semua, siapa di antara kita yang tak pernah merasa bahwa ada sesuatu di luar jangkauan pikiran? Sesuatu yang lebih lembut, lebih tinggi, dan lebih hidup daripada sekadar berpikir?
Suhrawardī menulis dalam Ḥikmat al-Ishrāq:
«العقلُ نورٌ، ولكن فوقه نورٌ أزهرُ لا يُدركُ بالعقل»
“Akal adalah cahaya, tetapi di atasnya ada cahaya yang lebih gemilang, yang tak bisa dijangkau oleh akal.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa jalan iluminasi bukan meniadakan akal, melainkan mengarahkannya. Akal berperan sebagai pelita kecil yang menuntun menuju matahari besar: Nūr al-Anwār (Cahaya dari segala cahaya).
Akal membuka pintu, namun yang masuk ke dalam ruangan adalah cahaya jiwa.
Cahaya dan Pengetahuan: Dari Pikiran ke Penglihatan
Menurut Suhrawardī, pengetahuan sejati tidak hanya lahir dari berpikir, tetapi dari penglihatan batin — mushāhadah, yaitu pengalaman langsung terhadap kebenaran. Ia menulis:
«المعرفةُ حضورُ النورِ في النورِ»
“Pengetahuan adalah kehadiran cahaya di dalam cahaya.”
Artinya, ketika seseorang benar-benar mengetahui sesuatu, ia sedang melihatnya melalui batin, bukan sekadar memahami lewat konsep. Seseorang bisa membaca seribu buku tentang cinta, tetapi baru mengenal cinta ketika merasakannya.
Begitu pula dengan kebenaran: ia harus dilihat oleh cahaya, bukan sekadar diuraikan oleh pikiran.
Dalam keseharian, pengalaman itu sering hadir tanpa kita sadari. Ketika seseorang memaafkan tanpa alasan rasional, berbuat baik tanpa pamrih, atau menangis dalam doa yang tak selesai di lidah — di situlah akal tunduk kepada cahaya.
Dengan demikian, pengetahuan sejati tidak berhenti di kepala, melainkan mengalir hingga ke hati.
Iluminasi: Ketika Cahaya Menjadi Jalan Pulang
Filsafat Isyraq tidak menolak logika; sebaliknya, ia menyucikannya. Akal memang tangga menuju langit, tetapi bukan langit itu sendiri. Ketika tangga itu telah berfungsi, kita perlu naik lebih tinggi — menuju ruang di mana hati berbicara dan ruh mengenal asalnya.
Suhrawardī menegaskan:
«العقولُ تَهتدي بالنورِ الأعلى، ومنهُ تستمدُّ البيانَ»
“Akal mendapatkan petunjuk dari Cahaya Tertinggi, dan darinya ia mengambil penjelasan.”
Akal hanya benar ketika disinari oleh cahaya Ilahi. Tanpa cahaya itu, ia akan buta dalam kepintarannya. Karena itu, dunia modern yang sarat data dan teknologi sering kali tampak cerdas, namun tetap gelap. Banyak orang tahu banyak hal, tetapi tidak mengenal dirinya.
Filsafat Isyraq mengingatkan kita agar tidak berhenti di logika, melainkan menembusnya hingga menemukan hikmah.
Fenomena Sehari-hari: Saat Logika Menyentuh Cahaya
Bayangkan suatu saat kau harus memilih keputusan sulit. Akalmu berkata “tidak”, tetapi hatimu berbisik “ya”. Saat kau memilih kebenaran yang tidak menguntungkanmu, cahaya sedang bekerja. Ketika kau menahan amarah, meski punya alasan untuk membalas, cahaya sedang menundukkan akalmu.
Suhrawardī menulis:
«النفسُ مرآةٌ، فإذا صَفَتْ رأَتْ النورَ»
“Jiwa adalah cermin; ketika ia bening, ia akan melihat cahaya.”
Dengan demikian, tugas manusia bukan mencari cahaya di luar, tetapi membersihkan cermin di dalam. Debunya adalah keangkuhan, keserakahan, dan keraguan.
Jika hati bening, cahaya pengetahuan akan muncul dengan sendirinya — tanpa paksaan.
Cahaya dalam Wahyu: Titik Temu Akal dan Ilham
Dalam Al-Qur’an, Allah memperkenalkan Diri-Nya bukan hanya sebagai pencipta, tetapi juga sebagai sumber cahaya:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi… Cahaya di atas cahaya.” (QS. An-Nūr: 35)
Ayat ini menggambarkan dua lapis cahaya: cahaya Tuhan dan cahaya kesadaran manusia. Ketika keduanya bersatu, pengetahuan sejati lahir — bukan dari kepala, tetapi dari hati yang diterangi.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
«اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ»
“Waspadalah terhadap firasat orang beriman, karena ia melihat dengan cahaya Allah.” (HR. Tirmidzi)
Itulah puncak dari akal yang bersujud kepada cahaya: ketika pikiran dan intuisi menyatu dalam pandangan Ilahi.
Menjadi Cahaya bagi Dunia
Filsafat iluminasi tidak berhenti pada teori. Ia mengajarkan laku hidup yang nyata. Ketika akal tunduk kepada cahaya, manusia berubah menjadi penerang bagi sekitarnya.
Kata-katanya menenangkan, tindakannya menyejukkan, dan kehadirannya membawa damai. Ia tidak menghakimi atau menyalahkan, karena ia tahu: setiap orang sedang mencari cahaya dengan caranya sendiri.
Suhrawardī menyebut manusia semacam ini sebagai ahl al-ishrāq — mereka yang hidup dalam pancaran cahaya Tuhan.
Mereka tidak sibuk memperdebatkan kebenaran, sebab mereka telah menjadi bagian dari kebenaran itu sendiri.
Penutup: Akal yang Bersujud kepada Cahaya
Pada akhirnya, akal tidak diminta berhenti berpikir, melainkan berhenti merasa cukup dengan pikirannya sendiri. Ketika ia tunduk kepada cahaya, martabatnya tidak hilang — justru disucikan.
Dengan demikian, keseimbangan pun tercapai: antara sains dan hikmah, antara logika dan cinta, antara bumi dan langit.
«من رأى النورَ الأعلى لم يعد يَغترُّ بظلٍّ من أنوارِ الأرض»
“Barang siapa telah melihat Cahaya Tertinggi, ia tak lagi terperdaya oleh bayangan cahaya dunia.”
Inilah jalan Isyraq: bukan untuk menolak akal, melainkan menjadikannya jembatan menuju cahaya yang lebih tinggi.
Sebab, pada akhirnya, semua pengetahuan sejati tidak ditemukan — melainkan disingkapkan oleh cahaya.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplati Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
