Khazanah
Beranda » Berita » Hindari Hutang; Bisa Menjadi Pemutus Silaturahmi

Hindari Hutang; Bisa Menjadi Pemutus Silaturahmi

Hindari Hutang; Bisa Menjadi Pemutus Silaturahmi
Hutang bukan sekadar persoalan finansial, melainkan ujian moral dan spiritual. Jika tidak diatur dengan baik, ia bisa menjerumuskan seseorang pada dosa, menimbulkan permusuhan, bahkan memutus tali silaturahmi. Gambar Ilustrasi : SURAU.CO

SURAU.CO – Dalam kehidupan modern yang penuh dengan kebutuhan dan tuntutan, berhutang seolah telah menjadi hal yang biasa. Baik untuk memenuhi kebutuhan pokok, membiayai usaha, maupun sekadar menjaga gengsi sosial, banyak orang menganggap hutang sebagai solusi cepat atas masalah keuangan. Padahal, dalam pandangan Islam, hutang bukanlah perkara ringan. Rasulullah bahkan sering berdoa agar dilindungi dari lilitan hutang, karena beliau memahami betapa bahayanya hutang, bukan hanya secara ekonomi tetapi juga secara sosial dan spiritual.

Salah satu dampak paling berbahaya dari hutang adalah rusaknya hubungan antarsesama, bahkan bisa memutus tali silaturahmi yang seharusnya tetap terjaga. Hindari hutang; bisa menjadi pemutus silaturahmi dan pertemanan. Mengapa Islam menekankan untuk menjauhinya, serta bagaimana cara bijak mengelola kebutuhan agar tidak terjerumus dalam jeratan hutang yang merusak.

Pandangan Islam Tentang Hutang

Islam bukanlah agama yang menolak hutang secara mutlak. Dalam kondisi darurat, agama membolehkan hutang sebagai bentuk tolong-menolong sesama muslim. Allah berfirman:

“Dan jika (orang yang berhutang) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia lapang. Dan jika kamu menyedekahkan (sebagian atau seluruhnya), itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 280)

Ayat ini menunjukkan bahwa agama membolehkan hutang dalam situasi tertentu, namun tetap menjaga adab dan tanggung jawab. Rasulullah sendiri sering membantu sahabat-sahabatnya yang memiliki hutang, tetapi beliau juga menegaskan bahwa hutang harus dilunasi dengan sungguh-sungguh.

Pentingnya Akhlak Mulia

Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:

“Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya hingga hutang itu dilunasi.”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Hadis ini memberi peringatan keras bahwa hutang dapat menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan ketenangan bahkan setelah meninggal dunia. Betapa seriusnya perkara hutang dalam pandangan Islam.

Hutang: Jalan Menuju Permusuhan dan Putus Silaturahmi

Jika tidak menyikapi hutang dengan rasa tanggung jawab, bisa menimbulkan masalah besar dalam hubungan antar manusia. Banyak persaudaraan yang hancur, banyak persahabatan yang retak, bahkan keluarga yang berpecah karena urusan hutang yang tidak terselesaikan.

Ada beberapa sebab mengapa hutang bisa memutus silaturahmi:

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Pertama, Janji yang Tidak Ditepati. Banyak orang berhutang dengan janji akan membayar “bulan depan” atau “setelah gajian,” namun kenyataannya, janji itu sering diabaikan. Ketika janji tidak ditepati, kepercayaan mulai pudar, dan rasa kecewa berubah menjadi amarah. Dari situ, hubungan yang awalnya akrab bisa menjadi renggang.

Kedua, Rasa Malu dan Menghindar. Orang yang berhutang kadang merasa malu ketika tidak mampu membayar. Akibatnya, ia mulai menghindari si pemberi pinjaman — tidak menjawab pesan, tidak datang dalam pertemuan, bahkan sengaja menjauh. Lama-kelamaan, komunikasi terputus dan silaturahmi pun rusak.

Ketiga, Sikap Kasar Pemberi Hutang. Sebaliknya, ada juga pemberi hutang yang bersikap kasar atau mempermalukan orang yang berhutang. Padahal, Islam mengajarkan untuk memberi tenggang waktu atau bahkan memaafkan sebagian hutang sebagai bentuk kebaikan. Sikap keras dan menuntut dengan nada menghina hanya akan memperburuk keadaan dan menimbulkan kebencian.

Keempat, Campur Tangan Orang Ketiga. Tidak jarang, permasalahan hutang menjadi bahan gosip. Ketika orang lain mulai ikut berbicara dan memperkeruh suasana, rasa saling percaya hilang, fitnah merebak, dan akhirnya hubungan sosial pun hancur.

Hutang dalam Perspektif Akhlak dan Iman

Dalam Islam, akhlak dan iman memiliki hubungan erat. Orang yang beriman akan menjaga amanah, termasuk amanah untuk melunasi hutang. Rasulullah bersabda:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.”
(HR. Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa melunasi hutang dengan baik bukan hanya kewajiban ekonomi, tetapi juga bagian dari akhlak seorang mukmin. Orang yang lalai membayar hutang tanpa alasan yang sah dianggap zalim, sebagaimana sabda Rasulullah :

“Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Kezaliman ini bisa menimbulkan dosa besar karena merugikan hak orang lain. Bahkan, dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah pernah enggan menshalatkan jenazah seseorang yang masih memiliki hutang dan belum dilunasi, sampai ada orang yang bersedia menanggung hutangnya. Ini menunjukkan betapa seriusnya tanggung jawab dalam urusan hutang.

Dampak Sosial dan Spiritual dari Hutang

Selain memutus silaturahmi, hutang juga membawa dampak lain yang tidak kalah berbahaya:

  1. Hilangnya Ketentraman Jiwa. Orang yang berhutang sering hidup dalam kecemasan, khawatir ditagih atau dipermalukan. Ketenangan hilang, tidur tak nyenyak, ibadah pun tidak khusyuk. Rasulullah sendiri sering berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan dari beban hutang.”
    (HR. Abu Daud)
  2. Rusaknya Reputasi. Seseorang yang dikenal suka berhutang dan tidak menepati janji akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Sulit bagi orang lain untuk menolongnya lagi, bahkan ketika ia benar-benar membutuhkan.
  3. Godaan untuk Berbohong. Banyak orang yang berhutang akhirnya terjerumus untuk berbohong demi menunda pembayaran. Kebohongan demi kebohongan terus dilakukan, hingga menjadi kebiasaan yang merusak kejujuran dan keimanan.

Menghindari dan Menyikapi Hutang dengan Bijak

Islam tidak hanya memperingatkan, tetapi juga memberi solusi agar umatnya terhindar dari bahaya hutang.

a. Hidup Sederhana dan Qana‘ah

Rasulullah bersabda:

“Berbahagialah orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya merasa cukup dengan apa yang diberikan.”
(HR. Muslim)

Artinya, kebahagiaan tidak bergantung pada banyaknya harta, tetapi pada rasa cukup (qana‘ah). Orang yang qana‘ah tidak mudah tergoda untuk berhutang demi hal-hal yang tidak perlu.

b. Bedakan antara Kebutuhan dan Keinginan

Sebelum berhutang, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ini kebutuhan mendesak atau hanya keinginan?” Jika sekadar keinginan, sebaiknya ditunda. Islam mengajarkan kesabaran dan pengendalian diri.

c. Jika Terpaksa Berhutang, Catat dan Tepati Janji

Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
(QS. Al-Baqarah: 282)

Ayat ini adalah perintah langsung agar transaksi hutang-piutang ditulis dengan jelas, agar tidak menimbulkan salah paham di kemudian hari.

d. Segera Lunasi Jika Mampu

Jangan menunggu ditagih. Orang yang mampu melunasi tapi sengaja menunda berarti berbuat zalim. Membayar hutang secepatnya adalah bentuk tanggung jawab dan penghormatan terhadap pemberi hutang.

e. Bagi Pemberi Hutang, Bersikaplah Lembut

Bersikap sabar kepada orang yang benar-benar kesulitan adalah perbuatan mulia. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa memberi tenggang waktu kepada orang yang kesulitan atau membebaskannya, Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya.”
(HR. Muslim)

Utamakan Menjaga Silaturahmi

Silaturahmi adalah bagian penting dari ajaran Islam. Rasulullah bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Jika perkara duniawi seperti hutang sampai membuat hubungan saudara menjadi renggang, maka jelas ada yang salah dalam cara kita menyikapinya. Hutang hanyalah urusan dunia, sedangkan silaturahmi adalah urusan akhirat. Jangan sampai perkara dunia menghalangi kita dari pahala ukhrawi yang besar.

Hutang bukan sekadar persoalan finansial, melainkan ujian moral dan spiritual. Jika tidak diatur dengan baik, ia bisa menjerumuskan seseorang pada dosa, menimbulkan permusuhan, bahkan memutus tali silaturahmi.

Islam mengajarkan agar umatnya berhati-hati dalam berhutang, hidup sederhana, dan menepati janji. Jika terpaksa berhutang, lakukan dengan tanggung jawab dan kejujuran. Sebaliknya, jika memberi hutang, lakukan dengan niat membantu dan bersikap lembut.

Dengan menjaga amanah dan kejujuran dalam urusan hutang, kita tidak hanya menjaga harta, tetapi juga menjaga hati, kehormatan, dan ukhuwah Islamiyah. Sebab, silaturahmi yang terjaga jauh lebih berharga daripada harta yang dipinjamkan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement