𝗜𝗻𝘀𝗽𝗶𝗿𝗮𝘀𝗶 𝗧𝗮𝘂𝗵𝗶𝗱 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗝𝗮𝘇𝗶𝗿𝗮𝗵 𝗔𝗿𝗮𝗯 𝗸𝗲 𝗡𝘂𝘀𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮: 𝗣𝗘𝗠𝗕𝗔𝗛𝗔𝗥𝗨𝗔𝗡 𝗧𝗔𝗨𝗛𝗜𝗗, 𝗣𝗘𝗡𝗘𝗚𝗔𝗞 𝗜𝗦𝗟𝗔𝗠, 𝗣𝗘𝗡𝗘𝗡𝗧𝗔𝗡𝗚 𝗣𝗘𝗡𝗝𝗔𝗝𝗔𝗛 𝗗𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗞𝗨𝗟𝗘𝗥𝗜𝗦𝗠𝗘 𝗕𝗔𝗥𝗔𝗧

SURAU.CO – Abad ke-18 menjadi titik kebangkitan dunia Islam. Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menggema dari Najd, membawa seruan pemurnian tauhid, penolakan syirik, serta penegakan hukum Allah di muka bumi.

Dari Makkah dan Madinah, para ulama dan jamaah haji Nusantara membawa pulang semangat yang sama:

“𝗞𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗔𝗹-𝗤𝘂𝗿’𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗦𝘂𝗻𝗻𝗮𝗵, 𝘀𝗲𝗿𝘁𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗼𝗹𝗮𝗸 𝗸𝗲𝗸𝘂𝗮𝘀𝗮𝗮𝗻 𝘁𝗵𝗮𝗴𝗵𝘂𝘁 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗷𝗮𝗷𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗕𝗮𝗿𝗮𝘁.”

Benih itu tumbuh menjadi gerakan Islam pembaharu di berbagai penjuru Indonesia — meski tak semua menyebut dirinya “Wahabi”, semangatnya tetap satu: tauhid dan kemerdekaan di bawah hukum Allah.

𝗚𝗲𝗿𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗣𝗮𝗱𝗿𝗶 (𝗠𝗶𝗻𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗯𝗮𝘂): 𝗖𝗲𝗿𝗺𝗶𝗻 𝗡𝘆𝗮𝘁𝗮 𝗦𝗲𝗺𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗪𝗮𝗵𝗮𝗯𝗶

Gerakan Padri (1803–1837) di Sumatera Barat adalah bukti nyata pengaruh dakwah tauhid ala Wahabi di bumi Nusantara.

Tokoh-tokohnya: Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik ulama Minangkabau yang menimba ilmu di Makkah, berinteraksi dengan ulama sejalan pemikiran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Seruan utamanya:

“𝗞𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝘁𝗮𝘂𝗵𝗶𝗱, 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗶𝗱‘𝗮𝗵, 𝗸𝗵𝘂𝗿𝗮𝗳𝗮𝘁, 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝘁 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗶𝗮𝘁.”

Tujuannya: bukan sekadar agama — tapi politik Islam. Mereka ingin menegakkan hukum Allah sebagai dasar pemerintahan, menolak kekuasaan adat dan kolonial Belanda.

Tuanku Imam Bonjol, pejuang besar Padri, dipenjarakan dan diasingkan karena menolak tunduk pada sistem kufur kolonial.

Bahkan catatan resmi Belanda menulis:

” 𝘎𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘗𝘢𝘥𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘞𝘢𝘩𝘢𝘣𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢𝘸𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯.” Kolonial Archives of the Dutch East Indies, 1835.

𝗝𝗮𝗿𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗧𝗮𝘂𝗵𝗶𝗱 𝗱𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗿𝗹𝗮𝘄𝗮𝗻𝗮𝗻 𝗱𝗶 𝗗𝘂𝗻𝗶𝗮 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺

Semangat Wahabi tak berhenti di Minangkabau.

Gelombang serupa bangkit di seluruh dunia Islam:

𝗔𝗰𝗲𝗵: Tgk. Chik di Tiro dan Teungku Cik Pante Kulu memimpin jihad menolak penjajahan kafir.

𝗦𝘂𝗹𝗮𝘄𝗲𝘀𝗶 𝗦𝗲𝗹𝗮𝘁𝗮𝗻: Imam Lapeo dan ulama Wajo menyeru pemurnian Islam dan menolak sistem kolonial.

𝗕𝗮𝗻𝘁𝗲𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗝𝗮𝘄𝗮 𝗕𝗮𝗿𝗮𝘁: Ulama Banten (1888) bangkit menentang kekuasaan kafir Belanda, menyerukan,

“𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵 𝘁𝘂𝗻𝗱𝘂𝗸 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗸𝘂𝗺 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗶𝗻 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵.”

Semua perlawanan ini lahir dari satu napas: tauhid melawan sekulerisme dan penjajahan.
Satu rantai perjuangan dari Najd hingga Nusantara, menolak pemisahan agama dari politik akar dari sekulerisme yang kini mencengkram dan menjajah dunia Islam.

𝗙𝗶𝘁𝗻𝗮𝗵 𝗦𝗲𝗸𝘂𝗹𝗲𝗿 𝗦𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗞𝗲𝗺𝗲𝗿𝗱𝗲𝗸𝗮𝗮𝗻

Kemerdekaan 1945 hanyalah pergantian wajah penjajahan.
Dari kolonial Belanda ke kolonialisme sekuler-demokratis.

Para ulama pewaris semangat Wahabi:

𝗗𝗶𝗰𝗮𝗽 𝗿𝗮𝗱𝗶𝗸𝗮𝗹 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗻𝘁𝗶-𝗻𝗮𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹
𝗗𝗶𝗵𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗴𝗮𝗸𝗸𝗮𝗻 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗶𝗮𝘁
𝗗𝗶𝘁𝘂𝗱𝘂𝗵 𝗺𝗲𝗺𝗲𝗰𝗮𝗵 𝗯𝗲𝗹𝗮𝗵 𝘂𝗺𝗮𝘁

𝗣𝗮𝗱𝗮𝗵𝗮𝗹, mereka lah darah dan tulang perjuangan kemerdekaan sejati  yang ingin membebaskan manusia hanya di bawah hukum Allah, bukan hukum buatan manusia.

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻: 𝗪𝗮𝗿𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗗𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗧𝗮𝘂𝗵𝗶𝗱

Wahabi bukan nama aliran. Ia adalah roh kebangkitan Islam, denyut jihad yang mengalir dari Najd ke Makkah, dari Padri ke Aceh, dari Bugis ke Banten.

“Mereka menyebutnya Wahabi agar kita takut dan saling diadu pecah belah padahal hakikatnya adalah Islam sejati Islam yang menolak sujud pada penjajah dan hukum manusia.”

𝗕𝗔𝗡𝗚𝗞𝗜𝗧𝗟𝗔𝗛, 𝗨𝗠𝗔𝗧 𝗜𝗦𝗟𝗔𝗠! 𝗧𝗮𝘂𝗵𝗶𝗱 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽. 𝗛𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗺𝗮𝗸𝗻𝗮 𝗯𝗶𝗹𝗮 𝘀𝗲𝗹𝘂𝗿𝘂𝗵𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵.

Musuh kita sekarang bukanlah wahabi, bukanlah mereka yang menegakkan tauhid. 𝗠𝘂𝘀𝘂𝗵 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗻𝘆𝗮𝘁𝗮 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘀𝗲𝗸𝘂𝗹𝗲𝗿𝗶𝘀𝗺𝗲 𝗱𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝘀 𝘄𝗮𝗿𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗴𝗮𝗴𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗬𝘂𝗻𝗮𝗻𝗶 𝗞𝘂𝗻𝗼 yang memisahkan agama dari kehidupan, yang telah merobek keutuhan tauhid dan menempatkan manusia sebagai ukuran segala-galanya.

𝗜𝗱𝗲𝗼𝗹𝗼𝗴𝗶 𝗗𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘀𝗶 𝗦𝗲𝗸𝘂𝗹𝗮𝗿 𝗶𝗻𝗶𝗹𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗯𝗮𝗱-𝗮𝗯𝗮𝗱 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗷𝗮𝗵 𝗻𝗲𝗴𝗲𝗿𝗶-𝗻𝗲𝗴𝗲𝗿𝗶 𝗠𝘂𝘀𝗹𝗶𝗺: menutup jalan syariat, menjarah kekayaan, dan merusak akidah umat secara sistemik.

Yang lebih berbahaya lagi, ancaman itu muncul dalam rupa-rupa tipu daya: 𝗯𝗲𝗿𝗽𝗮𝗸𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗶𝘀𝗹𝗮𝗺𝗶, 𝗱𝘂𝗱𝘂𝗸 𝗱𝗶 𝗺𝗶𝗺𝗯𝗮𝗿, 𝗯𝗲𝗿𝗰𝗮𝗸𝗮𝗽 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗶𝘀𝘁𝗶𝗹𝗮𝗵 𝗮𝗴𝗮𝗺𝗮—𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗱𝗶 𝘀𝗲𝗽𝗮𝗻𝗷𝗮𝗻𝗴 𝗹𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗵𝗻𝘆𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵𝘂𝗹𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮𝘄𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗶𝗮𝘁. 𝗠𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝗶𝘁𝘂𝗹𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗵𝗶𝗮𝗻𝗮𝘁 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝘂𝗺𝗮𝘁: bukan karena label, melainkan karena tindakan yang melemahkan iman dan persatuan kaum Muslimin.

Oleh sebab itu, kata kunci kita harus 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝘂𝗸𝗵𝘂𝘄𝗮𝗵 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺𝗶𝘆𝗮𝗵 — persaudaraan yang menyatukan hati dan tindakan. Perpecahan, saling menuduh, dan perang kata hanya menguntungkan ideologi yang ingin memecah-belah kita. 𝗝𝗶𝗸𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝘁𝗲𝗿𝘂𝘀 𝘁𝗲𝗿𝗽𝗲𝗰𝗮𝗵, 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗸𝗲𝗺𝗶𝘀𝗸𝗶𝗻𝗮𝗻 𝗺𝗼𝗿𝗮𝗹, 𝗸𝗲𝗯𝗮𝗻𝗴𝗸𝗿𝘂𝘁𝗮𝗻 𝗻𝗶𝗹𝗮𝗶, 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗵𝗮𝗻𝗰𝘂𝗿𝗮𝗻 𝘀𝗼𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝘂𝘀 𝗯𝗲𝗿𝗹𝗮𝗻𝗷𝘂𝘁.

Sekulerisme bukan fenomena baru; ia melekat sejak masa kolonial, merampas kedaulatan dan menguras sumber daya bangsa-bangsa Muslim. Kini ia hidup kembali dalam bentuk lembut: budaya, sistem pendidikan, politik dan ekonomi yang meminggirkan syariat.

Sudah saatnya kita berpaling dan berhijrah dari sistem yang menghancurkan itu, yakni dengan melakukan hijrah hati, hijrah pemikiran, dan hijrah terhadap segala bentuk penjajahan ideologis.

Menempatkan Manusia Di atas Hukum Allah

Ini panggilan jihad kita hari ini untuk kebangkitan moral dan politik: kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, perkuat aqidah, pererat ukhuwah, dan susun strategi bersama untuk memulihkan kedaulatan syariat dalam kehidupan umat, sehingga kita akan menjadi umat yang kuat dan bersatu. Saatnya menentukan sikap, menyatukan barisan, dan merebut kembali kemerdekaan yang hakiki, yakni kemerdekaan dari belenggu demokrasi-berhala yang menempatkan manusia di atas hukum Allah.

𝗕𝗮𝗻𝗴𝗸𝗶𝘁𝗹𝗮𝗵, 𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺! 𝗞𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝘁𝗮𝘂𝗵𝗶𝗱 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽, 𝗱𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗿𝘁𝗶 𝗯𝗶𝗹𝗮 𝘀𝗲𝗹𝘂𝗿𝘂𝗵𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵.

𝗦𝗲𝗿𝘂𝗮𝗻

Wahai umat Islam, buanglah pertikaian, bangkitkan semangat! Siapkan diri, satukan barisan, sehingga jadilah generasi yang mengembalikan kemuliaan Islam di seluruh muka bumi, dari penjajahan demokrasi pedalaman pagan Yunani.
Karena 𝘄𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝘂𝘀𝗮𝗶  — kini 𝘀𝗮𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝗽𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝘂𝗹𝗶𝗮 𝗱𝗶𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶!

Ayo sebarkan dakwah, jauhi fitnah, dan mari mulai detik ini kita tinggalkan ideologi penjajah pedalaman pagan jahiliyah, sehingga pikiran kita akan mulai dinaungi oleh kebesaran syariat Allah yang agung dan mulia. 𝙂𝙚𝙧𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙍𝙖𝙠𝙮𝙖𝙩 𝘽𝙚𝙧𝙨𝙖𝙩𝙪 𝘽𝙚𝙧𝙖𝙣𝙩𝙖𝙨 𝙃𝘼𝙈𝘼 𝙋𝙊𝙇𝙄𝙏𝙄𝙆 𝘿𝙚𝙢𝙤𝙠𝙧𝙖𝙨𝙞 𝙎𝙚𝙠𝙪𝙡𝙚𝙧 𝙬𝙖𝙧𝙞𝙨𝙖𝙣 𝙋𝙚𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢𝙖𝙣 𝙋𝘼𝙂𝘼𝙉 𝙔𝙪𝙣𝙖𝙣𝙞 𝙆𝙐𝙉𝙊.

Daftar Pustaka

1. Azyumardi Azra — Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII
2. Hamka — Sejarah Umat Islam
3. Deliar Noer — Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942
4. Snouck Hurgronje — De Atjehers (catatan kolonial Belanda)
5. Arsip Nasional RI — Dokumen Perang Padri & Aceh.  (Rahmat Pikiran)