Khazanah
Beranda » Berita » 5 Ibadah Wanita Muslim yang Tidak Terhalangi oleh Haid

5 Ibadah Wanita Muslim yang Tidak Terhalangi oleh Haid

5 Ibadah Wanita Muslim yang Tidak Terhalangi oleh Haid
Dalam pandangan Islam, haid tidak menjadikan seorang wanita terputus dari ibadah kepada Allah. Gambar Wanita Muslimah : SURAU.CO

SURAU.CO – Dalam Islam, haid atau menstruasi adalah sesuatu yang alami dan suci sebagai tanda fitrah kewanitaan. Ia bukanlah aib, bukan pula tanda kelemahan, melainkan bagian dari ciptaan Allah yang penuh hikmah. Haid menjadi tanda bahwa tubuh wanita berfungsi sebagaimana mestinya, dan dengannya juga ia dapat menjalankan perannya sebagai calon ibu. Namun, sering kali sebagian wanita merasa sedih ketika datang masa haid, karena mereka tidak dapat melaksanakan beberapa ibadah seperti shalat, puasa, dan thawaf di Baitullah.

Padahal, dalam pandangan Islam, haid tidak menjadikan seorang wanita terputus dari ibadah kepada Allah. Meskipun ada beberapa ibadah yang wanita tidak boleh lakukan ketika haid, seperti shalat dan puasa, masih banyak bentuk ibadah lain yang tetap bisa dilakukan dan bahkan sangat dianjurkan. Inilah 5 ibadah wanita Muslim yang tidak terhalang oleh haid.

Pertama, Berdzikir dan Berdoa

Salah satu ibadah yang paling luas cakupannya dan bisa dilakukan dalam setiap keadaan adalah dzikir (mengingat Allah) dan doa. Tidak ada larangan bagi wanita haid untuk berdzikir atau berdoa kapan pun. Bahkan, dzikir menjadi amalan yang sangat dianjurkan untuk menjaga hati tetap dekat dengan Allah meskipun sedang tidak bisa shalat.

Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”
(QS. Al-Ahzab: 41–42)

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Ayat ini menunjukkan bahwa dzikir tidak terbatasi oleh waktu atau kondisi fisik tertentu. Dalam keadaan suci, sakit, bepergian, bahkan ketika haid, seorang wanita tetap bisa melafalkan dzikir dengan lisannya atau di dalam hatinya.

Beberapa bentuk dzikir yang bisa dilakukan antara lain:

  • Membaca tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), dan tahlil (La ilaha illallah).
  • Membaca istighfar, memohon ampunan kepada Allah.
  • Membaca sholawat kepada Rasulullah .
  • Berdzikir dengan kalimat Hasbunallah wa ni’mal wakiil, atau La hawla wa la quwwata illa billah.

Selain dzikir, doa juga sangat dianjurkan. Rasulullah bersabda:

“Doa adalah ibadah.”
(HR. Tirmidzi)

Seorang wanita haid dapat memanjatkan doa kapan pun — memohon ampunan, rezeki, kesembuhan, ketenangan hati, atau kebaikan untuk keluarga. Tidak ada batasan baginya untuk berkomunikasi langsung dengan Allah.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Kedua, Membaca dan Mendengarkan Al-Qur’an

Salah satu perdebatan yang sering muncul adalah: Apakah wanita haid boleh membaca Al-Qur’an?

Mayoritas ulama klasik seperti Imam Malik dan beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa wanita haid boleh membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf secara langsung. Sedangkan sebagian ulama lainnya, seperti mazhab Syafi’i, berpendapat bahwa wanita haid sebaiknya tidak membaca Al-Qur’an dengan lisan, tetapi boleh membacanya dalam hati atau mendengarkannya.

Dalam konteks zaman modern, para ulama memberikan kemudahan: wanita haid boleh membaca Al-Qur’an dari perangkat digital seperti ponsel atau tablet, karena tidak termasuk “menyentuh mushaf” secara langsung.

Membaca Al-Qur’an tetap menjadi ibadah yang agung. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”
(QS. Fathir: 29)

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Wanita yang sedang haid dapat:

  • Mendengarkan lantunan Al-Qur’an dari qari’ (pembaca Al-Qur’an).
  • Membaca terjemahan dan tafsir untuk memperdalam maknanya.
  • Menghafal ayat-ayat tanpa melafalkannya.
  • Menulis ulang ayat-ayat Al-Qur’an untuk pembelajaran.

Dengan demikian, masa haid tidak perlu menjadi penghalang untuk dekat dengan Kalamullah. Bahkan, waktu itu bisa menjadi momen memperdalam pemahaman terhadap makna ayat-ayat suci.

Ketiga, Bersedekah dan Berbuat Baik

Salah satu ibadah besar yang tidak pernah terhalang oleh kondisi apa pun, termasuk haid, adalah bersedekah dan berbuat baik kepada sesama.

Sedekah dalam Islam sangat luas maknanya. Tidak hanya berupa harta, tetapi juga senyum, membantu orang lain, menyingkirkan rintangan di jalan, menenangkan hati orang yang gelisah, atau berbagi ilmu yang bermanfaat. Rasulullah bersabda:

“Setiap kebaikan adalah sedekah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang wanita yang sedang haid bisa menyalurkan sedekah dalam berbagai bentuk:

  • Memberi makan fakir miskin.
  • Membantu tetangga yang membutuhkan.
  • Memberikan infak ke masjid atau lembaga sosial.
  • Menyisihkan sebagian uang untuk anak yatim.
  • Menyebarkan konten dakwah yang bermanfaat di media sosial.

Allah berfirman:

“Barang siapa yang melakukan kebaikan sebesar dzarrah, niscaya ia akan melihat (balasannya).”
(QS. Az-Zalzalah: 7)

Ibadah sosial seperti ini sangat dicintai Allah. Bahkan dalam hadis disebutkan, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari). Maka, sedekah yang dilakukan secara rutin, meskipun kecil, lebih utama daripada sedekah besar yang hanya sesekali.

Selain bersedekah, wanita juga dapat memperbanyak amal kebaikan lainnya, seperti merawat keluarga dengan penuh kasih sayang, membantu suami, mengasuh anak dengan sabar, dan menolong sesama. Semua itu bernilai ibadah di sisi Allah.

Keempat, Menuntut Ilmu dan Berdakwah

Haid tidak menghalangi wanita untuk terus menuntut ilmu. Islam sangat menjunjung tinggi orang yang berilmu, tanpa membedakan jenis kelamin. Rasulullah bersabda:

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim (laki-laki dan perempuan).”
(HR. Ibnu Majah)

Wanita haid dapat memanfaatkan waktunya untuk:

  • Mengikuti kajian Islam secara daring.
  • Membaca buku-buku tafsir, hadis, atau sejarah Islam.
  • Menulis catatan keislaman untuk dibagikan kepada orang lain.
  • Menyebarkan ilmu agama di media sosial dengan cara yang bijak.

Bahkan, menulis dan menyebarkan pengetahuan Islam bisa menjadi bentuk dakwah yang pahalanya terus mengalir. Rasulullah bersabda:

“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti orang yang melakukannya.”
(HR. Muslim)

Dalam konteks modern, wanita haid bisa berperan besar dalam menyebarkan nilai-nilai Islam, baik melalui tulisan, video dakwah, atau mendidik anak-anak di rumah. Dengan demikian, ibadahnya tetap hidup dan pahalanya terus mengalir.

Kelima, Bertaubat dan Muhasabah Diri

Masa haid juga bisa menjadi momen terbaik untuk bertaubat dan melakukan muhasabah (introspeksi diri).

Taubat adalah ibadah hati yang sangat mulia. Ia tidak memerlukan keadaan suci, tidak bergantung pada waktu, dan tidak terbatas oleh kondisi fisik. Allah selalu membuka pintu taubat bagi siapa pun yang ingin kembali kepada-Nya.

Allah berfirman:

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
(QS. An-Nur: 31)

Seorang wanita haid bisa memanfaatkan waktunya untuk merenung, memohon ampunan, dan memperbaiki diri. Ia bisa menulis catatan muhasabah, mengevaluasi ibadah yang telah dilakukan, dan membuat rencana amal baik untuk waktu mendatang.

Rasulullah bersabda:

“Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.”
(HR. Tirmidzi)

Momen haid sering kali membuat wanita lebih tenang dan reflektif. Maka, gunakan waktu tersebut untuk memperbanyak istighfar, menyesali dosa, dan memperbarui niat untuk menjadi hamba yang lebih taat setelah suci nanti.

Haid Bukan Penghalang Ibadah

Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan keseimbangan. Allah tidak pernah membebani seseorang di luar kemampuannya. Larangan shalat dan puasa bagi wanita haid bukanlah bentuk diskriminasi, tetapi justru rahmat dan keringanan dari Allah agar tubuh wanita mendapatkan istirahat yang dibutuhkan.

Namun, di balik larangan itu, Allah tetap membuka banyak pintu ibadah lain yang pahalanya besar dan manfaatnya luas. Lima ibadah yang telah disebutkan — dzikir dan doa, membaca Al-Qur’an, bersedekah, menuntut ilmu, serta bertaubat dan muhasabah — semuanya dapat dilakukan kapan saja, termasuk saat haid.

Dengan demikian, seorang wanita Muslim tidak perlu merasa jauh dari Allah saat sedang haid. Justru masa tersebut bisa menjadi kesempatan untuk memperdalam iman, memperkuat hubungan spiritual, dan memperbanyak amalan hati.

Allah tidak menilai seorang hamba hanya dari ibadah fisik, tetapi dari ketulusan hati, niat, dan kesungguhannya dalam mendekat kepada-Nya. Maka, selama hati terus berzikir, lisan berdoa, dan tangan berbuat baik, seorang wanita tetap mulia di sisi Allah meskipun tidak sedang shalat atau berpuasa.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement