SURAU.CO – Berhijrah bukan sekadar mengganti penampilan atau gaya hidup, tetapi merupakan panggilan iman yang muncul dari hati yang tersadar. Ia adalah perjalanan menuju Allah, meninggalkan jalan dunia yang menipu untuk menapaki jalan akhirat yang hakiki. Setiap wanita yang memutuskan untuk berhijrah sejatinya sedang menjalani transformasi besar dalam hidupnya—dari kegelapan menuju cahaya, dari kelalaian menuju kesadaran, dari cinta dunia menuju cinta Ilahi.
Hijrah adalah panggilan fitrah. Ia bermula dari rasa ingin menjadi lebih baik dan keinginan kuat untuk memperbaiki diri di hadapan Allah. Dalam proses ini, seorang wanita belajar memaknai hidupnya bukan lagi sebagai ajang pamer dunia, tetapi sebagai ladang amal untuk meraih surga.
Belajar Menutup Aurat Secara Syar’i
Langkah pertama hijrah seorang wanita sering dimulai dari pakaian. Sebab pakaian bukan hanya pelindung tubuh, tapi juga identitas iman. Allah berfirman:
> “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita mukmin: hendaklah mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka…” (QS. Al-Ahzab: 59)
Menutup aurat secara syar’i adalah bentuk ketaatan dan kehormatan. Ketika seorang wanita menutupi dirinya karena Allah, ia sejatinya sedang menampakkan kemuliaannya di sisi langit, bukan di hadapan manusia.
Belajar Tata Cara Shalat dan Wudhu Sesuai Sunnah
Hijrah menumbuhkan semangat untuk memperbaiki ibadah, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Ia belajar wudhu sesuai tuntunan Nabi, shalat dengan khusyuk, memperhatikan bacaan dan gerakan, hingga hatinya terasa tenang setiap kali berdiri di hadapan Allah.
Shalat menjadi titik temu antara hamba dan Rabb-nya, menjadi waktu perjumpaan paling indah dalam sehari.
Memperbanyak Puasa Sunnah: Puasa bukan sekadar menahan lapar, tetapi melatih kesabaran dan keikhlasan. Dalam puasa, wanita berhijrah menemukan makna mujahadah—perjuangan melawan hawa nafsu. Ia belajar menahan diri dari hal yang haram dan sia-sia, mengisi waktunya dengan ibadah dan doa.
Menghafal Hadis dan Al-Qur’an
Setelah hijrah, hati yang sebelumnya gersang mulai rindu akan kalam Allah. Ia ingin mengenal Rabb-nya melalui wahyu, menanam ayat demi ayat ke dalam dada. Menghafal Al-Qur’an bukan sekadar prestasi, tapi bukti cinta dan kesetiaan kepada kalam-Nya.
Memperbaiki Akhlak dan Lisan: Hijrah sejati tidak hanya tampak pada pakaian, tetapi juga pada akhlak dan tutur kata. Seorang wanita berhijrah akan menjaga lisannya dari ghibah, sindiran, atau kata-kata sia-sia. Ia berusaha menjadi lembut dalam ucapan, santun dalam perilaku, dan sabar dalam menghadapi manusia.
Meninggalkan Musik: Bagi sebagian, ini adalah ujian yang berat. Namun perlahan, wanita berhijrah mulai merasakan ketenangan bukan dari melodi dunia, tetapi dari lantunan ayat Al-Qur’an. Ia menemukan kedamaian bukan pada nada, tetapi pada dzikir.
Berhenti Mengunggah Foto di Media Sosial
Hijrah mengajarkan makna iffah—menjaga kehormatan. Ia mulai berhenti dari kebiasaan menampilkan wajah atau tubuhnya di media sosial. Ia ingin dikenal bukan karena rupa, tapi karena taqwa. Ia memilih menampilkan ilmu, nasihat, dan kebaikan, bukan dirinya.
Menjaga Rasa Malu: Rasa malu adalah perhiasan iman. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Malu membuat wanita berhati-hati dalam bertindak, berpakaian, dan bergaul. Dalam malu, ada benteng dari dosa.
Menghormati Orang Tua
Wanita berhijrah sadar bahwa keridhaan Allah terletak pada ridha orang tua. Ia berusaha menjadi anak yang lembut tutur katanya, patuh tanpa membantah, dan menjadi penyejuk hati kedua orang tuanya.
Memperbanyak Dzikir dan Istighfar: Hijrah melahirkan kesadaran akan banyaknya dosa masa lalu. Ia pun rajin beristighfar, memohon ampunan dengan air mata, dan memperbanyak dzikir agar hati tetap hidup. Ia tahu bahwa ketenangan sejati lahir dari mengingat Allah, bukan dari dunia.
Menjauhi Circle yang Tidak Bermanfaat: Lingkungan sangat berpengaruh. Karena itu, wanita berhijrah mulai menjauh dari pertemanan yang membawa lalai, menuju lingkaran yang menuntun pada taqwa. Ia memilih teman yang menasihati, bukan menjerumuskan.
Menyibukkan Diri dengan Menuntut Ilmu
Hijrah tanpa ilmu akan mudah goyah. Maka ia belajar—tentang aqidah, fiqh, tafsir, dan akhlak. Ia tahu bahwa ilmu adalah cahaya, dan tanpa cahaya, langkah akan gelap.
Hijrah adalah perjalanan panjang yang penuh ujian, namun setiap langkahnya bernilai pahala.
Mungkin awalnya terasa berat, namun Allah janji:
> “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…” (QS. An-Nisa: 100)
Maka, wahai wanita yang sedang berhijrah, teruslah melangkah walau perlahan. Jangan takut pada penilaian manusia, karena yang kau cari adalah pandangan Allah. Biarlah dunia memandang aneh, asalkan langit mencatatmu dalam barisan orang yang taat.
Hijrah bukan akhir perjalanan, melainkan awal menuju kebahagiaan abadi. Dari “Dunya” menuju “Akhirah”—itulah arah langkah para wanita yang dirindukan surga. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
