SURAU.CO. “Iqra‘” bukan hanya perintah untuk membaca teks, melainkan sebuah seruan mendalam untuk mencari ilmu. Memahami, merenungi, dan membaca segala hal mulai dari Al-Qur’an, alam semesta, sejarah, hingga diri sendiri. Makna ini dilandasi oleh wahyu pertama yang menekankan pentingnya memahami dan menghayati. Serta memulai segala aktivitas dengan menyebut nama Allah untuk mendapatkan pencerahan dan bimbingan ilahi.
Kata Iqra’ dalam wahyu pertama Surah Al-Alaq tidak hanya berarti “membaca” dalam arti harfiah, tetapi mencakup perintah yang lebih luas dan mendalam. Perintah ini adalah ajakan untuk menganalisis, memahami, dan merenungkan berbagai hal yang ada di alam semesta, termasuk diri sendiri, dengan menyertakan nama Tuhan. Tujuan Iqra’ bukan sekadar perintah membaca teks, tetapi merupakan perintah yang lebih luas untuk mengambil ilmu pengetahuan, merenungkan, dan memahami tanda-tanda kebesaran Tuhan di alam semesta. Hal ini mencakup pentingnya menuntut ilmu sebagai jalan meraih kebenaran, menggunakan ilmu untuk mengabdi kepada Allah (bismi Rabbika), dan mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupan, seperti membaca, bergerak, dan bekerja.
Iqra’ bukan hanya membaca tulisan, tetapi juga merenungkan alam, tanda-tanda zaman, dan diri sendiri. Ini adalah gerbang awal dalam menuntut ilmu dan mendapatkan pengetahuan. Perintah Iqra’ menggarisbawahi pentingnya mencari dan memahami kebenaran melalui ilmu pengetahuan, wahyu, dan pengalaman hidup. Frasa “bismi Rabbika” (dengan menyebut nama Tuhanmu) menekankan bahwa segala aktivitas, termasuk membaca, harus dilakukan dengan tulus untuk Allah. Hal ini berarti menjadikan seluruh kehidupan sebagai bentuk ibadah dan pengabdian. Iqra’ menjadi simbol pentingnya pendidikan dan pencarian ilmu sepanjang hayat, yang menjadi fondasi peradaban Islam. Di era modern, perintah Iqra’ juga relevan sebagai seruan untuk menyaring informasi, menafsirkan dengan benar, dan menyebarkan ilmu secara bertanggung jawab,
Makna mendalam dari “Iqra‘”
Membaca dengan hati:
Bukan sekadar melafalkan, melainkan memahami makna mendalam yang terkandung di dalamnya untuk membentuk pemahaman yang koheren.
Membaca alam semesta:
Merenungkan dan membaca tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di seluruh ciptaan-Nya.
Membaca diri sendiri:
Memahami hakikat penciptaan diri sendiri, termasuk perintah dan larangan yang melekat padanya.
Membaca sejarah:
Mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lalu.
Dimensi spiritual dan etika
Memulai dengan nama Allah:
Ayat pertama menekankan pentingnya memulai segala aktivitas, termasuk membaca, dengan menyebut nama Allah, menjadikannya sebagai ibadah sakral.
Mengaitkan segala sesuatu dengan Tuhan:
Setiap aktivitas “membaca” diarahkan untuk mengenal Sang Pencipta, sehingga tidak sekadar aktivitas ilmiah tetapi juga ibadah.
Tanggung jawab moral:
“Iqra'” juga mengandung tanggung jawab moral untuk menyaring kebenaran, menafsirkan informasi secara benar, dan menyebarkannya dengan etika yang sesuai, terutama di era digital.
Implikasi praktis
Budaya membaca:
Perintah ini mendorong terbentuknya budaya membaca yang menyeluruh, bukan hanya pada individu tetapi juga di masyarakat, dengan dukungan infrastruktur dan pendidikan yang memadai.
Pencarian ilmu yang berkelanjutan:
“Iqra'” adalah perintah untuk terus belajar, mendalami makna, menghayati, dan mencari penjelasan lebih lanjut, serta memahami kandungan ayat-ayat suci dan alam semesta secara terus-menerus.
Para ulama dan ahli tafsir memaknai Iqra’ sebagai berikut:
- Membaca alam semesta dan kehidupan
Perintah ini tidak memiliki objek spesifik, yang berarti manusia harus membaca dan mengobservasi segala sesuatu. Ini termasuk “membaca” tanda-tanda kebesaran Tuhan yang terhampar di alam semesta, peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan kondisi masyarakat. - Membaca diri sendiri
Iqra’ juga bermakna merenungi dan memahami hakikat diri sendiri sebagai makhluk ciptaan-Nya. Hal ini mengarahkan manusia untuk menyadari bahwa mereka diciptakan dari segumpal darah dan dimuliakan dengan pengetahuan. - Literasi yang bertanggung jawab
Literasi dalam Islam harus dilakukan dengan menyebut nama Allah (bismi rabbik). Keterkaitan ini menjadi prasyarat agar ilmu yang dicari dan dipelajari bermanfaat, membawa kemaslahatan, dan tidak menimbulkan mudarat. - Perintah untuk berpikir kritis
Sebagai perintah pertama, Iqra’ mendorong manusia untuk menggunakan akal dalam membaca dan memahami realitas, bukan hanya menerima informasi secara pasif. Olah pikir kritis ini bertujuan agar ilmu yang diperoleh dapat melahirkan inovasi yang membawa dampak positif bagi masyarakat. - Gerbang menuju sains dan tauhid
Wahyu pertama ini merupakan jembatan antara sains dan tauhid. Perintah untuk membaca dan meneliti alam semesta mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, sementara syarat bismi rabbik menegaskan bahwa semua pengetahuan harus mengarah pada pengakuan akan keesaan dan kekuasaan Tuhan.
Relevansi Iqra’ dalam kehidupan modern
Dalam konteks modern, makna Iqra’ tetap relevan dan penting:
- Pengembangan literasi dan pendidikan: Perintah ini menjadi landasan untuk terus belajar dan menuntut ilmu sepanjang hayat, tidak terbatas pada pendidikan formal.
- Penelitian dan sains: Iqra’ menjadi motivasi untuk melakukan penelitian, mengembangkan sains, dan memahami fenomena alam dengan penuh kesadaran akan pencipta-Nya.
- Pemikiran kritis: Perintah ini mengajak manusia untuk tidak mudah menerima informasi tanpa analisis mendalam, sehingga terhindar dari pemahaman yang keliru dan dangkal.
- Pembangunan masyarakat: Dengan membaca dan memahami realitas sosial, manusia didorong untuk berkontribusi dalam memecahkan masalah dan membangun masyarakat yang lebih baik.
(Mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
