SURAU.CO – بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Assalāmu‘alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
Sahabat yang dirahmati Allah, Setiap orang tua tentu berharap dapat menyaksikan anaknya tumbuh dewasa, namun Allah mengajarkan kepada Rasul-Nya pelajaran yang paling dalam tentang ikhlas dan cinta sejati kepada-Nya. Hari ini kita akan menyimak salah satu momen paling mengharukan dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad ﷺ ketika beliau kehilangan putra tercintanya, Ibrāhīm.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Tangis Nabi atas Wafatnya Ibrāhīm
Bunda Khadījah r.a. telah melahirkan dua anak laki-laki untuk Rasulullah ﷺ, yakni Qāsim_ dan Ṭāhir (Abdullāh), namun keduanya wafat saat masih bayi. Setelah beliau wafat, tiga putri Nabi ﷺ juga berpulang satu per satu, hingga hanya Fāṭimah az-Zahrāʾ yang tersisa. Maka ketika Allah menganugerahkan seorang putra dari Bunda Māriyah al-Qibṭiyyah, betapa besar rasa syukur dan cinta Rasulullah ﷺ kepadanya. Bayi itu diberi nama Ibrāhīm, sebuah nama penuh doa dan harapan.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Bayi mungil itu jatuh sakit, tubuhnya lemah, dan napasnya tersengal-sengal. Rasulullah ﷺ yang mendengar kabar sakitnya segera bergegas dengan langkah berat dan mata berkaca-kaca beliau bersandar pada tangan ‘Abdurraḥmān bin ʿAuf menuju rumah Māriyah.
Sampai di sana, beliau mendekap Ibrāhīm yang tengah berjuang di pangkuan ibunya. Dengan lembut Rasulullah ﷺ menggendongnya, menatap wajah pucat anaknya, dan bersabda dengan suara bergetar:
“Wahai Ibrāhīm, kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah.”
Air mata Rasulullah ﷺ mengalir deras bukan karena protes, tapi karena cinta seorang ayah. Saat napas kecil itu perlahan berhenti, suasana berubah hening. Māriyah dan adiknya, Sīrīn, menangis histeris. Rasulullah ﷺ memeluk Ibrāhīm dengan penuh kasih sambil meneteskan air mata yang jujur namun penuh kesabaran.
Beliau bersabda:
“Wahai Ibrāhīm, seandainya bukan karena janji Allah bahwa setiap jiwa akan kembali kepada-Nya, dan karena kepastian pertemuan di akhirat, tentu kesedihan kami ini akan lebih dalam dari apa yang terlihat.”
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah ﷺ berkata:
“Sesungguhnya mata ini menangis, hati ini bersedih, tetapi kami tidak akan mengucapkan kecuali yang diridhai oleh Allah. Dan sesungguhnya kami benar-benar bersedih atas kepergianmu, wahai Ibrāhīm.” (HR. Bukhārī dan Muslim)
Tanda di Langit: Gerhana Matahari
Ketika Ibrāhīm wafat, terjadi gerhana matahari. Sebagian orang mengira gerhana itu karena wafatnya putra Nabi ﷺ. Namun Rasulullah ﷺ menegaskan kebenaran dengan penuh hikmah:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah dan shalatlah.” (HR. Bukhārī & Muslim)
Dari peristiwa ini, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa cinta kepada anak tidak boleh mengalahkan ketundukan kepada Allah. Bahkan dalam kesedihan paling dalam, beliau tetap menjadi teladan dalam menjaga tauhid dan menolak kultus pribadi.
Pelajaran dari Wafatnya Ibrāhīm
- Kasih sayang Nabi ﷺ adalah kasih sejati yang tetap tunduk pada kehendak Allah.
-
Kesedihan bukan tanda lemahnya iman, tetapi bukti fitrah manusia yang penuh cinta.
- Gerhana bukan pertanda peristiwa manusia, tapi tanda kebesaran Allah yang harus disikapi dengan dzikir dan shalat.
-
Rasulullah ﷺ meneladankan keseimbangan antara rasa dan iman: menangis tanpa berlebihan, bersedih tanpa kufur terhadap takdir.
-
Anak-anak yang wafat lebih dahulu menanti orang tuanya di surga; setiap air mata yang sabar menjadi jembatan menuju rahmat Allah.
Penutup Reflektif
Sahabat yang mulia, Setiap kehilangan adalah cara Allah mengajari kita arti cinta yang hakiki cinta yang tak berhenti di dunia, tapi berlanjut di surga. Tangisan Rasulullah ﷺ bukan kelemahan, melainkan kekuatan iman yang memahami bahwa di balik takdir ada kasih yang lebih besar.
Maka ketika kita kehilangan seseorang yang dicintai, ingatlah sabda beliau ﷺ:
“Sungguh, janji Allah itu benar, dan pertemuan di akhirat itu pasti.”
Yuk lanjutkan kisah esok hari dalam:
Edisi 405 – Gerhana Matahari dan Keteladanan Rasulullah ﷺ
وَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
Wa-Allāhu yaqūlu al-ḥaqqa wa huwa yahdī as-sabīl
Dan Allah mengatakan yang benar, dan Dia menunjukkan jalan yang lurus.
Sukseskan Gerakan SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID:
Hadir takbiratul ihram bersama imam.
Rebut shaf pertama dalam shalat berjamaah.
Disusun oleh: Mangesti Waluyo Sedjati – Ketua KBIHU Baitul Izzah Sidoarjo. Jika kisah ini menyentuh hati, sebarkanlah. Jadikan bagian dari dakwah dan cahaya Sirah Nabawiyah di hati umat.
Referensi Utama:
• Ar-Raḥīq al-Makhtūm – Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubārakfury
• Shahīh al-Bukhārī & Muslim – Kitāb al-Janā’iz
• Sirah Nabawiyyah – Ibnu Hisyām, Ibnu Katsīr
• Fiqh as-Sīrah – Dr. Sa‘īd Ramadhān al-Būthī. (Mangesti Waluyo)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
