SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat banyak peristiwa luar biasa. Kisah-kisah ini secara konsisten menegaskan kekuatan iman. Ini juga menunjukkan kebijaksanaan kepemimpinan Islam yang agung. Salah satu kisah paling menggugah terjadi di Mesir kuno. Kisah ini melibatkan Amr bin Ash, sang penakluk Mesir yang terkenal. Bahkan, kisah ini juga melibatkan Khalifah Umar bin Khattab yang bijaksana. Intinya, kisah ini menyoroti bagaimana Islam berhasil mengikis tradisi kelam. Ia menggantinya dengan cahaya tauhid yang terang benderang. Oleh karena itu, artikel ini akan membahasnya secara mendalam.
Setelah berhasil menaklukkan Mesir, Amr bin Ash menghadapi situasi yang unik dan mengejutkan. Ketika memasuki bulan Bu’unah, penduduk setempat mendatanginya dengan wajah cemas. Bulan Bu’unah adalah salah satu bulan dalam kalender Mesir kuno. Mereka menyampaikan kekhawatiran besar kepada Gubernur Amr bin Ash.
“Wahai Gubernur, sesungguhnya Sungai Nil kami ini memiliki tradisi yang airnya tidak akan mengalir kecuali dengan tradisi tersebut,” kata penduduk Mesir. Penjelasan ini tentu saja mengejutkan sang Gubernur. Tradisi apakah itu yang mereka maksud? Amr bin Ash pun bertanya dengan penuh perhatian. “Tradisi apakah itu?” Beliau meminta penjelasan lebih lanjut dan detail.
Penduduk kemudian menceritakan detail tradisi itu. Tradisi itu sungguh sangat mengerikan. “Jika telah melewati tanggal 12 bulan Bu’unah, kami akan mengambil seorang anak gadis dari orangtuanya,” jelas mereka. Mereka melanjutkan, “Kami akan membujuk orangtua itu agar mau merelakan anak gadisnya sebagai tumbal. Lalu kami rias gadis itu dengan pakaian dan perhiasan yang menawan, kemudian kami lemparkan ia ke Sungai Nil.” Amr bin Ash terkejut mendengar tradisi tumbal itu. Jelas sekali, itu adalah tradisi syirik sekaligus pembunuhan keji. Ini menjadi masalah akidah yang mendasar, sekaligus masalah nyawa manusia yang sangat berharga.
Sikap Tegas Amr bin Ash: Menolak Kemungkaran dan Menegakkan Tauhid
Amr bin Ash tidak tinggal diam mendengar tradisi yang bertentangan dengan Islam tersebut. Beliau adalah seorang pemimpin yang tegas dan berprinsip. Oleh karena itu, beliau bertindak cepat dan lugas.
Beliau menolak tradisi itu dengan keras. Islam tidak pernah mengajarkan praktik semacam itu, tegasnya. “Sesungguhnya tradisi ini tidak ada dalam Islam. Islam menghapus segala tradisi leluhur sebelumnya yang bertentangan dengan ajaranNya,” demikian jawaban tegas Amr bin Ash. Beliau menekankan bahwa Islam menghapus seluruh bentuk kesyirikan. Apalagi praktik tumbal manusia, yang merupakan perbuatan dosa besar. Hal itu jelas bertentangan dengan kemuliaan manusia. Kemuliaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada mereka.
Sesuai arahan Amr bin Ash, penduduk Mesir menahan diri. Mereka tidak melakukan tradisi tumbal itu. Penduduk bersabar selama tiga bulan berikutnya, yaitu Bu’unah, Abib, dan Masra. Namun demikian, air Sungai Nil tidak juga mengalir seperti biasanya. Kekeringan hebat pun melanda Mesir.
Ujian Kesabaran dan Kekeringan: Ancaman Serius Bagi Kehidupan Mesir
Tidak mendapatkan air adalah masalah yang sangat besar. Pasalnya, air adalah sumber kehidupan utama. Kekeringan itu membawa kepanikan yang meluas.
Penduduk Mesir sangat bergantung sepenuhnya pada Sungai Nil. Sungai itu memberi mereka air minum dan juga air untuk pertanian. Kekeringan itu secara langsung mengancam kelangsungan hidup mereka. Tanaman layu, hewan mati, dan manusia juga menderita. Karenanya, mereka berniat pindah. Mereka ingin pindah dari Mesir, mencari tempat baru yang memiliki sumber air. Situasi ini sangat kritis, menjadi ujian iman dan kesabaran bagi mereka.
Surat kepada Amirul Mukminin: Mencari Solusi Ilahi dari Umar bin Khattab
Mengetahui kesulitan penduduk dan keinginan mereka untuk pindah, Amr bin Ash bertindak bijaksana. Beliau tidak mengambil keputusan sendiri. Beliau segera mengirim surat. Surat itu ditujukan secara langsung kepada Khalifah Umar bin Khattab di Madinah. Ia menceritakan peristiwa yang terjadi, sekaligus meminta arahan dari Amirul Mukminin Umar.
Umar bin Khattab membalas surat itu dengan cepat. Beliau memahami situasi genting yang dihadapi Mesir. “Engkau benar,” jawab Umar bin Khattab melalui surat. Beliau membenarkan sikap tegas Amr bin Ash. “Sesungguhnya Islam menghapus seluruh tradisi yang buruk. Bersama surat ini, kukirimkan pula kepadamu lembar kertas. Jika telah sampai kepadamu, lemparkan lembaran itu ke Sungai Nil.” Arahan ini menunjukkan ketegasan Umar. Ketegasan dalam menegakkan syariat, sekaligus menunjukkan tawakkal beliau. Tawakkal penuh kepada Allah semata.
Doa dan Kekuatan Iman: Kertas Ajaib di Atas Air Sungai Nil
Amr bin Ash menerima surat dari Khalifah Umar. Beliau segera menindaklanjuti arahan itu. Beliau membuka dan membaca isi lembaran kertas itu. Lembaran itu berisi doa yang sangat agung. Doa itu ditujukan langsung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lembaran itu bertuliskan: “Dari hamba Allah Umar Amirul Mukminin kepada Sungai Nil penduduk Mesir, amma ba’du. Jika engkau mengalir semata-mata karena dirimu sendiri, maka janganlah mengalir! Akan tetapi, jika yang mengalirkanmu adalah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa, maka kami memohon kepadaNya untuk mengalirkanmu.” Ini adalah pernyataan tauhid murni yang tegas. Penegasan bahwa hanya Allah yang berkuasa. Hanya Allah Yang Mahaesa yang dapat mengalirkan air.
Amr bin Ash melemparkan kertas itu. Ia melemparkannya ke Sungai Nil dengan penuh keyakinan. Ini terjadi tepat sehari sebelum rencana keberangkatan penduduk Mesir. Penduduk hendak pindah ke wilayah lain jika air tak kunjung datang. Tindakan ini penuh keyakinan. Keyakinan pada kekuatan doa, dan keyakinan pada kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Mukjizat Mengalir: Rahmat Allah Mengembalikan Kehidupan Mesir
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sebelum mereka berangkat, sebuah mukjizat besar terjadi. Sungai Nil telah mengalir deras. Airnya memenuhi saluran-saluran pertanian. Bahkan, airnya mencapai kedalaman enam belas hasta. Penduduk Mesir pun sangat gembira. Mereka segera membatalkan niatnya untuk pindah. Mereka tidak jadi meninggalkan wilayah lainnya. Kehidupan kembali pulih dan berjalan normal. Air melimpah ruah di seluruh Mesir. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya yang Maha Agung. Allah mengabulkan doa hamba-Nya yang tulus.
Kisah Sungai Nil ini memberi banyak pelajaran. Ini adalah inspirasi abadi bagi kita semua.
Pertama-tama, ia mengajarkan penghapusan syirik. Islam menolak segala bentuk keyakinan yang menyekutukan Allah. Hanya Allah yang berhak disembah. Kedua, ia menekankan kekuatan doa. Doa yang tulus dan penuh tawakkal akan Allah kabulkan. Ketiga, ia menunjukkan ketegasan pemimpin. Ketegasan dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Keempat, ia menginspirasi kebijaksanaan. Kebijaksanaan dalam mengambil keputusan penting. Kelima, ia mengajarkan nilai kehidupan manusia. Nyawa manusia sangat berharga, ia tidak boleh ditumbalkan untuk apapun.
Nilai Relevansi di Era Modern: Melawan Takhayul dan Meneguhkan Tauhid
Kisah ini sangat relevan. Relevan di zaman modern ini yang penuh informasi. Banyak takhayul dan praktik syirik masih berkembang. Ada juga praktik-praktik yang bertentangan dengan Islam yang muncul. Kisah ini menjadi pengingat penting. Kita harus teguh pada tauhid murni. Kita harus menolak segala bentuk syirik. Ini adalah fondasi kekuatan umat Islam yang tak tergantikan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
