SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat banyak kisah menawan dan penuh hikmah. Kisah para sahabat Nabi Muhammad ﷺ senantiasa menginspirasi kita semua. Di antara mereka, Abdullah bin Abdin-Nu’m, yang kemudian dikenal sebagai Abdullah Dzul Bijadain, adalah salah satu tokoh yang sangat unik. Beliau merupakan seorang pemuda dari Thaif. Hidupnya mengalami transformasi luar biasa. Kisah hidupnya mengajarkan banyak hal berharga, meliputi iman yang kokoh, pengorbanan, dan ketulusan hati. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas perjalanan hidup beliau dengan detail.
Mengenal Abdullah bin Abdin-Nu’m: Pencarian Jati Diri dan Hidayah
Abdullah Dzul Bijadain memiliki nama asli Abd-ul-Uzza. Nama ini secara harfiah berarti “hamba berhala Uzza”. Nabi Muhammad ﷺ kemudian mengubah namanya menjadi Abdullah, yang bermakna “hamba Allah”. Beliau berasal dari Bani Tsaqif, sebuah kabilah terpandang di kota Thaif. Kehidupannya dimulai dengan cobaan, karena ia menjadi yatim piatu sejak kecil. Selanjutnya, pamannya yang kaya raya membesarkannya. Namun demikian, sang paman dikenal sangat keras dan kejam.
Pada masa itu, kota Thaif menjadi pusat penyembahan berhala Uzza. Abdullah muda merasa tidak nyaman dengan keyakinan kaumnya. Ia mencari makna hidup yang lebih dalam, hatinya merindukan kebenaran sejati. Ia mencari Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan alam semesta ini.
Abdullah Dzul Bijadain mendengar tentang Nabi Muhammad ﷺ. Ia mendengar dakwah Islam yang mulai menyebar di Makkah. Hatinya segera condong pada kebenaran yang dibawa Nabi. Akhirnya, ia memutuskan untuk memeluk Islam.
Ia kemudian memberanikan diri. Ia menyampaikan niatnya yang tulus kepada sang paman. Pamannya, dengan amarah yang meluap, sangat murka mendengar keputusan itu. “Jika engkau memeluk agama Muhammad,” ancam pamannya, “aku akan mencabut semua harta darimu!” Abdullah tidak gentar sedikit pun. Ia tetap teguh pada pilihannya, tak tergoyahkan imannya. Sang paman kemudian menjalankan ancamannya. Ia melucuti semua harta Abdullah, bahkan mengambil pakaian yang melekat di tubuhnya. Abdullah hanya memiliki dua helai kain kasar yang terbuat dari karung goni. Oleh karena itu, ia mendapat julukan “Dzul Bijadain”, yang berarti “pemilik dua kain usang”. Ini adalah bukti pengorbanan besarnya. Pengorbanan itu ia lakukan demi keimanan yang telah ia pilih.
Perjalanan Hijrah Penuh Berkah: Menuju Madinah dan Pertemuan Nabi ﷺ
Dengan hati yang teguh dan penuh harap, Abdullah Dzul Bijadain memulai perjalanan panjang. Ia melakukan hijrah dari Thaif menuju Madinah.
Dengan hanya berbekal dua helai kain usang itu, ia menempuh perjalanan yang penuh tantangan. Perjalanan itu mengantarkannya menuju Madinah yang diberkahi. Sesampainya di sana, ia segera mencari Rasulullah ﷺ. Pertemuan itu sangat emosional dan penuh keharuan. Nabi ﷺ menyambutnya dengan hangat dan penuh kasih sayang. Abdullah menceritakan seluruh kisahnya kepada Nabi ﷺ. Nabi ﷺ kemudian mengubah namanya. Nama Abd-ul-Uzza berganti menjadi Abdullah. Ini adalah simbol transformasinya, dari hamba berhala menjadi hamba Allah yang sejati. Nama barunya membawa keberkahan dalam hidupnya.
Abdullah Dzul Bijadain memiliki semangat yang membara. Ia sangat mencintai jihad di jalan Allah. Impian terbesarnya adalah meraih mati syahid.
Ia sering menghadap Nabi ﷺ. Ia mengungkapkan kerinduan jihad yang sangat dalam. Ia juga meminta Nabi ﷺ berdoa. Doa agar Allah menjadikannya syahid. Nabi ﷺ tersenyum mendengar permintaannya. Beliau kemudian menjawab: “Mintalah mati syahid!” Abdullah Dzul Bijadain semakin yakin. Allah pasti akan mengabulkan doanya. Ia terus berdoa dengan tulus, memohon mati syahid. Ini menunjukkan betapa dalamnya keinginannya. Ia ingin mengorbankan diri sepenuhnya demi tegaknya Islam.
Syahadah di Perang Tabuk: Akhir Perjalanan Seorang Kekasih Nabi
Perang Tabuk menjadi puncak perjalanan hidup Abdullah Dzul Bijadain. Di sanalah ia meraih impiannya.
Pasukan muslimin bersiap untuk Perang Tabuk. Ini adalah ekspedisi militer yang sangat besar. Abdullah Dzul Bijadain ikut serta dalam rombongan itu. Ia berangkat meskipun tubuhnya sedang sakit. Ia membawa impian syahadah yang membara, berharap mati di jalan Allah. Selama perjalanan, penyakitnya memburuk. Akhirnya, beliau pun wafat. Ini terjadi di tengah ekspedisi, jauh dari rumahnya.
Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan kasih sayang luar biasa. Beliau sendiri turun ke liang lahat. Beliau meletakkan jenazah Abdullah Dzul Bijadain dengan penuh hormat. Abu Bakar dan Umar menopang jenazah dari atas. Nabi ﷺ kemudian berdoa: “Ya Allah, sungguh aku ridha kepadanya maka ridhailah dia!” Doa ini adalah kehormatan tertinggi baginya. Ini menegaskan kedudukan mulianya di sisi Allah. Sebuah akhir yang sempurna bagi seorang pencari kebenaran dan kekasih Nabi.
Pelajaran Abadi dari Abdullah Dzul Bijadain: Inspirasi untuk Umat
Kisah Abdullah Dzul Bijadain memberi banyak sekali pelajaran berharga. Pertama-tama, ia mengajarkan kekuatan iman. Iman yang mampu mengubah hidup secara drastis. Kedua, ia menekankan pentingnya pengorbanan. Pengorbanan harta dan kenyamanan demi agama. Ketiga, ia menunjukkan nilai kesetiaan. Kesetiaan yang teguh kepada Nabi ﷺ. Keempat, ia adalah bukti kekuatan doa. Doa yang tulus dari seorang hamba akan terkabul. Kelima, ia menginspirasi semangat jihad. Jihad demi tegaknya Islam dan keadilan.
Secara keseluruhan, Abdullah Dzul Bijadain adalah teladan yang luar biasa bagi kita semua. Beliau merupakan sahabat Nabi ﷺ yang agung. Hidup beliau mencerminkan iman yang kokoh. Ini juga cerminan cinta, pengorbanan, dan ketulusan hati yang mendalam. Perjalanan beliau dari hamba berhala menjadi kekasih Nabi ﷺ. Keberaniannya dalam meminta syahadah kepada Allah. Semua ini patut kita contoh dan terapkan dalam kehidupan kita. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari kehidupannya yang penuh berkah. Semoga kita menjadi muslim yang berbakti. Muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati, serta gigih dalam menjalankan ajaran-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
