Surau.co. Di tengah hiruk-pikuk dunia, setiap manusia memerlukan titik hening, sebuah cahaya kecil yang menuntun jiwa menuju ketenangan. Abū Bakr Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī dalam Kitab al-Ṭibb al-Rūḥānī menekankan pentingnya menemukan sumber ketenangan di dalam diri sendiri. Ia mengingatkan bahwa kebahagiaan dan kedamaian sejati bukan berasal dari dunia luar, melainkan dari akal yang sehat dan hati yang sadar.
Seperti Rumi yang menyebut cinta sebagai api yang menyucikan, al-Rāzī melihat akal sebagai lentera yang mampu menuntun jiwa. Cahaya kecil ini hadir saat manusia mampu menengok ke dalam, memahami diri, dan menata batin agar harmonis.
Mengenali Gelombang Hati
Sering kali kita merasakan kegelisahan tanpa alasan yang jelas. Dunia terasa berat, keputusan terasa sulit, dan hati seperti terseret arus yang tak terlihat. Al-Rāzī mengingatkan bahwa gejolak ini sering kali berasal dari ketidakseimbangan antara akal dan nafsu.
Ia menulis:
“النفس مضطربة إذا غلبها الهوى ولم يرافقها العقل.”
“Jiwa menjadi gelisah jika hawa nafsu menguasainya tanpa ditemani akal.”
Pesan ini mengingatkan kita untuk selalu menenangkan diri sebelum mengambil keputusan. Ketika akal dan hati bekerja selaras, bahkan gelombang batin yang besar pun dapat diterima dengan tenang.
Ketenangan Melalui Kesadaran
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menemukan titik ketenangan, namun seringkali ia mengabaikannya. Dalam keseharian, kita sibuk mengejar kesenangan lahiriah, mencari validasi, atau menaklukkan ambisi. Padahal, ketenangan sejati muncul saat kita menyadari bahwa kebahagiaan bukanlah milik dunia, tetapi milik jiwa yang sadar.
Al-Rāzī menulis:
“من عرف نفسه عرف طريق السعادة.”
“Barang siapa mengenal dirinya, ia mengenal jalan menuju kebahagiaan.”
Dengan mengenal diri, seseorang mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan yang semu. Ia belajar menenangkan pikiran, meredakan keresahan, dan menemukan harmoni di tengah kehidupan yang kompleks.
Cahaya Kecil yang Menuntun
Bagi al-Rāzī, cahaya kecil dalam diri ini adalah akal yang terlatih. Ia menuntun manusia untuk tidak terbawa arus hawa nafsu, tidak terjebak dalam kekhawatiran berlebihan, dan tidak tergoda oleh kesenangan semu.
Ia menegaskan:
“العقل نور يهدينا إلى السكينة والراحة.”
“Akal adalah cahaya yang menuntun kita menuju ketenangan dan kenyamanan.”
Cahaya ini, meski kecil, mampu memberi penerangan yang cukup bagi jiwa. Sama seperti lentera yang menyinari lorong gelap, akal yang tercerahkan menuntun langkah manusia agar tidak tersesat dalam kepalsuan dunia.
Rasulullah ﷺ juga menekankan pentingnya menenangkan hati:
“إِنَّ فِي الْجَسَدِ لَكَافَّةً لِلرُّوحِ فَاحْفَظْهَا.”
“Sesungguhnya tubuh memiliki hak bagi ruh, maka jagalah haknya.” (HR. Ahmad)
Perawatan diri bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal menata batin agar akal dan jiwa tetap selaras.
Mengendalikan Hawa Nafsu
Salah satu tantangan terbesar dalam menemukan ketenangan adalah menahan hawa nafsu yang tidak terkendali. Nafsu sering muncul sebagai bisikan yang manis, namun dapat menyesatkan bila tidak diwaspadai. Al-Rāzī menulis:
“من أطاع هواه ضاع، ومن حكم عقله نجى.”
“Barang siapa menuruti hawa nafsunya, ia akan tersesat; barang siapa menguasai akalnya, ia akan selamat.”
Dengan latihan pengendalian diri, manusia belajar mengatur energi batin dan menyalurkannya ke arah yang bermanfaat. Ketenangan bukan sekadar ketidakhadiran masalah, tetapi kemampuan untuk tetap damai meski menghadapi tantangan hidup.
Al-Qur’an menegaskan hal ini:
“الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.”
“Orang-orang yang beriman dan hatinya menjadi tentram karena mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Inilah sumber cahaya terbesar: kesadaran spiritual yang menenangkan hati, selaras dengan akal yang bijak.
Menemukan Keseimbangan Sehari-hari
Dalam keseharian, cahaya kecil ini hadir melalui praktik sederhana: refleksi diri, perenungan, doa, dan pengendalian keinginan. Mengatur prioritas, menenangkan pikiran sebelum bertindak, dan menilai setiap langkah dengan hati-hati adalah kunci agar ketenangan itu tidak mudah pudar.
Al-Rāzī menekankan:
“السكينة تأتي بالاعتدال، فلا إفراط ولا تفريط.”
“Ketenangan datang melalui keseimbangan; jangan berlebihan dan jangan kekurangan.”
Pesan ini sangat relevan bagi manusia modern yang sering terjebak dalam ekstrem: bekerja tanpa istirahat, berpikir tanpa henti, atau mengejar kesenangan berlebihan. Keseimbangan adalah pondasi agar cahaya kecil dalam diri tetap bersinar.
Penutup: Menyadari Cahaya di Dalam
Cahaya kecil di dalam diri bukan sekadar metafora, melainkan realitas yang dapat dirasakan. Ia hadir ketika akal, hati, dan spiritualitas bersinergi. Ketika manusia mampu menenangkan diri, mengendalikan nafsu, dan menyadari hakikat hidup, ketenangan sejati pun muncul.
Al-Rāzī mengajarkan bahwa kebahagiaan bukan hadiah dari dunia, tetapi buah dari pengelolaan diri yang bijaksana. Dengan cahaya kecil yang terus dipelihara, manusia dapat menjalani kehidupan dengan damai, tenang, dan penuh makna, tanpa terjerat oleh gelombang dunia yang sementara.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
