Khazanah
Beranda » Berita » Umar bin Abdul Aziz: Khalifah Mujtahid Nan Adil dari Bani Umayyah

Umar bin Abdul Aziz: Khalifah Mujtahid Nan Adil dari Bani Umayyah

Umar bin Abdul Aziz: Khalifah Mujtahid Nan Adil dari Bani Umayyah
Iliustrasi seorang khalifah berada di tengah-tengah rakyatnya.

SURAU.CO-Nama lengkapnya ialah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam al-Umawi al-Quraisy. Ia biasa dipanggil Abu Hafsh, dan ia terkenal dengan julukan Asyaj Bani Umayyah (yang terluka dari Bani Umayyah). Julukan ini ia dapatkan karena konon, pada suatu hari, ia naik kuda ayahnya, lalu terjatuh, dan dahi terluka terinjak kaki kuda.

Ia lahir di Hulwan, Mesir tahun 60 H saat ayahnya menjadi gubernur. Meskipun tubuhnya kurus, wajahnya putih bersih. Pada masa mudanya, ayahnya mengirimnya ke Madinah dengan harapan ia akan mendapatkan pendidikan yang baik di sana. Di tempat ini, ia sering menemui Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud untuk belajar hadis.

Karakter adilnya dipersamakan dengan kakeknya

Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai ilmuwan, ahli hadis, dan sering memberikan fatwa. Ilmu hadisnya ia peroleh, selain dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, ia juga belajar dari Anas bin Malik, Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib, Yusuf bin Abdullah bin Salam, Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair, ar-Rabi’ bin Saburah, dan lain-lain.

Menurut Amr bin Maimun bin Mahran, ayahnya pernah mengatakan, “Para ulama adalah murid-murid Umar bin Abdul Aziz.” Sementara itu, Mujahid mengatakan,

“Saya sering mendatanginya untuk belajar ilmu pengetahuan darinya.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Umar bin Abdul Aziz memang seorang imam, ahli fikih, mujtahid, ahli hadis yang sangat tepercaya, dan guru dari para tabi’in. Kesalihan dan tindakannya yang adil sering mereka jadikan pepatah. Dalam penegakan keadilan, ia selalu disetarakan dengan kakeknya, Umar bin Khatthab, dalam kesalihan ia seperti al-Hasan al-Bashri, dan ilmunya seperti az-Zuhri. Anas bin Malik pernah menceritakan pengalamannya salat bersama Umar bin Abdul Aziz. Katanya, “Aku tidak pernah salat di belakang imam yang mirip dengan Rasulullah, kecuali ketika bersama pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz).” Waktu Muhammad bin Ali bin al-Hasan mereka mintai komentarnya mengenai Umar bin Abdul Aziz, ia mengatakan,

“Dia orang paling pintar dari dinasti Bani Umayyah. Pada hari kiamat kelak, ia pasti paling menonjol.”

Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah

Umar bin Abdul Aziz menduduki jabatan khalifah tahun 99 H, atas penunjukan Sulaiman bin Abdul Malik. Sulaiman menyampaikan keputusan ini dalam keadaan dirinya sakit parah. Berikut adalah surat keputusannya:

“Bismillahirrahmanirrahim. Surat ini dari hamba Allah Sulaiman, Amirul Mukminin, ditujukan kepada Umar bin Abdul Aziz: Jabatan khalifah aku serahkan kepadamu, setelah itu kepada Yazid bin Abdul Malik. Kamu harus menerimanya. Bertakwalah kepada Allah dan jangan bermusuhan, nanti banyak orang yang menginginkan jabatanmu.”

Setelah distempel, Sulaiman memerintahkan Ka’ab bin Jabir al-Absi, kepala polisi, untuk mengumpulkan keluarganya. Kemudian, ia menyerahkan surat itu kepada mereka. Sulaiman meminta mereka membaiat Umar bin Abdul Aziz. Maka, satu per satu, mereka menyatakan baiatnya, dan setelah itu bubar.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ketika mereka menyodorkan kereta kerajaan beserta kusirnya kepada Umar bin Abdul Aziz, ia dengan tegas mengatakan: “Kendaraanku lebih sesuai untukku.” Dan ia benar-benar menaiki kendaraannya sendiri, tanpa mempedulikan kereta kerajaan yang mereka tawarkan kepadanya itu.

Pada saat yang lain, mereka menawarkan Umar bin Abdul Aziz agar segera menempati istana. Ketika itu, ia mengatakan, “Di sana masih ada keluarga Sulaiman. Biarlah aku tinggal di rumah saja.” Manakala mereka telah pindah, Umar bin Abdul Aziz akhirnya mau tinggal di istana.

Reformasi politik : berhenti mencaci maki Ali

Pekerjaan pertama yang Umar bin Abdul Aziz lakukan adalah menghentikan caci maki terhadap Ali bin Abi Thalib yang sebelumnya menjadi bagian dari kebijakan politik pemerintahan Bani Umayyah. Untuk itu, ia mengirim surat kepada semua gubernurnya dan memerintahkan mereka untuk melaksanakan kebijakan baru ini.

Mengenai latar belakang mengapa Umar bin Abdul Aziz mengambil sikap berbeda dari para pendahulunya tersebut, ia sendiri menceritakan: “Dulu, aku di Madinah. Di sana, aku belajar kepada — dan bahkan selalu bersama — Ubaidillah bin Abdullah. Orang ini mendengar bahwa aku mendukung kebijakan Bani Umayyah dalam hal membenci Ali. Pada suatu hari, aku datang menemuinya. Waktu itu, ia sedang salat. Aku menunggunya cukup lama. Begitu selesai salat, ia menoleh kepadaku, dan mengatakan, ‘Sejak kapan kamu tahu bahwa Allah marah dan membenci orang-orang yang ikut dalam Perang Badar dan Baiat ar-Ridhwan? Padahal, Dia telah meridhai mereka?’ Aku jawab, belum pernah mendengar. ‘Kalau begitu, apa benar sikapmu terhadap Ali seperti yang pernah aku dengar?’ katanya lagi. Aku katakan, ‘Aku mohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepadamu. Aku berjanji untuk meninggalkan apa yang pernah aku lakukan.’

Sejak itu, aku tidak pernah berhenti mencintai Ali.”  Dari situ, Umar bin Abdul Aziz kemudian mengganti khotbah yang berisi caci maki terhadap Ali bin Abi Thalib dengan firman Allah, QS. an-Nahl [16]: 90 yang artinya:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat baik, menyantuni kaum kerabat, menjauhi kejahatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Dia berpesan kepadamu, supaya kamu mendapat pelajaran.”

Pemerintahannya sama seperti kakeknya, Umar bin Khatthab. Ia menegakkan hukum dengan adil dan bersih. Ia memilih para pembantunya dari kalangan orang-orang yang berhati lembut dan saleh. Mereka yang ia ketahui berhati keras segera ia pecat.

Melihat sejarah kehidupan Umar bin Abdul Aziz demikian, banyak ulama kemudian menuliskannya secara khusus, seperti yang Ibnu al-Jauzi dan Abdullah bin al-Hakam lakukan.

Akhir hidup Umar bin Abdul Aziz

Para sejarawan mengungkapkan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia karena diracun. Konon, pelakunya adalah dari kalangan Bani Umayyah sendiri, karena mereka tidak puas dengan kebijakannya. Konon, Umar bin Abdul Aziz tidak pernah memberikan perhatian kepada mereka, baik dalam bentuk materi maupun urusan lainnya.

Umar bin Abdul Aziz meninggal tahun 101 H, setelah memerintah selama 2 tahun 5 bulan 14 hari. (St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement