Khazanah
Beranda » Berita » Adab di Atas Jabatan: Menjunjung Akhlak Mulia di Atas Segala Kedudukan

Adab di Atas Jabatan: Menjunjung Akhlak Mulia di Atas Segala Kedudukan

Adab di Atas Jabatan: Menjunjung Akhlak Mulia di Atas Segala Kedudukan
Ilustrasi seorang pejabat yang hormat kepada orangtuanya. (Foto: Meta AI)

SURAU.CO – Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak orang berlomba mengejar jabatan dan kekuasaan. Mereka berusaha keras mencapai posisi tinggi, gelar, dan kedudukan terhormat seolah-olah semua itu menjadi tolok ukur keberhasilan. Namun, dalam pandangan Islam, jabatan tersebut hanya menjadi titipan sementara. Yang lebih utama bukan seberapa tinggi seseorang menduduki posisi, melainkan bagaimana ia menjaga adab dan akhlaknya dalam setiap peran yang ia emban. Sebenarnya, “adab di atas jabatan” berarti menempatkan etika dan akhlak mulia di atas ambisi serta kedudukan duniawi.

Makna Adab dan Jabatan

Adab tidak sekedar berarti sopan santun dalam berbicara, tetapi mencakup seluruh perilaku yang menunjukkan kehalusan budi, penghormatan terhadap sesama, dan ketaatan terhadap nilai-nilai moral yang Allah SWT ajarkan. Dalam bahasa Arab, adab berarti ta’dib, yakni pendidikan jiwa agar seseorang mengetahui menempatkan dirinya sesuai dengan kebenaran.

Sementara itu, jabatan merupakan amanah yang menuntut tanggung jawab. Allah memberikan jabatan kepada seseorang untuk mengemban tugas tertentu. Jabatan bisa membawa kesuksesan, tetapi juga bisa menjerumuskan jika seseorang tidak mengiringinya dengan keimanan dan akhlak yang baik. Orang yang beradab selalu memandang pekerjaannya sebagai ladang ibadah. Ia tidak menjadikan jabatan sebagai alat untuk memberdayakan atau menyejahterakan diri, tetapi sebagai sarana untuk berbuat baik dan menebar manfaat bagi banyak orang.

Pandangan Al-Qur’an tentang Adab dan Kekuasaan

Al-Qur’an menjelaskan bahwa kemuliaan seseorang tidak bergantung pada pangkat atau kedudukannya, tetapi pada ketakwaannya. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat : 13)

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Ayat ini menegaskan bahwa Allah menilai kemuliaan seseorang bukan dari jabatannya, kekayaannya, atau keturunannya, melainkan dari kadar ketakwaannya. Orang yang bertakwa pasti menjaga adabnya, karena ia menyadari bahwa Allah selalu mengawasi setiap perbuatannya.

Allah juga mengingatkan manusia agar tidak merasa sombong karena kekuasaan. Dalam kisah Qarun (QS. Al-Qashash: 76–82), Allah menggambarkan bagaimana kesombongan karena harta dan kedudukan justru menghancurkan dirinya. Qarun kehilangan segalanya karena ia lupa bahwa semua yang ia miliki hanyalah titipan dari Allah. Kisah ini mengajarkan bahwa jabatan tanpa adab hanya akan membawa kehancuran, bukan kemuliaan.

Teladan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menjadi teladan utama dalam menempatkan adab di posisi atas. Walaupun beliau memegang jabatan tertinggi sebagai pemimpin umat Islam, beliau selalu menunjukkan kerendahan hati, kelembutan, dan kasih sayang. Beliau tidak pernah meninggikan diri di hadapan siapa pun, bahkan di depan orang miskin, budak, atau anak-anak. Nabi makan bersama para sahabatnya, menjahit pakaiannya sendiri, dan membantu pekerjaan rumah tangga tanpa merasa malu.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR.Ahmad)

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah datang bukan hanya untuk membangun sistem pemerintahan atau memperluas wilayah Islam, tetapi untuk membentuk manusia yang beradab. Oleh karena itu, setiap pemegang jabatan harus meneladani beliau dengan menjadikan akhlak mulia sebagai dasar dalam setiap tindakan dan keputusan.

Adab dalam Kepemimpinan

Pemimpin yang beradab selalu menyadari bahwa jabatan merupakan ujian, bukan kehormatan pribadi. Ia memahami bahwa kekuasaan yang ia miliki akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:

Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai tanggung jawab atas yang dipimpinnya.”

Pemimpin yang beradab memimpin dengan keadilan. Ia mendengar aspirasi rakyatnya, melindungi yang lemah, dan menolak menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Ia tidak mencari pujian manusia, tetapi ridha Allah SWT.

Khalifah Umar bin Khattab RA menjadi contoh nyata kepemimpinan beradab. Meski memimpin wilayah yang luas, Umar menjalani hidup dengan sangat sederhana. Ia sering memastikan patroli pada malam hari agar rakyatnya tidak mengalami kelaparan. Ketika menemukan kesulitan keluarga, Umar sendiri memikul karung gandum untuk mereka. Ia menunjukkan bahwa jabatan sejati tidak bergantung pada kemewahan, tetapi pada pelayanan dan tanggung jawab moral kepada rakyat.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Bahaya Jabatan Tanpa Adab

Jabatan tanpa adab menumbuhkan kesombongan dan arogansi. Banyak orang berubah ketika mendapat kedudukan. Mereka melupakan asal-usulnya, merasa lebih tinggi dari yang lain, dan memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Sikap seperti ini bertentangan dengan ajaran Islam.

Rasulullah SAW memperingatkan:

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan meski sebesar biji sawi.” (HR.Muslim)

Kesombongan sering muncul ketika seseorang memegang jabatan. Ia merasa berkuasa, padahal kekuasaan itu hanyalah ujian yang akan berakhir. Ketika menjabat lepas, orang tidak lagi menilai dirinya dari posisi yang pernah ia miliki, melainkan dari adab dan amal kebaikan yang ia tinggalkan. Orang yang beradab akan selalu dikenang karena kebaikannya. Sebaliknya, orang yang berkuasa tanpa adab akan diingat karena kesewenang-wenangannya.

Imam Al-Ghazali berkata, “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa cahaya.” Begitu pula jabatan tanpa adab hanya akan melahirkan kegelapan moral. Oleh karena itu, setiap pemegang amanah harus menjadikan adab sebagai fondasi dalam setiap langkah, baik di pemerintahan, pendidikan, maupun kehidupan sehari-hari.

Ketika seseorang menjunjung adab di atas kekuasaan, ia akan mengemban amanah dengan tanggung jawab dan ketulusan. Ia tahu bahwa Allah menilai bukan dari tinggi jabatannya, melainkan dari kemuliaan akhlaknya. Maka, marilah kita mengingat pesan luhur ini: jabatan bisa hilang kapan saja, tetapi adab akan terus hidup—di dunia dan di akhirat.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement