SURAU.CO-Abu Abdullah Sa’id bin al-Musayyab al-Makhzumi lahir tahun 15 H pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab. Sejak usia muda, ia sudah hafal al-Qur’an dan aktif di dunia ilmu. Ia menemui banyak sahabat Nabi Saw. untuk menimba ilmu, bahkan juga kepada para istri Nabi Saw. Kebanyakan riwayat hadisnya ia peroleh dari Abu Hurairah.
Sa’id bin al-Musayyab :ulama terpandang yang jujur
Ia termasuk ulama terpandang, ucapan-ucapannya jujur, dan ia tidak pernah menyampaikan atau melakukan sesuatu, kecuali yang sesuai dengan keyakinannya. Yahya bin Sa’id menceritakan bahwa Hisyam bin Ismail, Gubernur Madinah waktu itu, pernah menulis surat kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Isi surat itu menyatakan bahwa rakyat Madinah sepakat untuk membaiat Walid bin Sulaiman, kecuali Sa’id bin al-Musayyab. Abdul Malik bin Marwan menjawab surat itu. Katanya:
“Kamu tawarkan pedang kepadanya. Jika ia tetap menolak, pukullah ia 50 kali dan araklah keliling pasar Madinah.”
Menolak baiat dan ancaman Hukuman
Ketika surat itu sampai di tangan Gubernur, Sulaiman bin Yasar, Urwah bin Zubair, dan Salim bin Abdullah datang menemui Sa’id bin al-Musayyab. Mereka mengatakan: “Kami datang untuk urusan penting. Surat dari Abdul Malik telah menyatakan dengan tegas, ‘Jika kamu tidak mau membaiat, kamu harus dipukul.’ Kami datang untuk menawarkan tiga hal, kami meminta kamu menjawab salah satunya. Pertama, Gubernur telah mengirim surat dan meminta jawabanmu; ya atau tidak, tetapi kamu diam saja.”
Sa’id mengatakan, “Orang-orang mengatakan bahwa Sa’id bin al-Musayyab telah membaiat, padahal aku tidak melakukannya. Kalau aku mengatakan tidak, maka orang-orang akan mengikutiku.” Mendengar ucapan Sa’id bin al-Musayyab ini, mereka diam saja.
Lalu, mereka menawarkan opsi kedua: “Kamu dipersilakan di rumah, dan untuk beberapa hari, tidak usah keluar salat. Gubernur merasa cukup lega apabila kamu tidak berada di tempat pengajianmu.”
Sa’id bin al-Musayyab mengatakan, “Bagaimana aku tidak ke masjid, padahal aku mendengar azan salat? Aku tidak bisa melakukannya.”
Kemudian, mereka menawarkan opsi ketiga: “Kamu dipersilakan pindah ke tempat lain, agar Gubernur tidak bertemu kamu.”
Sa’id bin al-Musayyab menjawab,
“Apakah aku harus takut pada makhluk Allah, padahal kenyataannya aku tidak begitu?”
Sa’id bin al-Musayyab :mendapat 50 kali cambukan dari penguasa
Sesudah itu, ia keluar untuk salat Zuhur. Begitu selesai, ia duduk di tempat biasanya mengaji. Ketika Gubernur salat, ia meminta Sa’id menemuinya. Gubernur langsung menyampaikan isi surat Amirul Mukminin.
Sa’id bin al-Musayyab menjawab,
“Rasulullah Saw. melarang ada dua baiat.”
Tatkala Gubernur akan memukulnya, ia melihat kepribadian Sa’id bin al-Musayyab yang membuatnya tidak sampai melakukannya. Lalu, Gubernur menyuruh orang lain memukulnya 50 kali cambukan. Sesudah itu, mereka mengarak Sa’id bin al-Musayyab keliling pasar Madinah. Mereka juga melarang rakyat mengikuti pengajiannya. Ia menanggung hukuman ini dengan penuh tanggung jawab dalam rangka mempertahankan keyakinannya.
Sa’id bin al-Musayyab : ahli fikih dan mujtahid besar
Sa’id bin al-Musayyab termasuk ahli fikih Madinah dan seorang mujtahid besar. Menurut Ibnu Umar, “Sa’id termasuk salah seorang mufti.” Sementara itu, Qatadah mengatakan, “Aku tidak pernah melihat orang sepandai Sa’id bin al-Musayyab.” Hasan al-Bashri, apabila menemui kesulitan, seringkali menulis surat kepada Sa’id bin al-Musayyab untuk meminta jawabannya.
Sa’id bin al-Musayyab meninggal dunia tahun 94 H. Jenazahnya dimakamkan di Madinah al-Munawwarah.
(St.Diyar)
Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
