Khazanah
Beranda » Berita » Salman al-Farisi : Sahabat Jenius yang Berperan pada Perang Khandaq

Salman al-Farisi : Sahabat Jenius yang Berperan pada Perang Khandaq

Salman al-Farisi : Sahabat Jenius yang Berperan pada Perang Khandaq
Ilustrasi para penduduk bekerja sama menggali parit.

SURAU.CO-Namanya Abu Abdullah Salman al-Farisi, atau Salman al-Khair. Akan tetapi, dia sendiri, sewaktu ditanya namanya, menyebut, “Aku Salman bin Islam.” Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Salman pernah mengatakan, “Aku orang Ramahurmuz,” salah satu kota terkenal di Persia. Sebelum masuk Islam, ia beragama Majusi, dan waktu itu namanya Mabah.

Pencarian Salman akan cahaya Islam

Mengenai sebab keislamannya,pada suatu hari, Salman al-Farisi lewat di depan sebuah gereja. Ketika itu, orang-orang Nasrani sedang melaksanakan ibadah. Ia merasa tertarik dan hatinya mengatakan, “Demi Tuhan, ini lebih baik dari Majusi, agama kami.” Ia tetap di situ sampai matahari tenggelam. Ayah Salman al-Farisi sebenarnya menyuruhnya ke kebun, tapi ia tidak jadi ke sana dan tidak juga pulang.

Salman al-Farisi menanyakan asal agama itu. Mereka menjawab, “Dari Syam.”

Ketika pulang, ayahnya menanyakan keterlambatannya, dan Salman al-Farisi menceritakan semua yang telah dialaminya. “Anakku, agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik dari agama mereka,” kata sang ayah. Namun, Salman al-Farisi menolak. Tentu saja, sang ayah merasa khawatir kalau-kalau ia akan memengaruhi keluarganya atau lari dari rumah. Karena itu, sang ayah lalu mengikatnya.

Pergi ke Syam dan Amuriyah

Salman al-Farisi lepas, dan pergi ke gereja sambil memberitahukan keadaannya. Ia meminta ditemani mereka untuk bisa ke Syam. Setelah mereka menyepakati harinya, mereka pun berangkat. Sampai di Syam, Salman al-Farisi menanyakan ulama Nasrani. Mereka menunjuk kepada salah seorang uskup. Salman al-Farisi menawarkan diri untuk bisa mengabdi dan beribadah bersamanya. Akhirnya, ia tinggal di sana sampai uskup tadi meninggal.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Menurut Salman al-Farisi, sang uskup ternyata orang yang suka mengumpulkan kekayaan. Ia menceritakan hal itu kepada orang-orang Nasrani. Mereka kemudian menggali kuburannya dan membakarnya. Setelah itu, mereka mengangkat penggantinya. Uskup baru ini seorang yang saleh dan sederhana. Salman al-Farisi pun tinggal bersamanya. Ketika uskup itu akan meninggal, Salman al-Farisi meminta agar sang uskup mewasiatkan sesuatu. “Pergilah kepada seseorang di Mosul, Salman,” pesan si uskup.

Tidak lama sesudah sang uskup meninggal, Salman al-Farisi pergi ke sana dan bertemu dengan seseorang untuk selanjutnya tinggal bersamanya sampai ia meninggal. Sebelum orang itu meninggal, Salman al-Farisi juga memintanya berwasiat. Salman al-Farisi ia suruh menemui seseorang di Amuriyah, satu kota di Roma. Dengan orang ini, Salman al-Farisi juga melakukan hal yang sama.

Kabar munculnya seorang Nabi dari Arab

Sewaktu ia meminta wasiatnya, orang ini mengatakan,

“Sekarang, aku tidak tahu lagi orang yang bisa melakukan seperti kami. Mudah-mudahan kamu akan menemui seorang Nabi dari Arab yang diutus membawa agama Nabi Ibrahim. Tempat hijrahnya di daerah yang banyak pohon kurma.”

Seterusnya, ia menjelaskan sifat-sifat Nabi yang disebutnya itu. Selesai itu, ia meninggal dunia.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Salman al-Farisi kemudian bertemu dengan rombongan orang Arab. Ia meminta ikut menemani mereka pulang. Begitu mereka sampai di lembah Qura, mereka menjual Salman al-Farisi kepada seorang Yahudi. Tidak lama sesudah itu, ia dijual lagi kepada seorang dari Bani Quraizhah di Madinah. Salman al-Farisi melihat tanah Madinah penuh dengan pohon kurma. Maka, ia yakin bahwa inilah daerah tempat hijrah Nabi yang pendeta ceritakan dulu.

Rela menjadi budak agar bisa bertemu Nabi Saw.

Beberapa waktu kemudian, Nabi Saw. datang di Madinah. Beritanya menyebar ke mana-mana. Ada seseorang datang kepada majikan Salman al-Farisi dan memberitahukan bahwa dirinya melihat banyak orang yang sedang mengerumuni seorang laki-laki yang baru datang dari Makkah yang konon adalah seorang Nabi.

Salman al-Farisi sangat ingin tahu kebenaran berita itu. Karena itu, ia meminta kepada majikannya agar diperkenankan melihatnya. Kemudian ia pun mendapatkan ijin.

Salman berislam dan Rasulullah memerdekakannya

Ketika sore hari tiba, Salman al-Farisi pergi ke Quba’. Ia melihat Nabi Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya sedang berkumpul di sana. Ia mendengarkan bacaan al-Qur’an Nabi Saw. Setelah berulang kali, ia melihat terdapat tanda-tanda kenabian pada orang yang dilihatnya itu, persis seperti yang pendeta di Amuriyah ceritakan dulu. Maka, ia pun masuk Islam.

Salman al-Farisi menceritakan keadaan dirinya yang seorang budak, dan meminta beliau menebusnya. Nabi Saw. meminta para sahabatnya untuk menolongnya. Mereka bersama-sama mengumpulkan sejumlah uang, ditambah dari Nabi Saw. sendiri, sehingga Salman al-Farisi dapat dibebaskan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Berperan penting pada Perang Khandaq

Perang pertama yang Salman al-Farisi ikuti adalah Perang Khandaq, bahkan dialah yang mengusulkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk melakukan penggalian parit tersebut. Ini merupakan pendapat yang sangat brilian. Salman al-Farisi juga orang kuat dan keras, sampai tidak ada satu perang pun sesudah itu yang ia tidak ikuti.

Salman al-Farisi meriwayatkan banyak hadis Nabi Saw. kepada teman-temannya, antara lain Ibnu Abbas, Anas, Uqbah bin Amir, dan Ka’ab bin Ajrah. Al-Muqrizi mengatakan bahwa Salman al-Farisi termasuk di antara sahabat yang terkenal sebagai mufti pada masa Rasulullah Saw.

Rasulullah mempersaudarakannya dengan Abu Darda’

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. mempersaudarakan Salman al-Farisi dengan Abu Darda’. Salman al-Farisi, suatu hari, mengunjunginya, tetapi tidak bertemu. Ia menanyakan kepada istrinya yang pada waktu itu berpakaian lusuh. “Salman, saudaramu itu, tidak suka kesenangan duniawi,” ujar istri Abu Darda’.

Salman al-Farisi menunggu, sampai Abu Darda’ datang. Abu Darda’ mempersilakan Salman al-Farisi menikmati hidangan yang ia suguhkan, tetapi Salman menolaknya, sebelum tuan rumah memakannya lebih dulu.

Bila malam telah larut, Abu Darda’ bangun dan salat Tahajud. Mengetahui demikian, Salman al-Farisi menganjurkannya tidur. Ia pun tidur. Tidak lama, ia bangun lagi dan salat. Salman al-Farisi mengulangi anjurannya. Ketika malam hampir berakhir, Salman al-Farisi mengatakan, “Sekarang, bangun dan salatlah.”

Kedua orang itu kemudian salat. Setelah selesai, Salman al-Farisi berkata,

“Ada kewajiban atas dirimu untuk Tuhanmu, untuk tubuhmu, dan untuk istrimu. Lakukanlah kewajiban-kewajiban itu sesuai dengan bagiannya masing-masing.”

Pagi-pagi, Abu Darda’ pergi menemui Rasulullah Saw., dan menceritakan apa yang Salman al-Farisi ucapkan. Beliau Saw. mengatakan, “Ucapan Salman itu benar.” Cerita ini memperlihatkan kepandaian Salman al-Farisi.

Suatu hari, orang-orang Muhajirin dan Anshar bertengkar memperebutkan Salman al-Farisi. Masing-masing mengakui Salman al-Farisi berada di pihaknya. Rasulullah Saw. akhirnya mengatakan, “Salman itu termasuk keluarga kita.” Nabi Saw. juga pernah mengatakan,

“Surga mendambakan tiga orang; Ali, Ammar, dan Salman.”

(St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement