Khazanah
Beranda » Berita » Abdullah bin Mas’ud: Sang Mujtahid Fatwa yang Pemberani

Abdullah bin Mas’ud: Sang Mujtahid Fatwa yang Pemberani

Abdullah bin Mas'ud: Sang Mujtahid Fatwa yang Pemberani
Ilustrasi sahabat yang sedang mengajarkan hukum-hukum Islam.

SURAU.CO-Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Hubaib adalah seorang sahabat besar dan termasuk orang pertama yang masuk Islam. Ia sendiri mengatakan, “Barangkali, aku orang terakhir dari enam orang yang masuk Islam. Tidak ada lagi yang muslim di muka bumi waktu itu, selain kami.”

Mengenai sebab keislamannya, ia sendiri menceritakan: “Pada waktu muda, aku menggembala kambing milik Uqbah bin Abi Mu’ith. Suatu hari, Nabi Muhammad Saw. datang bersama Abu Bakar. Beliau bertanya, ‘Hai anak muda, apa kamu punya susu?’ Aku mengiyakan. ‘Tapi aku orang kepercayaan,’ kataku. ‘Tolong bawakan untukku satu ekor kambingmu yang belum menyusui,’ kata beliau. Lalu aku menyerahkannya. Nabi Saw. kemudian memegang puting susunya sambil berdoa, dan air susu pun memancar. Abu Bakar datang dengan membawa wadah, lalu memerasnya. Sebelum Nabi Saw. minum, beliau mempersilakan Abu Bakar minum. Begitu selesai, Nabi Saw. mengucapkan kalimat agar air susu berhenti mengalir dan kembali seperti semula. Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, tolong ajarkan aku kata-kata yang engkau ucapkan tadi.’ Nabi Saw. kemudian mengusap kepalaku sambil berkata, ‘Kamu anak muda yang gampang menerima pelajaran.'”

Beberapa waktu kemudian, Ibnu Mas’ud mengatakan: “Setelah itu, aku dapat menghafal 70 surat, dan tidak seorang pun bisa menandingiku.”

Keberanian Membaca Al-Qur’an dengan suara keras

Ia adalah orang pertama di Makkah yang berani membaca al-Qur’an dengan suara keras. Suatu hari, ia datang ke Ka’bah. Waktu itu, orang-orang Quraisy sedang berkumpul di sana. Ia membaca al-Qur’an surat ar-Rahman dengan suara keras, sampai-sampai Quraisy mengatakan, “Apa yang sedang ia bacakan itu Ibnu Umm ‘Abd?” Ketika mereka diberitahu bahwa itu adalah kata-kata yang Nabi Muhammad Saw. bawa, mereka memukulnya sampai wajahnya berdarah.

Ibnu Mas’ud pulang menemui sahabat-sahabatnya. Mereka mengatakan: “Itulah yang aku takutkan terhadapmu. Orang yang masih ada hubungan keluarga mereka saja juga dilarang melakukan seperti yang kamu lakukan.” Ibnu Mas’ud mengatakan, “Aku kira, musuh-musuh Allah itu hari ini lebih lunak daripada hari-hari kemarin. Jika kalian mau, aku akan melakukannya lagi besok.” Tetapi, mereka menganggap tidak perlu.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ibnu Mas’ud adalah pembantu Nabi Muhammad Saw. yang tepercaya. Ia selalu setia menemani beliau baik di rumah, di perjalanan, maupun dalam peperangan. Pendeknya, pada saat kapan pun, ia selalu ada. Ia ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah, salat ke dua kiblat, yaitu Baitul Maqdis dan Ka’bah, mengikuti Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Baiat Ridhwan, dan lain-lain. Ia juga orang yang menebas kepala Abu Jahal di Perang Badar, lalu menyerahkannya kepada Nabi Saw. Beliau memberi jaminan bahwa ia akan masuk surga.

Pemilik otoritas ilmu dan fatwa

Ibnu Mas’ud banyak meriwayatkan hadis Nabi Saw. Dalam kitab hadis Shahih Bukhari-Muslim, ia meriwayatkan 848 hadis. Di antara para sahabat yang menerima riwayat dari Ibnu Mas’ud adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Musa, Imran bin Hushain, Ibnu Zubair, Jabir, Anas, Abu Sa’id, dan Abu Hurairah. Dan dari kalangan tabi’in antara lain Alqamah, Abu Wail, Masruq, Qais bin Abu Hazim, dan Ubaidah.

Ia memiliki otoritas dalam hafalan maupun pemahaman al-Qur’an. Bacaan dan penyampaiannya bagus. Suatu hari, Nabi Muhammad Saw. memintanya membaca al-Qur’an, surat an-Nisa’. Ia menjawab heran: “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin aku membacakan al-Qur’an di hadapanmu, padahal ia turun kepadamu?”

Nabi Saw. menjawab, “Aku ingin mendengarkannya dari orang lain.”

Lalu, ia pun membacanya dari awal surat sampai ayat 41: “Maka bagaimanakah halnya (orang kafir), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” Sampai di situ, beliau meneteskan air matanya. Ibnu Mas’ud pun menghentikan bacaannya.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Umar bin Khatthab menilai Ibnu Mas’ud sebagai orang yang kaya informasi. Ia seperti kantong yang biasa penggembala bawa untuk menyimpan barang-barangnya.

Dalam Khithath al-Muqrizi, disebutkan bahwa Ibnu Mas’ud termasuk mufti pada masa Rasulullah Saw. Menurut Ibnu Hazm, jika fatwa-fatwa Ibnu Mas’ud dikumpulkan, pasti akan menjadi buku tebal. Ia termasuk mujtahid fatwa.

Menjadi hakim dan guru di Kufah

Pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab, beliau menugaskannya ke Kufah bersama-sama Ammar bin Yasir. Kepada penduduk di sana, Umar bin Khatthab mengatakan dalam suratnya: “Aku tugaskan Ammar bin Yasir sebagai gubernur dan Ibnu Mas’ud sebagai guru dan pembantu Ammar. Mereka berdua adalah sahabat-sahabat Nabi Saw. yang pandai. Ikuti dan taati mereka. Aku benar-benar mendahulukan Abdullah atas diriku sendiri.”

Di Kufah, ia mengajarkan hadis-hadis Nabi Saw. Ia berperan sebagai guru dan hakim. Mengenai hal ini, Ali bin Abi Thalib mengatakan: “Ibnu Mas’ud membaca al-Qur’an, lalu menjelaskan apa saja yang halal dan yang haram, dia benar-benar ahli agama dan pandai dalam hadis.”

Pada masa Utsman bin Affan, hubungan keduanya kurang baik. Ia meminta dikembalikan ke Madinah. Utsman bin Affan menyetujuinya.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Ia meninggal dunia di Madinah dalam usia 60 tahun lebih. Sebelum ia meninggal, Utsman bin Affan datang dan memaafkan, bahkan juga menyalatkannya. Mereka menguburkannya di Baqi’. Abu Darda’, ketika melayat, mengatakan, “Tidak akan ada lagi orang seperti dia.”.(St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement