Khazanah
Beranda » Berita » Berjamaah dalam Kebaikan: Menemukan Makna Ibadah Sosial Menurut Kitab Bidayatul Hidayah

Berjamaah dalam Kebaikan: Menemukan Makna Ibadah Sosial Menurut Kitab Bidayatul Hidayah

Ilustrasi filosofis pemuda generasi Z menyalakan lentera bersama sebagai simbol berjamaah dalam kebaikan menurut Imam al-Ghazali.
Ilustrasi realistik sekelompok pemuda menyalakan lentera bersama di tengah senja, simbol sinergi dan cahaya kebaikan.

Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, kita sering merasa terhubung dengan banyak orang tapi, anehnya, juga paling kesepian. Grup WhatsApp keluarga ramai, linimasa media sosial padat, tapi hati terasa sepi. Dalam kondisi ini, ajaran Imam al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah terasa seperti suara lembut dari masa lalu yang berkata: “Kebahagiaan sejati tidak tumbuh dari kesendirian, melainkan dari keberkahan kebersamaan.”

Imam al-Ghazali menulis:

اعْلَمْ أَنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَسْتَغْنِي عَنْ إِخْوَانِهِ فِي الدِّينِ
“Ketahuilah bahwa seorang mukmin tidak akan pernah bisa hidup tanpa saudara seiman.”

Kalimat itu menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial secara spiritual. Seorang mukmin bukan hanya makhluk yang beriman secara pribadi, tapi juga beriman secara komunal. Di sinilah makna “berjamaah dalam kebaikan” menemukan relevansinya — terutama bagi generasi muda yang hidup di zaman individualisme dan kompetisi.

Berjamaah: Bukan Hanya di Masjid

Bagi banyak orang, kata berjamaah identik dengan shalat di masjid. Padahal, menurut Imam al-Ghazali, semangat berjamaah tidak berhenti di sajadah. Ia meluas dalam bentuk kerja sama, solidaritas, dan saling menolong dalam kebaikan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Al-Qur’an berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Maidah: 2)

Ayat ini mengajarkan bahwa ibadah sosial adalah bagian dari iman. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, menolong sesama adalah cermin dari keikhlasan hati. Ia menulis:

مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ، وَمَنْ لَا يُعِنْ أَخَاهُ فِي الدِّينِ فَهُوَ مُعْرِضٌ عَنْ نُورِ اللهِ
“Barang siapa tidak berbelas kasih, maka ia tidak akan dikasihi; dan siapa yang enggan menolong saudaranya seiman, berarti ia berpaling dari cahaya Allah.”

Berjamaah, dalam konteks ini, bukan hanya urusan ritual, tapi juga cara hidup. Membantu teman mengerjakan tugas, ikut gotong royong, berdonasi untuk korban bencana — semua itu bagian dari ibadah berjamaah.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Spiritualitas Kolektif di Era Individualisme

Generasi Z tumbuh dengan narasi: “Be yourself.” Tapi dalam semangat menjadi diri sendiri, banyak yang tanpa sadar terjebak dalam isolasi emosional. Imam al-Ghazali sudah lama mengingatkan bahwa kebaikan sejati tumbuh dari kebersamaan, bukan kesendirian.

Dalam Bidayatul Hidayah, beliau menulis:

إِنَّ الْوَحْدَةَ مَظِنَّةُ الضَّعْفِ، وَالْجَمَاعَةَ مَظِنَّةُ الْقُوَّةِ
“Kesendirian adalah sumber kelemahan, sedangkan kebersamaan adalah sumber kekuatan.”

Kalimat ini terasa sangat relevan hari ini. Di tengah budaya yang menyanjung pencapaian individu, al-Ghazali mengingatkan bahwa kita tidak bisa menjadi manusia yang utuh tanpa orang lain.

Di dunia yang kompetitif, berjamaah dalam kebaikan menjadi bentuk perlawanan spiritual. Ia menegaskan bahwa keberhasilan sejati bukanlah siapa yang lebih cepat, tapi siapa yang paling bermanfaat.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Makna Ibadah Sosial Menurut Imam al-Ghazali

Ibadah sosial, dalam pandangan al-Ghazali, bukanlah kegiatan sampingan, melainkan bagian dari kesempurnaan iman. Ia menulis:

مِنْ عَلامَاتِ الْقَلْبِ الْحَيِّ أَنْ يَسْعَى لِمَنْفَعَةِ الْخَلْقِ
“Salah satu tanda hati yang hidup adalah keinginan untuk memberi manfaat kepada makhluk.”

Artinya, seseorang yang benar-benar beriman akan selalu mencari cara untuk menebar manfaat. Tidak harus dengan harta. Kadang cukup dengan perhatian, nasihat, atau sekadar senyum yang tulus.

Rasulullah ﷺ bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ahmad)

Hadis ini menegaskan bahwa spiritualitas tidak berhenti di sajadah. Ia harus mengalir dalam tindakan sosial, dalam hubungan antar manusia, dan dalam solidaritas kemanusiaan.

Masjid yang Meluas ke Kehidupan

Imam al-Ghazali mengajarkan bahwa masjid bukan hanya bangunan fisik, tetapi juga simbol komunitas spiritual. Saat seseorang shalat berjamaah, ia belajar banyak hal: disiplin waktu, kesetaraan, kepemimpinan, dan kebersamaan.

Namun, pelajaran itu seharusnya tidak berhenti di pintu masjid. Setelah salam terakhir, jamaah harus membawa semangat kebersamaan itu keluar — ke jalanan, ke kantor, ke dunia digital.

Rasulullah ﷺ bersabda:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat keutamaan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Keutamaan itu bukan hanya soal pahala, tapi juga soal hikmah sosial. Dalam shalat berjamaah, setiap orang berdiri sejajar — tanpa memandang status, gelar, atau kekayaan. Sebuah pelajaran tentang egalitarianisme spiritual yang jarang disadari.

Menemukan Allah di Tengah Manusia

Banyak orang mencari Tuhan di tempat sunyi. Tapi al-Ghazali mengingatkan bahwa Tuhan juga hadir dalam relasi antar manusia. Ia menulis:

اِبْتِغَاءُ وَجْهِ اللهِ فِي حُسْنِ الْمُعَامَلَةِ مَعَ النَّاسِ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْعِبَادَاتِ
“Mencari ridha Allah melalui akhlak baik terhadap manusia adalah salah satu ibadah paling mulia.”

Berjamaah dalam kebaikan berarti menghadirkan Allah di tengah manusia. Saat kita membantu teman yang kesulitan, menenangkan orang yang gelisah, atau menjaga lingkungan, sesungguhnya kita sedang beribadah dalam bentuk yang lebih luas.

Di dunia yang mudah terpecah oleh perbedaan, berjamaah dalam kebaikan adalah bentuk dakwah paling nyata — tanpa harus banyak bicara.

Gotong Royong sebagai Manifestasi Spiritual

Gotong royong adalah istilah khas Indonesia, tapi sejatinya ia lahir dari semangat yang sama dengan ta‘awun dalam Al-Qur’an. Ia adalah bentuk nyata dari berjamaah dalam kebaikan.

Ketika kita bekerja bersama untuk tujuan mulia, kita tidak hanya membangun sesuatu di dunia, tapi juga membangun koneksi ruhani. Imam al-Ghazali menegaskan bahwa kebersamaan dalam amal saleh adalah rahmat, sementara kesendirian dalam kebaikan sering berujung pada kesombongan.

Maka, bekerja sama membersihkan lingkungan, mengajar anak-anak, atau mengelola komunitas sosial, semua itu adalah bentuk ibadah sosial yang membawa keberkahan — selama niatnya tulus karena Allah.

Berjamaah dalam Dunia Digital

Di era media sosial, berjamaah dalam kebaikan bisa mengambil bentuk yang berbeda. Ia bisa berarti menyebarkan kebaikan digital, melawan hoaks, menyemangati teman yang sedang terpuruk, atau menciptakan ruang diskusi yang sehat.

Imam al-Ghazali mungkin hidup berabad-abad lalu, tapi semangatnya melampaui zaman. Jika beliau hidup hari ini, mungkin beliau akan berkata:

“Jangan jadikan jarimu alat untuk menyakiti, tapi gunakan ia untuk menulis kebaikan yang menenangkan.”

Kebaikan tidak selalu monumental. Kadang ia sekadar klik, share, atau komentar yang menyejukkan. Dunia maya pun bisa menjadi arena ibadah sosial, selama kita menanam niat yang benar.

Penutup

Pada akhirnya, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa kebersamaan dalam kebaikan adalah sumber rahmat. Ia menulis:

يَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ
“Tangan (pertolongan) Allah bersama jamaah.”

Kalimat ini, yang juga berasal dari sabda Nabi ﷺ, menjadi penegasan bahwa setiap langkah kebaikan yang dilakukan bersama tidak akan pernah sia-sia.

Berjamaah dalam kebaikan bukan sekadar ajakan moral, tetapi juga jalan spiritual menuju ketenangan. Dalam dunia yang sering membesarkan ego dan ambisi pribadi, berjamaah mengingatkan kita bahwa hidup ini lebih indah ketika dijalani bersama.

Maka, saat dunia terasa dingin dan sibuk, mari kembali ke nilai yang diajarkan al-Ghazali: bergandengan tangan dalam kebaikan, karena di sanalah letak keberkahan hidup.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement