Khazanah
Beranda » Berita » Menelusuri Ijtihad Masa Kepemimpinan Abu Bakar

Menelusuri Ijtihad Masa Kepemimpinan Abu Bakar

Menelusuri Ijtihad Sahabat pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Ilustrasi musyawarah untuk menemukan titik temu permasalahan.

SURAU.CO-Periode Khulafa’ ar-Rasyidun dimulai tahun 11 H dan berakhir tahun 40 H. Pada masa ini, para sahabat melakukan berbagai macam ijtihad, baik melalui cara qiyas maupun lainnya. Selain itu, Ijma’ (konsensus) juga telah ada.

Periode ini dimulai sejak Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah Rasulullah Saw. Semula, persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Nabi Saw. menimbulkan perdebatan di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, dan juga antara kaum Muhajirin sendiri. Perdebatan berakhir setelah Umar bin Khatthab mengucapkan kata-katanya yang secara tegas memuji Abu Bakar.

“Rasulullah Saw. telah merelakan urusan agama kepadanya. Apakah untuk urusan duniawi ini kita menolaknya?”kata Umar bin Khatthab.

Ucapan Umar bin Khatthab ini mengingatkan peristiwa penunjukan Nabi Saw. kepada Abu Bakar, beberapa waktu sebelum beliau meninggal dunia, untuk menggantikannya menjadi imam salat. Umar bin Khatthab menyamakan kepemimpinan umat dengan kepemimpinan salat. Dengan penegasan Umar bin Khatthab ini, pintu ijtihad semakin terbuka, dan persoalan khilafah (kepemimpinan umat) adalah persoalan ijtihad pertama yang terjadi pada masa Khulafa’ ar-Rasyidun.

Ijtihad Abu Bakar dan Persoalan Zakat

Setelah itu, lahir pula ijtihad Abu Bakar tentang kasus pembangkangan masyarakat muslim dalam membayar zakat. Berdasarkan ijtihadnya, Abu Bakar memutuskan pembasmian mereka, karena ia memandang zakat dalam hal ini sama dengan jizyah (pajak kepala). Semula, mereka tetap menolak keputusan itu. Maka, Abu Bakar segera mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk membicarakan persoalan tersebut. Awalnya, Umar bin Khatthab dan mayoritas sahabat tidak menyetujui pikiran Abu Bakar.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“Selama mereka masih mengucapkan dua kalimat syahadat, kita tidak boleh memerangi mereka,” kata mereka.

Sementara itu, pendapat yang lain menyetujuinya.

“Mereka harus kita perangi, sampai mau membayar zakat,” kata pendapat minoritas ini.

Umar bin Khatthab mendebat,

“Bagaimana kita harus memerangi mereka, padahal Rasulullah Saw. bersabda, ‘Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka mengucapkan pernyataan; ‘Tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.’ Apabila mereka telah melakukannya, maka darah dan harta mereka terjamin, kecuali karena ada hak atasnya. Sesudah itu, terserah kepada Allah.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Abu Bakar menangkis,

“Aku pasti akan memerangi mereka yang memisahkan antara salat dan zakat. Zakat adalah hak harta. Bukankah Rasulullah Saw. menyatakan, ‘Kecuali karena ada hak atas harta itu?’ Demi Allah, andaikata mereka menolak apa yang telah mereka serahkan kepada Rasulullah Saw., aku akan perangi mereka.”

Setelah itu, Umar bin Khatthab mengatakan,

“Demi Allah, aku pikir, Abu Bakar mendapat petunjuk Allah dengan keputusannya itu. Aku tahu, itu adalah benar.”

Pada akhirnya, para peserta musyawarah menyepakati keputusan tersebut. Abu Bakar berpendapat bahwa zakat sama dengan salat. Penolakan atasnya sama dengan penolakan terhadap salat, dan hukumannya adalah dibunuh.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Ijtihad Penghimpunan Al-Qur’an

Suatu hari, Umar bin Khatthab datang menemui Abu Bakar sambil menyampaikan berita bahwa dalam Perang Yamamah, sebuah desa dekat Nejd, sejumlah besar para ahli al-Qur’an telah terbunuh.

“Aku khawatir, para ahli al-Qur’an di tempat lain juga mengalami nasib yang sama. Akibatnya, banyak al-Qur’an yang hilang. Aku pikir, sebaiknya engkau segera melakukan penghimpunan al-Qur’an,” kata Umar bin Khatthab.

Abu Bakar, mula-mula, menolak sambil mengatakan,

“Demi Allah, aku tidak akan melakukan sesuatu yang belum pernah Rasulullah Saw. lakukan.”

Namun, Umar bin Khatthab terus mendesak,

“Demi Allah, ini sesuatu yang sangat baik.”

Tuntutan Umar ini disertai berbagai alasan, sampai Abu Bakar menerimanya. Allah Swt. kemudian membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar bin Khatthab tersebut.

Selanjutnya, Zaid bin Tsabit dipanggil. Abu Bakar mengatakan,

“Terus terang, aku pandang kamu termasuk anak muda yang pintar. Pada masa Nabi Saw., kamu telah banyak menulis wahyu. Sekarang, kamu kumpulkan al-Qur’an itu semua.”

Zaid bin Tsabit juga menolak, seraya mengatakan,

“Demi Allah, andaikata engkau menugaskan aku memindahkan sebuah gunung, pastilah tidak akan seberat seperti yang engkau tugaskan ini. Bagaimana mungkin aku dapat melakukan sesuatu yang tidak pernah Rasulullah Saw. lakukan.”

Abu Bakar mengatakan,

“Demi Allah, ini perbuatan yang baik.”

Ia terus mendesaknya sampai Allah Swt. membukakan pintu hatinya, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Akhirnya, Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas tersebut.(St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement